Ghayatul Wushul (Terjemahan dan Penjelasannya), Masalik ‘Illat, al-Sabr wal- Taqsim Hal. 122
(ومن طرق الإبطال) لعلية الوصف. (بيان أن الوصف طردي) أي من جنس ما علم من الشارع إلغاؤه إما مطلقا (كالطول) والقصر في الأشخاص، فإنهما لم يعتبرا في شيء من الأحكام فلا يعلل بهما حكم. (و) إما مقيدا بذلك الحكم (كالذكورة) والأنوثة (في العتق) ، فإنهما لم يعتبرا فيه فلا يعلل بهما شيء من أحكامه الدنيوية، وإن اعتبرا في الشهادة والقضاء والإرث وغهرها. وفي العتق بالنظر لأحكامه الأخروية فقد روى الترمذي من أعتق عبدا مسلما أعتقه الله من النار، ومن أعتق أمتين مسلمتين أعتقه الله من النار .وتعبيري هنا وفيما يأتي في السادس بالطردي أولى من تعبيره فيهما بالطرد، لأن الطرد من مسالك العلة على رأي كما سيأتي.
Termasuk jalan membatalkan menjadi ‘illat sebuah washaf adalah thardiy, yakni termasuk jenis yang dimaklum dari syara’ pembatalannya. Ini adakalanya mutlaq seperti panjang dan pendek pada seseorang. Maka keduanya tidak dii’tibar pada suatu dari hukum. Karenanya, tidak di’illatkan hukum dengan keduanya.(1) Dan adakalanya yang dikaidkan dengan hukum itu saja, seperti sifat laki-laki dan perempuan pada masalah memerdekakan hamba sahaya. Maka keduanya tidak dii’tibar pada masalah memerdekakan hamba sahaya. Karenanya, tidak di’illat dengan keduanya sesuatupun dari hukumnya yang bersifat duniawiyah, meskipun dii’tibar pada kesaksian, peradilan, warisan dan selainnya serta masalah memerdekakan hamba sahaya ditinjau dari sisi hukumnya yang bersifat ukhrawiyah. Al-Turmidzi sungguh telah meriwayatkan : “Barangsiapa yang memerdekakan hamba sahaya laki-laki yang muslim, maka Allah akan memerdekakannya dari api neraka dan barangsiapa yang memerdekakan dua orang hamba sahaya perempuan yang muslim, maka Allah akan memerdekakannya dari api neraka.”(2) Ibaratku di sini dan yang akan datang pada yang ke-enam dengan al-thardiy lebih bagus dari ibarat pengarang pada keduanya dengan al-thard, karena al-thard termasuk dari masalik ‘illat berdasarkan satu pendapat sebagaimana yang akan datang.
(و) من طرق الإبطال (أن لا تظهر مناسبة) الوصف (المحذوف) أي الذي حذفه المستدلّ عن الاعتبار للحكم بعد بحثه عنها لانتفاء مثبت العلية بخلافه في الإيماء. (ويكفي) في عدم ظهور مناسبته. (قول المستدل بحثت فلم أجد) فيه (موهم مناسبة) أي ما يوهم مناسبته لعدالته مع أهلية النظر، (فإن ادّعى المعترض أن) الوصف (المبقى) أي الذي بقاه المستدل (كذلك) أي لم تظهر مناسبته. (فليس للمستدل بيان مناسبته) لأنه انتقال من طريق السبر إلى طريق المناسبة، وذلك يؤدّي إلى الانتشار المحذور. (لكن له ترجيح سبره) على سبر المعترض النافي لعلية المبقي كغيره. (بموافقة التعدية) لسبره حيث يكون المبقى متعديا إذ تعدية الحكم محله أفيد من قصوره عليه.
Termasuk juga jalan membatalkan menjadi ‘illat sebuah washaf adalah tidak dhahir munasabah washaf yang dibuang, yakni washaf yang dibuang oleh yang beristidlal dari i’tibar bagi hukum sesudah bahas munasabahnya, karena ternafi yang menetapnya sebagai ‘illat. Ini berbeda ternafinya pada masalah iimaa’.(3) Dan memadai pada ketidak-adaan dhahir munasabahnya perkataan yang beristidlal : “Aku telah membahasnya, akan tetapi tidak aku dapati padanya yang mewahamkan munasabah”, yakni sesuatu yang mewahamkan munasabahnya. Karena adilnya dan ahlinya bagi analisis. Maka seandainya yang mengkritisi mendakwa bahwa washaf yang tersisa, yakni yang disisakan oleh yang beristidlal seperti itu juga, yakni tidak dhahir munasabahnya, maka tidak boleh bagi yang beristidlal menjelaskan munasabahnya. Karena penjelasannya itu berpindah dari jalan al-sabr kepada jalan al-munasabah.(4) Ini menyebabkan kepada tidak terfokus yang dijauhi dalam diskusi. Akan tetapi boleh baginya tarjih al-sabr-nya atas al-sabr yang mengkritisinya(5) yang menafikan menjadi ‘illat washaf yang tersisa sebagaimana lainnya. Tarjihnya itu dengan muwafakat ta’diyah bagi al-sabr nya, karena washaf yang tersisa ta’diyah. Karena ta’diyah hukum dari peristiwa hukumnya lebih berfaedah dari terbatasi hukum atas peristiwa hukumnya saja.(6)
Penjelasannya
(1). Karena itu, panjang dan pendek seseorang tidak dii’tibar pada qishas, kifarat, warisan, memerdekakan hamba sahaya dan lainnya.[1]
(2). Hadits ini menunjukkan ada perbedaan dalam hal pahala di hari akhirat antara memerdekakan hamba sahaya laki-laki dan hamba sahaya perempuan.
(3) karena pada iima’ tidak disyaratkan adanya munasabah sebagaimana penjelasannya dalam masalah iimaa’ sebelumnya.
(4). Salah satu masalik ‘illat.
(5) Al-sabr yang beristidlal, maksudnya hasil analisis yang dilakukan oleh yang beristidlal melalui masalik ‘illat, al-sabr wal-taqsim. Al-sabr yang mengkritisinya, maksudnya hasil analisis yang dilakukan oleh yang mengkritisinya melalui masalik ‘illat al-sabr wal-taqsim.
(6). Maksud ta’diyah (melewati/melampaui) adalah hukum tidak hanya berlaku pada peristiwa hukum yang ada nashnya, akan tetapi juga berlaku pada peristiwa lain dengan jalan qiyas. Ta’diyah ini merupakan salah satu jalan tarjih.[2]