Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kondisi Sosial

Wanita
Pada masa lalu, hak kaum perempuan di ‘Arab tidak diakui. Mereka tertindas, dikebiri oleh aturan adat yang buruk. Ketika seorang bayi perempuan lahir, wajah sang ayah murung, dilanda kesedihan yang sangat mendalam. Mengapa? Karena sang ayah harus mengubur hidup-hidup bayi tersebut. Sang ayah harus membunuh anaknya dengan cara membenamkan wajah bayi perempuannya itu ke dalam gundukan tanah. 
Dalam hal pernikahan, kaum perempuan juga dizalirni. Ketika seorang perempuan dinikahkan oleh walinya, ia tidak memilikj hak untuk menyampaikan alasan, atau penolakan. Sang suami sanggup saja menceraikannya kapan pun, kemudian merujuknya, kemudian menalaknya lagi, kemudian merujuknya, dan terus begitu hingga waktu yang tidak ditentukan. Dia tidak mempunyai kekuatan apa pun kecuali menunggu dan pasrah. Lalu, ketika ia ditinggal mati suaminya, bawah umur tirinya dan saudara-saudara suaminya ikut mengambil jatah warisan. Dia juga ditahan oleh keluarga suaminya, kemudian mereka memperlakukannya ibarat pembantu. 

Saat seorang perempuan ikut berdagang di pasar bersama suami dan kerabatnya, ia tidak boleh makan dan minum bersama. Dia gres diizinkan makan sesudah mereka meninggalkan hidangan mereka. Status perempuan pada masa itu hanyalah sebagai pemuas kaum laki-laki. Sebaliknya, kaum lelaki memperlakukan perempuan secara kasar, zalim, dan angkuh.

 Sang ayah harus membunuh anaknya dengan cara membenamkan wajah bayi perempuannya itu ke d Kondisi Sosial
Perbudakan

Perbudakan
Perbudakan telah dipraktikkan oleh imperium Romawi dan lainnya tanpa ada yang menentangnya. Para pemeluk Yahudi membuat sistem perbudakan sesuai dengan perkiraan mereka yang sesat atas ajaran-ajaran Taurat. Juga para pemeluk Nasrani yang menerapkan sistem perbudakan berdasarkan surat Paulus yang pernah dikirimkan kepada penduduk Ufsus. Isi surat tersebut berbunyi, “Wahai para budak, taatlah kalian kepada tuan kalian dengan penuh rasa takut dan gentar.. .bukan dedikasi yang terlihat di pelupuk mata saja, layaknya seseorang yang suka terhadap orang lain. Akan tetapi, praktikkanlah sebagaimana kalian menjadi budaknya Isa al -Masih.” 
Begitu juga masyarakat ‘Arab, mereka memperbudak insan dengan sabetan pedangnya. Mereka menjadikannya sebagai budak lantaran kalah perang. Tidak ada seorang pun yang membicarakan sistem perbudakan. Dalam hal pekerjaan, terkadang budak dipaksa melayani lelaki hidung belang, kemudian upahnya diserahkan kepada tuannya. Seseorang yang berstatus budak dipekerjakan secara bernafsu ibarat binatang. Anehnya, mereka yang berstatus budak tidak pernah mengelak dan menentang perlakuan tersebut. Bagaimana mereka mau menentang, sementara mereka juga menyadari bahwa sistem perbudakan menjadi potongan dan integritas kehidupan dan alam mereka. 

Kultur Arab
Kehidupan antara kabilah dan suku (clan) dipisahkan oleh sahara Jazirah ‘Arab yang luas. Aturan kehidupan sosial yang rnereka buat rentan perpecahan. Orang ‘Arab tidak mengenal kelompok lain kecuali kabilahnya sendiri. Pergerakan yang mereka usung berbau fanatisme kesukuan yang berlebihan. Mereka ikut berdamai jikalau kabilahnya mengajak berdamai dengan kabilah lain dan mereka pun ikut berperang jikalau kabilahnya berperang dengan kabilah lain. Mereka gampang sekali menumpahkan darah hanya lantaran duduk kasus sepele. Jika hingga terjadi peperangan, situasinya menjadi tidak terkendali, sangat sadis, dan sulit dihentikan, sehingga sanggup memakan korban dalam jumlah ribuan. 
Ikatan ijab kabul yang terjalin antara seorang pria dan perempuan yaitu atas dasar izin dan walinya. Seorang perempuan tidak mempunyai hak untuk menolak kemauan walinya. Selain ikatan pernikahan, ada juga ikatan yang terjalin antara pria dan wanita. Ikatan tersebut berupa ikatan pelacuran, canda-tawa, perzinaan, dan hal-hal tercela yang lain. 
Perzinaan di tanah ‘Arab sangat merajalela dan menjadi hal yang lumrah, sehingga mereka tak lagi merasa malu melakukannya. Namun, ada di antara golongan dan kalangan terhormat tidak terjerumus ke dalam perbuatan kotor tersebut. 
BukhârI mengklasifikasikan ada empat ikatan yang terjalin antara seorang pria dan perempuan pada masa jahiliyah: 
1. Nikah ibarat zaman kini ini, yaitu pihak pria tiba ke pihak wali perempuan atau eksklusif ke pihak perempuannya, kemudian ia memberinya maskawin dan menikahinya. 
2. Seorang pria berkata kepada istrinya, “Jika kau suci dan haidmu, pergilah ke pria lain dan mintalah kepadanya semoga menjimak karnu.” Setelah itu, sang suami melepaskan ia dan tidak menyentuhnya, hingga diketahui ia benar-benar hamil dai pria itu atau tidak. 
3. Sekelompok orang yang jumlahnya kurang dari 10 tiba menjimak wanita. Lalu ketika ia hamil dan melahirkan, ia pergi menemui mereka dan menyerahkan anaknya kepada mereka. Lalu ia mem ilih salah satu di antara mereka untuk menjadi ayah dan anak tersebut dan pria yang ia pilih tidak boleh menolak apa yang dikatakan perempuan itu. 
4. Ada sekelompok orang setuju untuk menjimak seorang wanita. Dia tidak boleh menolak mereka dan biasanya perempuan itu memasang tanda di pintu rumahnya. Tanda itu memperlihatkan bahwa siapa pun boleh menjimak penghuninya. Lalu ketika ia hamil dan melahirkan, mereka setuju untuk memilih siapa bapak dari anak tersebut. 
Selain empat model tersebut, ada satu hal lagi, yaitu ikatan antara pria dan perempuan yang didasarkan pada mata pedang atau ujung tombak. Artinya, ketika kaum perempuan menjadi potongan dan harta rampasan perang, maka pihak yang menang boleh menjimak wanita-wanita tahanannya. 
Pada masa jahiliyah, penduduk ‘Arab banyak mempraktikkan poligami. Mereka boleh mengawini perempuan lebih dan satu dan tidak ada aturan serta batasannya, baik dari segi jumlah maupun dan garis keturunan. 
Setelah itu, datanglah Islam yang mengatur ijab kabul berdasarkan norma-norma Islami, sebagaimana terdapat dalam Surah Annisa ‘ayat 3,22, dan 23. Status orang yang merdeka lebih baik daripada budak. Mereka menganggap menjadi budak merupakan malapetaka tersendiri.

Mengundi Nasib
Makkah di suatu siang. Matahari begitu semangat memanggang setiap jengkal tanah. Sebuah kerumunan orang terlihat di sudut kota. Gaduh. Riuh. Mereka berjingkrak-jingkrak kegirangan diiringi teriakan keras, tidak peduli dengan panas yang kian membara, aben ubun-ubun kepala. 
Siang itu, mereka sedang mengundi nasib melalui sebuah permainan. Alat yang dipakai berjulukan Azlam, batang anak panah yang tidak ada bulunya. Ada tiga batang anak panah. Anak panah pertama ditulisi “ya”; anak panah kedua dibubuhi kata “tidak”; dan anak panah ketiga tanpa goresan pena apa pun. Jika yang keluar anak panah yang ditulisi “ya”, mereka akan melaksanakan pekerjaan yang telah direncanakan. Jika yang muncul anak panah yang ditulisi “tidak”, mereka akan menunda hingga tahun berikutnya. Namun, jikalau yang keluar yaitu anak panah yang tak ada tulisannya, undian akan diulang. Ini yaitu kebiasaan orang ‘Arab Jahiliyah di masa itu. Saat akan melaksanakan program ijab kabul atau perjalanan, mereka mengundinya dengan memakai ketiga anak panah itu. Kebiasaan itu telah menjadi budaya, yang diwarisi secara turun-temurun. 
Azlam yaitu satu di antara sekian banyak sikap jahiliyah di masa itu, sempurna pada masa kelima ketika bangsa ‘Arab mengalami kemunduran peradaban. Selain Azlam, mereka mengakibatkan bebatuan sebagai sesembahan. Batu yang bentuknya elok akan dijadikan sebagai ilahi yang mereka sembah. Namun, ketika menemukan kerikil lain yang lebih bagus, mereka pun mengganti kerikil yang usang den gan kerikil yang baru, dan begitu seterusnya. (HR. BukhârI) 
Takhayul dan khurafat menjadi potongan dan tradisi kehidupan mereka. Paranormal dan ahil tenung mempunyai fungsi sosial yang secara umum dikuasai dalam masyarakat. Mereka menjadi ternpat meminta pendapat untuk memutuskan urusan-urusan agama. 

 Sang ayah harus membunuh anaknya dengan cara membenamkan wajah bayi perempuannya itu ke d Kondisi Sosial
Ilustrasi suasana Makkah zaman bangsa Arab dahulu yang dikelilingi banyak berhala

Menariknya, pada ketika yang sama, mereka juga masih melaksanakan tuntunan agama yang diwarisi nenek moyang mereka, nabi Ibrahim. Mereka menghormati Ka’bah, melaksanakan thawaf, melaksanakan haji dan urnrah, wukuf di ‘Arafah, menginap di Muzdalifah, dan berkurban. Namun, ada perhiasan gres dalam pelaksanaannya. 
Misalnya, mereka tak mau wukuf di Arafah. Kata mereka, “Kami yaitu anak keturunan Ibrahim dan penduduk tanah suci, penguasa Ka’bah dan penghuni Makkah. Tak seorang pun dari bangsa ‘Arab yang mempunyai hak dan kedudukan ibarat kami. Karena itu, tidak selayaknya bagi kami untuk keluar dari tanah suci.” 
Contoh lainnya yaitu mereka mengucapkan talbiyah yang menyekutukan Allah. 
“Aku memenuhi panggilan-Mu, ya Allah. Aku memenuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, kecuali satu sekutu-Mu. Engkau memilikinya dan apa yang ia miliki". 
Talbiyah ini aneh. Di satu sisi mereka mengakui Allah, tetapi di ketika yang sama mereka menyertakan berhala-berhala sebagai sekutu-Nya dan mengakibatkan kepemilikan atas berhala-berhala tersebut kepada-Nya. 
Tak heran, kala itu di sekeliling Ka’bah banyak berhala. Orang pertama yang melaksanakan itu yaitu ‘Amru bin Luhat, pemimpin Bani Khuza’ah ibarat diriwayatkan oleh Muslim. Kisahnya bermula ketika ‘Amru berkunjung ke Syâm. Di sana, ia berjumpa dengan kabilah ‘Amâliq di Mu’ab, salah satu wilayah al-Balqa’, yang menyembah berhala. Mereka menyampaikan kepada ‘Amru bahwa berhala-berhala itu sanggup menurunkan hujan dan pertolongan. 
‘Amru memercayainya. Ia pun meminta satu berhala untuk dibawa pulang. Kabilah ‘Amâliq menyampaikan sebuah berhala berjulukan Hubal. ‘Amru membawa Hubal ke Makkah dan mengenalkannya kepada penduduk. Ia meminta mereka untuk menyembah dan memuja Hubal, si berhala. Penduduk Makkah menuruti perintah ‘Amru, lantaran ia penguasa yang disegani. Sejak itulah, tradisi menuhankan berhala tertanam di penduduk Makkah dan JazIrah ‘Arab. 

LAPAR DATANG, TUHAN PUN DIMAKAN 
Ada kisah menarik terkait sikap jahiliyah bangsa ‘Arab. Suatu hari, Sa’ib bin ‘Abdullah sedang sibuk memahat patung berhala yang akan disembahnya. Tidak berapa lama, patung itu terbentuk. Wujudnya ibarat manusia. Ada kepala, mata, hidung, tangan, dan lainnya. Sa’ib dengan saksama memerhatikan hasil karyanya itu. Lalu, Ia ambil baskom berisi air susu kental. Ia arahkan baskom ke lubang hidung patung dengan maksud semoga susu itu dihirup. Sang patung tentu saja tak akan pernah sanggup menghirup lantaran tak bernyawa. Kemudian, Sa’ib menyiramkan air susu ke tubuh patung. Byur... Byur... Byur... Patung itu lembap kuyup.
Selang beberapa saat, tiba seekor anjing menghampiri patung itu. Hidungnya mengendus-endus seluruh potongan tubuh patung. Lidahnya dijulurkan. Dan apa yang terjadi? Anjing itu menjilati seluruh potongan patung. Setelah puas, anjing tersebut mengangkat satu kakinya dan mengencingi patung yang dijadikan ilahi oleh Sa’ib. 
Lain lagi dengan kaum Bani Hanifah. Patung yang mereka buat bukan dari kayu atau batu, tetapi tepung terigu. Tradisi ini telah berlangsung selama berabad-abad. Sampailah ketika kaum ini diterpa peristiwa kelaparan. Panen gagal. Tak ada lagi pangan yang sanggup dimakan. Yang tersisa hanya tepung terigu yang telah berwujud patung. Karena perut tak sanggup diajak kompromi, mereka pun beramai-ramai memakan patung tersebut. Tak ada rotan, akar pun jadi. Tak ada makanan, ilahi pun jadi, mungkin begitu yang ada di benak mereka. 
Di Jazirab ‘Arab, terdapat banyak rumah berhala khusus. Mereka memuliakannya sama ibarat Ka’bah. Di rumah tersebut, mereka mengadakan persembahan, berthawaf, dan menyembelih binatang kurban. 
Di Jazirah ‘Arab juga berkembang penyembahan pada bintang dan planet. Ritual itu banyak dilakuk an di Hâran, Bahrain, dan beberapa wilayah pedalaman. Di Makkah, ada seorang penyembah bintang berjulukan Abi Kabsyah. Bintang yang disembahnya berjulukan Sya’ra. Ia membuatkan ajarannya di kalangan bangsa Quraisy dan diikuti orang-orang dan kabilah Lukham, Khuzâ’ah, dan sebagian kecil orang Quraisy. 
Selain menyembah berhala, kebiasaan jelek yang lain yaitu bermain judi. Perilaku ini menjadi bag ian dari adat penduduk Makkah, Thâ’if, Shan’â, Hajar, Yatsrib, Dumatul Jandal, dan kota-kota yang lain. Mereka juga biasa meminum khamr (minuman keras). Adat ini biasa dilakukan oleh penduduk kota dan kalangan orang-orang kaya, pejabat, sastrawan, dan seniman. 
Kaum wanitanya juga mempunyai kebiasaan buruk. Dengan Sengaja, mereka keluar rumah dengan memperlihatkan keindahan bentuk tubuhnya. Saat berjalan di depan kaum laki-laki, secara atraktif mereka melenggok-lenggokkan badannya seperti sedang menyampaikan diri. Melihat agresi tersebut, tentu saja mata kaum pria tak berkedip. Kelakuan genit yang tak bermoral itu menjadi tontonan sehari-hari di Makkah. Kaum laki-lak seolah-ojah mendapat pertunjukan gratis dengan agresi tersebut. 

Sisi Positif Bangsa Arab

Lazimnya sebuah bangsa, sebobrok apa pun budaya mereka, niscaya terselip sikap positif. Begitu pula bangsa ‘Arab. Apa saja itu? 
  • Mereka dikenal sebagai bangsa yang jujur dalam perkataan. 
  • Mereka sangat menghormati tamu. 
  • Selalu menepati akad dan tidak pernah mengingkarinya. 
  • Berani, tangguh, pantang menyerah, dan pantang direndahkan. Itulah huruf yang dimiliki bangsa Arab, baik lalci-laki maupun wanita. Hal mi sanggup dilihat dan syair dan kisah-kisah wacana mereka. 
  • Menghormati bulan-bulan (suci) meski mereka sebelumnya banyak berbuat kejahatan. 
  • Haram menikahi ibu atau putri sendiri. 
  • Selalu berkumur setiap ketika dan juga membersihkan hidung. 
  • Bersiwak, beristinja’, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak. 
  • Anak-anak yang pria dikhitan dan yang perempuan dipotong sedikit. 
  • Pencuri mendapat eksekusi potong tangan, potongan kanan. 

 Tradisi Klenik Bangsa Arab
A1-Bahirah : Seekor unta dipotong telinganya. Unta tersebut tak boleh ditunggangi dan diminum susunya.
Al-Ham : Seekor unta yang telah menghasilkan keturunan dalam jumlah tertentu, punggungnya harus dilindungi. Tak boleh dinaiki dan dijadikan kendaraan. Unta tersebut dibiarkan berkembang biak. 
Azlam ; Undian tiga anak panah. Anak panah pertama ditulisi “ya”; anak panah kedua dibubuhi kata “tidak”; anak panah ketiga tanpa goresan pena apa pun. Jika yang keluar anak panah yang ditulisi “ya”, maka mereka akan melangsungkan pekerjaan yang telah direncanakan. Jika yang muncul anak panah yang ditulisi “tidak”, maka mereka akan menunda hingga tahun berikutnya. Namun, bila yang keluar yaitu anak panah yang tidak ada tulisannya, undian akan diulang. 
Thawaf yang salah : Jika tidak ada baju dan pakaian yang halal, mereka berthawaf dalam keadaan telanjang. Kaum perempuan hanya menutup potongan kemaluannya. 
As-Sai’bah : Unta yang diberikan untuk sesembahan mereka sebagai nazar atau maksud lainnya.Unta tersebut tak boleh ditunggangi, tidak boleh diminum susunya, dan dagingnya juga tidak 
boleh dikonsumsi. 
An-Nasi’ : Mengakhirkan bulan Muharram dan Shafar hanya untuk menghalalkan pembunuhan atau perburuan. 
Wukuf yang salah : Para pembesar Makkah berwukuf di Muzdalifah; bukan ‘Arafah. Sementara masyarakat ‘Arab lainnya tetap di ‘Arafah, tak boleh di Muzdalifah. 

Agama-agama di Arab
Di ‘Arab, mayoritas masyarakat ketika itu memeluk agama syirik lantaran menyembah pada berhala. Sebelum itu, sudah ada beberapa agama di ‘Arab, yaitu Yahudi, Masehi, Majusi, dan Shâbi’ah. 
Kedatangan Yahudi disebabkan oleh dua hal. Pertama, mereka pindah ke tanah ‘Arab akhir penaklukkan Bangsa Babilon dan Asyur di Palestina di era Bukhtanashar pada tahun 587 SM. Sebagian mereka melarikan din ke utara Hijaz. 
Kedua, diawali oleh penjajahan Romawi terhadap Palestina pada tahun 70 M. Kaum Yahudi dibinasakan, begitu juga tempat peribadatannya. Mereka pindah ke Hijáz di kawasan Yatsrib, Khaibar, dan Taima’. 
Agama Yahudi masuk ke Yaman dibawa oleh As’ad Abu Karib. Ia membawa dua pemuka Yahudi Bani Quraizhah usai berperang di Yatsrib. Agama Yahudi kemudian berkembang cukup pesat di Yaman. Salah satu pemeluknya yaitu raja Yaman, Dzun Nuwwas. Dia pernah memaksakan agama Yahudi kepada penduduk Najran yang sudah beragama Nasrani. Narnun, penduduk Najran menolak, dan Dzun Nuwwâs pun aben mereka di dalam parit. Beberapa riwayat menyebutkan, kejadian itu terjadi pada tahun 523 M dan menelan korban sekitar 20 ribu hingga 40 ribu orang. 
Peristiwa ini diceritakan dalam al-Q ur’an, Binasa dan terlaknatlah orang—orang yang membuat parit. Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar. Ketika mereka duduk di sekitarnya, sedangkan mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan lantaran orang-orang Mukmin itu beriman kepada Allah yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. (QS. al-Buruj [85]: 4--8) 


OASIS DI PADANG PASIR 

Tak seluruh masyarakat ‘Arab berp erilaku jahiliyah. Di antara mereka ada yang tak hanyut dalam tradisi
menyesatkan. Mereka mi disebut 

orang-orang hanif yang mengikuti 
ajaran nabi Ibrahim secara konsisten sesuai firman Allah, Sesungguhnya 

aku men ghadapkan diriku kepada 

(Tuhan) yang membuat langit 

dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar (HanIfa), dan saya bukanlah termasuk orang-orang yang termasuk mempersekutukan-Nya. 
(QS. aI-An’âm [6]: 79) 
Pada ayat lain, Allah berfirman, 
ibrahim bukanlah seorang YahucJi dan bukan (pula) seorang Nasrani. Akan 
tetapi, ia yaitu seorang yang lurus (HanIfa), lagi berserah din (kepada 
Allah) dan sekali-kalj bukanlah dia 
termasuk golongan orang-orang 
musyrik. (QS. Aij ‘Imrân [3]: 67) 
Siapakah mereka mi yang 
keberadaannya bagai oasis di padang pasir yang gersang? lnilah beberapa di antaranya: Zaid bin ‘Amru bin Nafil, Quss bin Saidah al-lyadi, Umayyah 

bin AbI Shalat, Labid bin RabI’ah alA 

miri al-KilabI al-Ja’fari, dan ‘Abdul 

Muthallib, kakek Rasulullah saw. 

Pada mulanya agama Yahudi yaitu agama tauhid yang diturunkan Allah kepada Bani Israel untuk memuliakan Bani Israel di antara kaum-kaum lain yang satu masa dengan mereka. Namun, mereka melaksanakan penyimpangan dan mencampuradukkannya dengan paganisme. Kitab Taurat diwarnai dengan ungkapan yang tidak pantas unmk Allah. Misalnya, mereka menyampaikan Allah merasa kelelahan pada hari keenam sesudah membuat alam raya. Maka, Dia pun beristirahat pada hari ketujuh (Sabtu). Inilah mengapa bangsa Yahudi mengharamkan diri untuk bekerja pada han Sabtu. 
Mereka juga menulis dalam Taurat yang telah diubah, bahwa Allah yaitu hanya Tuhan bangsa Yahudi. Dia tidak menyukai bangsa lain, lantaran bangsa Israel yaitu bangsa terpilih dan umat-umat 
yang lain laksana domba yang tidak dipedulikan oleh Allah. Mereka juga menghina dan memfitnah nabi-nabi dengan sesuka hati. Mereka menyebut nabi Nuh sebagai pemabuk berat, nabi Luth sebagai insan yang amoral dan keji, nabi Ibrahim pernah menjadi mucikari, nabi Yakub sebagai penipu, dan nabi Isa sebagai anak haram. Bahkan, terhadap nabinya sendiri, nabi Daud, mereka menuduhnya telah berzina dengan istri salah satu panglima perangnya. Oleh lantaran itu, tak heran jikalau mereka sering bertikai dengan pemeluk agama lain. 
Yang paling sering yaitu dengan kaum Nasrani. Pada masa ke-7 M, mereka mengadu domba umat Nasrani Antokia dengan pemimpin Persia, Vokas. Akibatnya, terjadi pembantaian sangat keji terhadap orang-orang Nasrani Antokia. Kaum Yahudi juga membantu bala tentara Persia dalam memerangi umat Nasrani yang ada di Syâm. 
 Sang ayah harus membunuh anaknya dengan cara membenamkan wajah bayi perempuannya itu ke d Kondisi Sosial
Tembok ratapan dan salah seorang Yahudi yang sedang meratap

Bangsa ‘Arab yang ada di Yatsrib (Madinah) termasuk salah satu umat yang pernah mencicipi kesengsaraan hidup akhir ulah orang-orang Yahudi. Kaum Yahudi senantiasa mengobarkan api peperangan antara suku Aus dan Khazraj. Ada juga agama Majusi dan Shâbi’ah. Agama Shâbi’ah berkembang di ‘Iraq, Syâm, dan Yaman. Namun, agama mi mengalami kemunduran sesudah kedatangan beberapa agama gres ibarat Yahudi dan Nasrani. (arR abtqul Makhthzam). 
Sementara Nasrani masuk ke ‘Arab mel alui Yaman yang dibawa oleh orang-orang Habasyah dan Romawi pada tahun 340 M. Kala itu, misionanis Nasrani menyusup ke Yaman untuk membuatkan ajarannya. 
Agama Nasrani kian berkembang pesat sesudah orang-orang habasyah menduduki Yaman dan Abrahah menjadi penguasanya. Abrahah bahkan membangun sebuah gereja di Yaman yang diberi nama: Ka’bah Yaman, untuk menandingi Ka’bah di Makkah. 
Kaum Quraisy sendiri ada beberapa yang memeluk Nasrani, salah satunya Bani As’ad bin ‘Abdul ‘Uzzâ. Mereka mendapat fatwa Nasrani dan bangsa Romawi. Dan salah satu penyebar dan bangsa ‘Arab yang populer yaitu ‘Adi bin ath-Thâ’i. 
Sedangkan, agama Majusi berkembang di kalangan orang-orang ‘Arab yang berdekatan dengan Persia. Majusi juga pernah berkembang di kalangan orang-orang ‘Arab ‘Iraq dan Bahrain serta di wilayah pesisir Teluk ‘Arab.