Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

31 Hikmah adanya Perbuatan Maksiat dan Dosa yang hanya diketahui Allah

Kebanyakan manusia membuka pintu (mencari tahu) hikmah yang terkandung di dalam perintah-perintah dan larangan-larangan Allah SWT. Mereka menyelaminya lalu mengemukakan apa yang terjangkau oleh ilmu mereka. Mereka juga mencari-cari hikmah-Nya setiap penciptaaan Allah SWT pada diri makhluk hidup dan diri mereka sendiri. Mereka lalu memaparkan apa yang terjangkau oleh kekuatan mereka.

Adapun pintu ini (Pintu pengetahuan tentang hikmah Allah dari terjadinya maksiat/'Setiap manusia dijemput kematian di tengah keluarganya, dan maut lebih dekat dari tali sandalnya."), jarang kamu jumpai pembahasan mereka yang memuaskan.

Bagaimana akan dapat mengetahui hikmah pintu makrifat ini, sementara ia adalah orang yang berpendapat bahwa perbuatan-perbuatan manusia tidak diciptakan oleh Allah SWT dan sama sekali tidak timbul dari kehendak-Nya? Bagaimana akan mencari atau mengakui adanya hikmah apabila ia adalah seseorang yang mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan itu adalah ciptaan Allah SWT tetapi perbuatan-perbuatan-Nya tidak mengandung hikmah dan tidak dimasuki oleh laam ta'liil? Kalaupun dijumpai, dia diartikan menjadi laam 'aaqibah, tidak sebagai laam Hllah danghaayah. Tapi bila ada huruf ba” masuk dalam perbuatan-perbuatan-Nya, maka ia diartikan sebagai ba” mushaahabah, bukan sebagai ba" sababiyyah. Apabila kalangan mutakallimin (teolog) menurut masyarakat adalah mereka yang dari kedua kelompok ini, maka masyarakat itu tidak melihat kebenaran keluar dari mereka.

Baca juga Pengertiand an syarat-syarat taubat

Tujuan utama dari pembahasan ini bahwa musyaahadah (menyaksikan, mengakui) hikmah Allah SWT dalam qadha dan qadar-Nya terhadap hamba-hamba-Nya berdasarkan pilihan dan kehendak mereka sendiri. Ini merupakan hal paling rumit dan samar yang diperbincangkan manusia. Dalam hal itu terdapat hikmah- hikmah yang hanya diketahui oleh Tuhan Yang Maha Bijaksana dan Maha Tahu. Kami akan menyinggung sebagiannya. Di antaranya adalah sebagai berikut.




Hikmah Keempat. Allah SWT memberitahu hamba-hamba-Nya tentang kekuasaan-Nya dalam qadha dan qadar, tentang terlaksananya kehendak Tuhan dan berlakunya hikmah Tuhan secara pasti. la juga memberitahu bahwa seorang hamba tidak dapat melarikan diri dari apa yang telah ditakdirkan oleh Tuhannya, ia berada di genggaman tuan dan pemiliknya. Manusia adalah hamba-Nya, anak dari hamba- Nya, ubun-ubun/nyawa mereka berada dalam kekuasaan-Nya. Keputusan-Nya berlaku pada manusia, dan qadha-Nya terhadap manusia sangatlah adil.

Hikmah Kelima. Dia memberitahu hamba-hamba-Nya bahwa mereka membutuhkan penjagaan, pertolongan, dan pemeliharaan Tuhan. Mereka seperti bayi baru lahir yang sangat membutuhkan orang yang menjaga dan memeliharanya. Kalau manusia tidak dijaga dan dipelihara oleh Tuhannya, dia pasti binasa. Sebab setan-setan mengelilinginya dari setiap sisi, untuk mencabik-cabik dan merusak kondisi hidupnya. Apabila Tuhan membiarkan mereka mengurus dirinya sendiri, berarti Dia menyerahkannya kepada kesia-siaan, kelemahan, dosa, dan kesalahan. Jika itu terjadi, berarti kebinasaan manusia memang lebih dekat kepadanya dari tali sandalnya sendiri. Ungkapan dalam bahasa Arab tentang ajal manusia yang dekat dan tak bisa ditolak, seperti kata Abu Bakar ketika tiba di Madinah dan terserang demam, "Setiap manusia dijemput kematian di tengah keluarganya, dan maut lebih dekat dari tali sandalnya."

Para ulama sepakat bahwa taufik adalah kalau Allah SWT tidak menyerahkan seorang hamba kepada dirinya. Mereka sepakat juga bahwa khodzlaan adalah jika Dia membiarkan manusia dan tidak mengurusinya.





Hikmah Kesepuluh. Dia memberitahu hamba-Nya bahwa tidak ada jalan untuk selamat selain dengan maaf dan ampunan-Nya—dan bahwa itu tergantung kepada hak-Nya. Kalau Dia memberi maaf dan ampunan, berarti dia akan selamat; tapi jika tidak, pasti dia celaka. Tidak ada satu makhluk pun yang tidak butuh kepada maaf dan ampunan-Nya, seperti mereka butuh kepada karunia dan rahmat-Nya.

Hikmah Kesebelas. Dia memberitahu hamba akan kemurahan-Nya dengan menerima tobat, mengampuni kezaliman dan kesalahan mereka. Dialah yang telah bermurah hati kepadanya dengan memberi taufik dan ilham untuk bertobat, lalu menerima tobatnya itu. Jadi tobat seorang hamba berada di antara dua tobat. Pertama dari Allah SWT dalam bentuk izin dan taufik kepadanya untuk tobat, dan kedua dari- Nya juga dalam bentuk penerimaan dan ridha. Sungguh, segala kemurahan dan karunia dalam tobat hanya milik-Nya, Tiada Tuhan Selain Dia.

Hikmah Keduabelas. Pemaparan hujjah keadilan-Nya atas hamba adalah agar mereka tahu bahwa Allah SWT punya hujjah atas dirinya.

Hikmah Ketigabelas. Agar seorang hamba memperlakukan sesama manusia— ketika berbuat salah terhadapnya—sama dengan perlakuan yang diharapkannya dari Allah SWT kalau dia berbuat salah atau tergelincir ke dalam dosa.

Sesungguhnya ganjaran itu sepadan dengan amal. Kalau seseorang memberi maaf, maka Allah SWT akan memberinya maaf. Siapa yang mentolerir temannya yang berbuat salah kepadanya, maka Allah SWT juga mentolerir dosanya. Siapa yang mendiamkan dan melupakan kesalahan orang, maka nanti Allah SWT juga melewatkan dosanya tanpa hisab. Sedangkan, orang yang menginvestigasi (menghitung-hitung) kesalahan orang lain, maka Allah SWT juga melakukan hal yang sama.

Jangan lupa tentang seseorang yang dicabut nyawanya lalu ditanya, "Apakah kamu pernah berbuat suatu kebajikan?" Dia menjawab, "Aku tidak tahu." Allah SWT berkata, "Coba ingat-ingat lagi!" Setelah mengingat-ingat ia berucap, "Dahulu aku berjualan barang-barang. Aku menangguhkan (dalam sebuah riwayat: aku suruh para pembantuku untuk menangguhkan) orang yang lapang rezekinya dan aku bebaskan utang orang yang sedang susah." Allah SWT berfirman, "Kami lebih wajib melakukan itu daripada engkau." Maka, Allah SWT tidak menghisabnya.

Jadi, Allah SWT memperlakukan seorang hamba atas dosanya sebagaimana dia memperlakukan manusia atas dosa-dosa mereka. Kalau seorang hamba sudah memahami hal itu, maka ujian dosa atas dirinya mengandung faedah dan hikmah yang paling bermanfaat baginya.

Hikmah Keempatbelas. Apabila dia sudah memahami hal ini, lalu membalas orang yang berbuat salah kepadanya dengan kebaikan, dan tidak balik membalas kejahatan orang dengan kejahatan, maka nanti dia akan mendapat ganjaran seperti perbuatannya itu dari Tuhannya. Tuhan akan membalas dosa orang ini dengan ihsan- Nya, sebagaimana dia membalas kesalahan orang lain kepadanya dengan kebaikan. Allah SWT jelas lebih luas karunia-Nya dan lebih pemurah dalam pemberian. Maka, siapa yang ingin Allah SWT membalas kesalahannya dengan perlakuan baik, hendaknya dia berlaku baik terhadap orang yang berbuat salah terhadapnya. Orang yang sadar bahwa salah dan dosa adalah sifat manusia, tentu tidak akan menganggap berat kesalahan orang terhadapnya. Coba dia renungkan betapa buruk kelakuannya, tapi Tuhan tetap berlaku baik terhadapnya. Kalau dia saja berani berbuat dosa terhadap Tuhannya, maka dia tidak perlu heran kalau orang-orang berbuat seperti itu kepadanya.

Hikmah Kelimabelas. Agar seorang hamba memintakan ampunan untuk orang lain dan berwelas asih kepada mereka. Dengan begitu, sesak dada mereka menjadi longgar. Para pendosa tidak khawatir kalau dia akan berdoa supaya Allah SWT membinasakan dan menimpakan malapetaka atas mereka. Karena dia melihat dirinya bagian dari mereka, maka dia memohon kepada Allah SWT untuk mereka apa yang dimohonnya untuk dirinya sendiri. Kalau dia berdoa agar dirinya mendapat ampunan- Nya, dia menyertakan mereka dalam doanya. Dia mengharapkan untuk mereka lebih baik dari yang diharapkannya untuk dirinya, dan dia mengkhawatirkan atas dirinya azab yang lebih buruk dari yang dikhawatirkannya atas mereka. Ini tentu tidak sama dengan keadaannya sebelum ini. Yaitu, ketika dia memandang mereka dengan mata sebelah, pandangan penghinaan, kebencian, tidak mendoakan dan tidak mengharap keselamatan bagi mereka. Jadi, dosa—bagi orang yang seperti ini—termasuk sebab turunnya rahmat Allah yang paling besar. Di samping itu, dia juga menegakkan perintah Allah SWT di tengah mereka dengan dorongan ketaatan kepada-Nya dan rahmat serta ihsan kepada mereka—sebab itu mengandung maslahat buat mereka. Dia tidak menegakkan perintah Tuhan pada mereka dengan dorongan kekerasan, kekuatan, atau keangkuhannya.


Hikmah Ketujuhbelas. Allah SWT mempunyai bermacam hak ubudiah atas hati manusia. Di antaranya khauf (takut) dan akibatnya yang berupa cinta dan taobat, juga mencari wasilah pendekatan kepada-Nya. Ubudiah-ubudiah ini punya faktor- faktor yang memunculkan dan menggelorakannya. Segala sebab dan faktor yang diadakan oleh Allah SWT untuk hamba-Nya itu merupakan bentuk rahmat-Nya kepada sang hamba. Betapa banyak dosa yang menggelorakan rasa takut, cemas, taobat, cinta, dan itsar pada diri seorang hamba melebihi yang ditimbulkan oleh banyak ibadah. Juga alangkah banyaknya dosa yang menjadi penyebab keistiqamahan seorang hamba, dekat kepada Allah SWT, dan jauh dari jalan kesesatan.

Dia seperti orang yang menderita komplikasi, dan merasa kesehatannya tidak sempurna, menderita berbagai penyakit mematikan yang tidak disadari. Kemudian dia meminum obat yang dapat menghilangkan penyakit-penyakitnya, karena jika penyakit itu terus mendekam di tubuh tentu membuatnya mati. Nah, zat Yang Rahmat dan Kasih-Nya kepada hamba mencapai derajat seperti ini—bahkan lebih—sudah semestinyalah segala cinta dan ketaatan patut dicurahkan kepada-Nya. Jelas Dia patut diingat tidak dilupa, ditaati tidak dimaksiati, dan disyukuri tidak diingkari nikmat-Nya.


Hikmah Kesembilanbelas. Tobat mendatangkan efek yang menakjubkan, berupa maqam bagi orang yang bertobat. Sebuah kedudukan yang tidak tercapai tanpa taobat. Tobat melahirkan cinta, kelembutan hati, syukur atas nikmat-Nya, ridha terhadap keputusan-Nya, dan sebagainya. Karena apabila seorang hamba bertobat, maka Allah SWT pasti akan menerima tobatnya. Kemudian setelah menerima tobatnya itu, Dia mengiringinya dengan berbagai macam nikmat yang dia tidak mengetahui detailnya—hanya saja dia terus berada dan merasakan berkah serta efeknya selama dia tidak merusak atau membatalkan tobatnya.

Hikmah Keduapuluh. Allah SWT senang dan sangat gembira dengan taobat seorang hamba. Sesuai dengan kaidah bahwa ganjaran itu sepadan dengan amal, maka Dia tidak melupakan kegembiraan-Nya akibat taobat nasuha seorang hamba Perhatikanlah bagaimana kamu dapati hati menari dengan gembira sementara kamu tidak tahu apa penyebab kegembiraannya itu. Ini tidak dirasakan kecuali oleh orang yang hatinya hidup. Adapun orang yang hatinya mati hanya merasakan kegembiraan ketika melakukan dosa. Dia tidak merasakan kegembiraan selain itu.

Bandingkan antara kedua kegembiraan ini! Lihatlah berbagai kesedihan dan malapetaka yang mengiringi kegembiraan berbuat dosa! Siapa yang membeli kegembiraan sesaat dengan bencana selamanya? Dan, lihatlah kelapangan dan kenikmatan hidup yang mengiringi kegembiraan melakukan taat dan tobat nashuha Bandingkan antara keduanya lalu pilihlah mana yang cocok dan pas dengan dirimu!

"Masing-masing beramal sesuai dengan tipe dirinya. Dan setiap orang menyenangi apa yang cocok baginya."

Hikmah Keduapuluh Satu. Jika seorang hamba mengingat dosa, maksiat, dan kesalahan yang dilakukannya dalam menunaikan kewajiban kepada Tuhan, dia akan melihat nikmat Tuhannya yang sedikit pun menjadi banyak

Hikmah Keduapuluh Dua. Dosa mendorong pelakunya untuk waspada dan hati-hati terhadap perangkap musuhnya. la menjadi waspada, sadar, juga mengerti dari mana dan kapan maling atau penyamun menyergap. Dia telah siap menghadapi mereka. Dia sudah tahu dengan apa melawan mereka. Seandainya dia lewat di daerah para perampok dengan rasa aman dan percaya tidak ada bahaya, tentu besar kemungkinan para perampok itu akan gampang mempecundanginya karena dia tidak bersiap-siap.

Hikmah Keduapuluh Tiga. Hati tidak mewaspadai musuhnya karena disibukkan oleh urusan-urusannya sendiri. Baru apabila dia terkena anak panah dari musuh, kekuatannya akan terhimpun dan kemarahannya bangkit. Dia pasti menuntut pembalasan jika hatinya merdeka dan mulia—seperti seorang lelaki pemberani jika terluka, tidak ada yang kuat menahan amarahnya. Kamu lihat dia merangsek maju. Sedang hati yang pengecut dan hina, jika terluka, seperti seorang lelaki yang lemah dan hina. Jika terluka, dia lari terbirit-birit meski luka-luka tersebar di tubuhnya. Begitu pula singa kalau terluka tidak ada yang sanggup menahan amukannya.

Jadi, tidak ada nilainya seseorang yang tidak punya keberanian untuk menuntut pembalasan dari musuh besarnya. Karena, tidak ada yang lebih memuaskan hati seseorang selain menuntut balas atas musuhnya dan tidak ada musuh yang lebih besar daripada setan. Kalau hatinya tergolong hati orang-orang gagah yang berlomba mencapai kehormatan, dia akan bersungguh-sungguh dalam menuntut balas dan berusaha membuat musuhnya (setan) marah dan kurus sekurus-kurusnya; seperti diungkapkan seorang salaf, "Orang mukmin itu membuat setannya kurus seperti kalian membuat unta kalian kurus dalam pengembaraan."

Hikmah Keduapuluh Empat. Orang seperti ini bagaikan seorang dokter yang memberikan manfaat kepada orang sakit dalam pengobatan.


Hikmah Keduapuluh Enam. Di antara hikmah Tuhan pada diri manusia adalah ditanamkannya dua kekuatan yaitu syahwat dan ghadhab (amarah).


Hikmah Keduapuluh Delapan. Seorang hamba yang sadar akan dosa-dosanya menyebabkan dia tidak memandang diri punya kelebihan/jasa atas orang lain; sebab dia tahu aib dan dosanya sendiri. Dia tidak merasa lebih baik dari mukmin lain yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, yang mengharamkan apa yang diharamkan Allah SWT dan Rasul-Nya. Apabila ia menyadari dosa-dosa dirinya itu, maka dia tidak akan memandang dirinya berhak mendapat penghormatan dari manusia. Dia tidak akan menuntut mereka memuliakannya, dan tidak akan menyalahkan mereka bila tidak menghormatinya. Di matanya, ia terlalu rendah dan hina untuk dimuliakan hamba-hamba Allah SWT, sampai-sampai dia memandang bahwa orang yang menyalaminya atau dijumpainya dengan wajah tersenyum ramah telah berbuat baik kepadanya dan memberikan apa yang tidak berhak diperolehnya. Sehingga dengan perasaan seperti ini, jiwanya lega, juga membuat orang lain lepas dan aman dari keluhan-keluhannya serta amarahnya kepada sesama.

Lihatlah, betapa nikmat hidupnya, betapa tenang batinnya, dan betapa tenteram jiwanya! Alangkah bedanya dia dengan orang yang senantiasa mencela orang lain, mengeluh kenapa mereka tidak memberikan haknya, tidak menghormatinya. Dia marah, tapi mereka lebih marah lagi kepadanya.

Hikmah Keduapuluh Sembilan. Dosa menyebabkan seseorang tidak melihat aib orang lain dan tidak memikirkannya. Sebab, dia sendiri sibuk dengan aib dan kekurangan dirinya. Beruntunglah orang yang disibukkan oleh aib dirinya sehingga tidak memikirkan aib orang lain. Sebaliknya, celakalah orang yang melupakan aib dirinya dan mengungkit-ungkit aib orang lain. Ini adalah alamat kesengsaraan. Sedangkan, yang pertama adalah alamat kebahagiaan.


Hikmah Ketigapuluh Satu. Kalau dia melihat dirinya bersalah dan durhaka, padahal Tuhannya sangat baik, terus membelanya, dan juga dia amat membutuhkan- Nya, bagaimana orang itu mengharap agar manusia berlaku sesuai dengan keinginannya dan berinteraksi dengan perangai yang baik terus--padahal terhadap Tuhan, ia tidak berperilaku seperti yang diharapkan. Bagaimana dia ingin budaknya, anak, dan istrinya mematuhi segala kehendaknya dan tidak melalaikan kewajiban mereka kepadanya sementara dia tidak seperti itu dalam berhubungan dengan Tuhannya? Hal ini mendorongnya untuk memintakan ampunan buat mereka yang berbuat salah, toleran kepadanya, dan tidak terlalu mempersulit dalam menuntut haknya dari mereka. Buah-buah yang dipetik seorang hamba dari dosa ini merupakan
bentuk rahmat baginya.

Adapun orang yang memetik kebalikan dari yang kami sebutkan, itu berarti tanda celakanya. Juga jadi bukti bahwa karena begitu hina dinanya dia di mata Allah SWT, maka Dia membiarkannya berbuat dosa agar nanti dia membeberkan hujah keadilan-Nya lalu menghukum orang ini sesuai dengan haknya. Bagi orang seperti ini, satu keburukan mendorong timbulnya yang lain sehingga dari satu dosa timbul berbagai bencana yang tidak terbayangkan. Dan yang benar-benar musibah besar adalah dosa yang melahirkan dosa, lalu dari dua dosa itu lahir pula dosa ketiga. Kemudian ketiganya saling menguatkan dan akhirnya menimbulkan dosa keempat, dan begitu seterusnya. Orang yang tidak memiliki kesadaran jiwa (diri) dalam masalah ini akan binasa tanpa disadari.

Jadi, kebaikan mendorong timbulnya kebaikan yang lain, begitu pula keburukan melahirkan keburukan lainnya. Seorang salaf pernah berkata, "Di antara pahala kebaikan adalah timbulnya kebaikan setelahnya, dan di antara hukuman keburukan adalah timbulnya keburukan setelahnya." Hal ini sangat jelas dan mudah dipahami sehingga tidak perlu diperpanjang lebar memaparkan argumen. Wallahul musta'an.

Sumber https://islamiwiki.blogspot.com/