Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Diangkat Menjadi Rasulullah

 Suasana di dalam GuaHira yang begitu sempit dan Diangkat Menjadi Rasulullah
Gua Hira di Jabal Nur : Suasana di dalam GuaHira yang begitu sempit danmembutuhkan usaha untuk hingga di gua ini
     Matahari gres saja terbenam, siang mulai diselimuti malam. Bulan Syaban berganti Ramadhan. Masa kenabian Muhammad kian dekat. Usia anak ‘Abdullâh itu telah 40 tahun. Suatu hari di bulan suci itu, Muhammad bergegas meninggalkan rumahnya dengan membawa perbekalan secukupnya: roti, gandum, dan air minum. Khadijah, istrinya, tidak diajak. Cucu ‘Abdul Muthallib itu pergi sendiri, tanpa seorang pun pendamping. 
     Langkah kakinya begitu mantap meninggalkan rumah. Ke mana Muhammad hendak pergi? Ia menuju Gua Hirâ’, di Jabal Nür, sekitar 2 mil dari Makkah. Gua Hirâ’ merupakan kawasan yang indah, panjangnya 4 hasta (1,8 m) dan lebarnya 1,75 hasta (0,8 m). Di sana, Muhammad menyendiri (berkhalwat), merenungi (tafakur) peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam kehidupannya.                       Muhammad sudah sering melaksanakan itu, terutama di bulan Ramadhan. Tercatat, sudah tiga tahun ia beruzlah (menyendiri) di Gua Hirâ’. 
     Menurut ‘Aisyah, uzlah yaitu salah satu tanda awal kenabian Muhammad. Tanda lainnya yaitu berupa mimpi (ar ru'rah ash shadiqah) ketika tidur yang terus berulang selama enam bulan. 
     Tepat di bulan Ramadhan, pada tahun ketiga Muhammad menyendiri di Gua Hirâ’, malaikat Jibril turun membawa wahyu. Kedatangan Jibril yang tiba-tiba menciptakan Muhammad terkejut. Belum hilang keterkejutannya, malaikat Jibril berkata, “Bacalah!” sambil mendekati Muhammad yang membisu terpaku. 
    “Aku tidak sanggup membaca,” jawab Muhammad. Tubuhnya bergetar hebat. 
    Jibril terus bergerak mendekati Muhammad. Melihat Muhammad yang tidak berdaya, Jibril segera memeluknya. Tubuh Muhammad yang menggigil ditutupi dengan selimut oleh Jibril. Pelukan itu tidak dilepaskan Jibril hingga balasannya Muhammad pulih. 
     Jibril melepas pelukannya dan pribadi berkata kembali, “Bacalah!” 
     “A..a..aku tidak sanggup membaca!” jawab Muhammad. 
    Tubuh Muhammad kembali lemas. Badannya bergetar kuat. Keringat mengucur dan pori-pori tubuhnya. 
   JibrIl memeluk dan menyelimuti Muhammad lagi. Jibril gres melepas pelukannya sesudah Muhammad pulih. 
     Jibril kembali berucap, “Bacalah!” 
    “Aku tidak sanggup membaca!” jawab Muhammad. Jibril pun memeluk dan menyelimuti Muhammad untuk kali ketiga. 
     Setelah Muhammad pulih, Jibril melepas pelukannya sambil berkata, 
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah Menciptakan insan dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kal am. Dia mengajar kepada insan apa yang tidak diketahuinya. (QS. al- ‘Alaq [971: 1 --5) Muhammad melamun kolam patung. Tubuhnya gemetar mendengar kalimat itu. 
     Ia menyimak baik-baik kalimat tersebut dengan susah payah. Hari itu, Senin, tanggal 21 di malam bulan Ramadhan, bertepatan dengan tanggal 10 Agustus tahun 610 M. Usia Muhammad ketika itu 40 tahun, 6 bulan, dan 12 han berdasarkan penanggalan Hijriah, atau sekitar 39 tahun, 3 bulan, dan 20 han berdasarkan kalender Masehi. Malam itu, awal dan masa kenabian Muhammad.

 Suasana di dalam GuaHira yang begitu sempit dan Diangkat Menjadi Rasulullah
Jabal Nur tampak dari beberapa sudut dan Gua Hira kawasan Rasulullah saw mengasingkan diri dan mendapatkan wahyu dari Allah
 Suasana di dalam GuaHira yang begitu sempit dan Diangkat Menjadi Rasulullah
Jabal Nur tampak dari beberapa sudut dan Gua Hira kawasan Rasulullah saw mengasingkan diri dan mendapatkan wahyu dari Allah


Dukungan Khadijah 
     Setelah insiden itu, Rasulullah saw bergegas pulang ke rumah. Setibanya di rumah, Nabi saw segera menemui istrinya, Khadijah binti Khuwailid. 
     “Selimuti aku! Selimuti aku!” 
     Tubuh nabi Muhammad saw menggigil, raut wajahnya ketakutan. Khadijah heran melihat kondisi suaminya. Gerangan apa yang telah terjadi pada dirinya? pikir Khadijah. Tanpa sempat bertanya, Khadijah segera menyelimuti badan suaminya tercinta. Beberapa ketika kemudian, kondisi Rasulullah saw berangsur pulih. Khadijah kemudian bertanya kepada Nabi saw. 
     “Suamiku, apa yang terjadi pada dirimu?” 
    Rasulullah saw kemudian menceritakan apa yang gres saja dialaminya. Rasa takutnya belum juga hilang. 
     “Aku amat khawatir terhadap diriku!kata beliau. 
     Mendengar itu, Khadijah pribadi menyemangati suaminya tercinta. 
    “Sekali-kali tidak! Allah sama sekali tidak akan menghinakanmu! Engkau yaitu penyambung silaturahim, pemikul beban orang yang menerima kesulitan, penyantun orang yang papa, penjamu tamu, serta penolong setiap upaya mcnegakkan kebenaran. 
     Khadijah kemudian berangkat bersama Nabi saw menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdul ‘Uzzâ, sepupu Khadijah. Dia yaitu penganut Katolik yang sanggup menulis dengan bahasa ‘Ibrâni. Bahkan, ia sempat menulis Alkitab ke dalam goresan pena ‘Ibrâni. Usianya telah lanjut dan matanya buta. 
     “Wahai sepupuku! Dengarkanlah dongeng dan kemenakanmu!” kata Khadijah. 
     “Wahai kemenakanku, apa yang engkau lihat?” tanya Waraqah. Lalu Rasulullah saw menceritakan pengalamannya. Waraqah mendengarkan dengan khidmat. 
      “Sungguh, ini sama ibarat aliran yang diturunkan kepada nabi Musa! Andai saja saya masih bugar dan muda pada masa itu! Andai saja saya masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu!” ujar Waraqah sesudah mendengar dongeng Nabi saw. 
     “Benarkah mereka akan mengusirku?” tanya Rasulullah saw penuh keheranan. 
    “Ya, tidak ada seorang pun yang membawa ibarat yang engkau bawa melainkan mereka akan dimusuhi. Jika saya masih hidup pada ketika itu, pasti saya akan membantumu dengan sekuat tenaga.” 
Tidak berapa usang sesudah insiden tadi, Waraqah meninggal. (HR. Bukhâri dan Muslim) 

Hikmah Dukungan Khadijah  
1. Respons Khadjah ketika menyikapi insiden yang menimpa suaminya menawarkan bahwa dirinya yaitu perempuan yang cerdas, berbudi luhur, dan bernurani bersih.
2. Inisiatif Khadijah membawa Muhammad ke Waraqah merupakan pandangan gres dari Allah swt. Ini bukti bahwa yang gres saja diterima Muhammad yaitu wahyu Ilahi.
3. Pandangan Waraqah perihal makna insiden yang dialami Muhammad menjadi bukti keluasan ilmunya. 
Wahyu Terputus 
     Setelah insiden itu, wahyu terhenti untuk waktu yang cukup lama. Menurut DR. Ramadhan Buthi di dalam Fiqhu as— Sirah, Baihaqi berpedlapat bahwa masa terputusnya wahyu yaitu selama enam bulan. Rasulullah saw mencicipi murung yang mendalam, sampai-sampai dia ingin menjatuhkan diri dari atas puncak gunung. Setiap kali dia berusaha mendaki puncak bukit untuk melemparkan tubuhnya, Jibril menampakkan diri dan berkata, “Wahai Muhammad, sungguh, engkau yaitu utusan Allah.”
      Jiwa Rasulullah saw kembali damai dan dia pulang ke rumahnya. Setiap kali wahyu tidak turun dalam waktu yang lama, perasaan ibarat itu kembali mengusik Rasulullah saw. Dia naik ke bukit dan untuk kali kesekian, Jibril menampakkan diri dan menyampaikan hal yang sama. inii dikisahkan oleh Bukhâri di dalam bukunya Kitab at-Ta’bir. Namun, berdasarkan Syaikh al-Albani, riwayat ini dhaif alasannya yaitu hal tersebut tidak masuk nalar dan bertentangan dengan nilai-nilai kesucian serta kemuliaan Nabi saw.

Hikmah Wahyu Terputus 1. Wahyu yang terputus merupakan pelajaran Allah swt semoga Muhammad mencicipi kerinduan unt uk kembali mendapatkan wahyu sesudah mengetahui bahwa dirinya telah diangkat menjadi seorang nabi.
2. Terputusnya wahyu menunj ukkan bahwa wahyu bukan berasal dan diri Muhammad, tetapi dari Allah swt. Logikanya, jikalau wahyu dari Muhammad, mengapa harus terputus? 
 Suasana di dalam GuaHira yang begitu sempit dan Diangkat Menjadi Rasulullah
Cara wahyu diturunkan
Wahyu Kembali Turun
      Masa terputusnya wahyu itu tèlah menghilangkan ketakutan yang dialami oleh Nabi saw dan membuatnya bersemangat untuk kembali mendapatkan wahyu. Rasulullah saw mulai menanti datangnya wahyu. Penantian itu balasannya tiba. Rasulullah saw didatangi Jibril sesudah dia berdiam di Gua Hirâ’ selama sebulan.
     Setelah mengakhiri perenungannya di Gua Hirâ’, Rasulullah saw turun menuju Makkah. Saat berada di suatu lembah, dia mendengar bunyi memanggil namanya. Beliau melihat ke kanan, tetapi tidak menemukan apa-apa; Nabi saw melihat ke kiri, namun tidak melihat apa pun; ketika melihat ke depan dan ke belakang, dia juga tidak melihat apa-apa.
    Rasulullah saw kemudian mendongakkan wajahnya ke langit. Saat itu juga dia terkejut. Tubuhnya melonjak kaget tatkala melihat pemandangan di atasnya. Ternyata, bunyi itu berasal dari malaikat yang dulu mendatanginya di Gua Hirâ’. Malaikat itu tampak duduk di atas dingklik antara langit dan bumi.
    Karena sangat terkejutnya, Nabi saw jatuh pingsan. Tubuhnya terjatuh ke tanah melihat pemandangan tidak terduga itu. Beberapa ketika Muhammad tak sadarkan diri, sebelum balasannya siuman. Setelah sadar, dia bangun dan bergegas pulang mendatangi Khadijah.
     “Selimuti aku! Selimuri aku! Tetesi saya dengan air dingin! Tetesi saya dengan air dingin!” kata Muhammad dengan bunyi bergetar.
     Tanpa banyak tanya, Khadijah segera menyelimuti suaminya. Saat itulah turun wahyu,
     Hai orang yang berselimut, bangunlah, kemudian berilah peringatan! dan agungkanlah Tuhanmu, dan bersihkanlah pakaianmu, dan tinggalkanlah perbuatan dosa (menyembah berhala) (QS. al-Muddatstsir [74]: 1 --5) 
     Peristiwa ini terjadi sebelum shalat diwajibkan, dan sesudah itu wahyu turun secara teratur. (HR. Bukhâri) Ayat-ayat tadi menandai awal mula masa kerasulan Muh ammad saw.

WASIAT RASULULLAH SAW Dan Ibnu ‘Umar ra, RasuIuIah saw bersabda, “Sesungguhnya orang yang terbaik dari kalian yaitu orang yang terbaik (perilakunya) kepada istri-istrinya.” (HR. Ibnu Mâjah) 
 Suasana di dalam GuaHira yang begitu sempit dan Diangkat Menjadi Rasulullah
Hikmah Diangkat Menjadi Rasul