Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dakwah Terbuka

     Tiga tahun berlalu, dakwah masih dilakukan secara sembunyi melalui pendekatan individu. Meskipun demikian, kaum Quraisy telah mulai mengetahui dan mendengar ihwal Islam. Mereka sering menyebut Islam dalam perbincangan sehari-hari. Banyak di antara mereka yang tidak suka. Namun, mereka tidak bertindak apa pun, alasannya ialah Rasulullah saw belum menyinggung ihwal yang kuasa dan agama yang kaum Quraisy sembah. 

     Dakwah secara sembunyi Nabi saw mulai berhasil. Komunitas orang-orang beriman terbentuk. Mereka dipersatukan oleh ikatan persaudaraan (ukhuwah), saling menolong, saling menanggung beban, dan memberikan risalah secara pasti. Komunitas orang-orang beriman telah menempati posisinya sendiri di antara penduduk Makkah, meski masih sangat dini. 

     Seiring dengan itu, turunlah wahyu yang memerintahkan Rasulullah saw unt uk berdakwah secara terang-terangan dan menghadapi kebatilan dengan kebaikan. 

     Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu). (QS. a1-Hijr [15]: 94) 

     Dan berilah peringatan kepada keluarg amu yang terdekat. (QS. asy-Syu’ara’ [26]: 214) 

Mengundang Keluarga Terdekat 
     Rasulullah saw segera mengundang anggota keluarga terdekatnya, Bani Hasyim. Mereka tiba memenuhi permintaan itu. Sekitar 45 orang terkumpul. Di antara mereka terdapat juga Bani al-Muthallib bin ‘Abdu Manâf. Tibalah Nabi saw berbicara. Sorot puluhan mata tertuju padanya. Nam un, dikala Rasulullah saw ingin mulai berbicara, Abu Lahab pribadi memotong ucapan beliau. 

     “Mereka (yang hadir) itu ialah para pamanmu, bawah umur mereka, bicaralah dan tinggalkan perilaku kekanak-kanakan!” Abu Lahab berbicara lantang. Abu Lahab terus berbicara. Nabi saw hanya diam. 
“Ketahuilah bahwa kaummu tidak mempunyai cukup kekuatan untuk melawan seluruh bangsa Arab. Akulah yang berhak membimbingmu. Cukuplah bagimu suku-suku dari pihak bapakmu. Jika engkau berkeras ingin melaksanakan apa yang kini engkau lakukan, akan lebih gampang bagi semua suku Quraisy bersama seluruh bangsa Arab bergerak memusuhimu,” Abu Lahab menggurui Rasulullah saw. 

     Tidak cukup hingga di situ. Abu Lahab bahkan mengeluarkan kata-kata menyakitkan. Ia menghina nabi Muhammad saw. 

     “Aku tidak pernah melihat seseorang yang tiba kepada suku-suku dari pihak bapaknya dengan membawa sesuatu yang lebih buruk daripada apa yang telah engkau bawa.” 

     Rasulullah saw hanya diam. Beliau tidak murka dan tidak takut kepada Abu Lahab. Rasulullah saw justru mengajak mereka untuk mengikuti fatwa Islam. 

     “Alhamdulillah, saya memuji-Nya, meminta pertolongan, beriman, dan bertawakal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuh an melainkan Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya.”

     “Seorang pemimpin tidak mungkin membohongi keluarganya sendiri. Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya! Aku ialah utusan Allah yang tiba kepada kalian secara khusus, dan kepada insan secara umum. Demi Allah! Sungguh kalian akan mengalami kematian sebagaimana kalian ketiduran, dan kalian akan dibangkitkan sebagaimana kalian bangun dari tidur. Kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kalian lakukan. Yang ada hanyalah nirwana yang kekal atau neraka yang abadi.”

     Ajakan itu disambut bangga oleh paman Nabi saw, AbuThâlib.

     “Alangkah senangnya kami membantumu, meñerima nasihatmu, dan sangat membenarkan kata-katamu. Mereka, yang merupakan suku-suku dari pihak bapakmu, telah berkumpul. Aku hanyalah salah satu dari mereka, tapi saya ialah orang yang paling cepat menanggapi apa yang engkau inginkan. Oleh alasannya ialah itu, teruskanlah apa yang telah dipcrintahkan kepadamu.”

     Bahkan, Abu Thâlib memperlihatkan jaminan kepada kemenakannya itu.

     “Demi Allah! Aku masih akan melindungi dan membelamu.”

     Hanya, sang paman tak bisa mengikuti fatwa yang dibawa Nabi saw. Alasannya “Aku tidak mempunyai cukup keberanian untuk meninggalkan agama ‘Abdul Muthallib,” kata Abu Thâlib.

     Respons sebaliknya ditunjukkan Abu Lahab. Ia menentang Rasulullah saw.

     “Demi Allah! ini benar-benar malu besar. Cegahlah Muhammad, sebelum dia berhasil menyeret orang lain!”

     Namun, Abu Thâhib menjawab tegas.

     “Demi Allah! Sungguh, selama kami masih hidup, kami akan tetap membelanya.” Nabi saw berbahagia dengan pernyataan pamannya itu.

     Rasuluhlah saw pun semakin semangat melaksanakan dakwah secara terbuka.

Khutbah di Bukit Shafa
     Di sebuah siang, Rasulullah saw berdiri di Bukit Shafâ. Bukit ini biasa dipakai penduduk Makkah bila hendak mengumumkan hal-hal yang penting. Angin gurun pasir berembus menerbangkan debu. Sebuah teriakan keras dilontarkan Rasulullah saw di bukit tersebut.

     “Yâ. . .Shâbah!” Suara Rasulullah saw memecah keheningan. Nabi Akhir Zaman itu kemudian menyebut nama-nama suku Quraisy satu per satu.

     “Wahai Bani Fihr, wahai Bani ‘Adi, Wahai Bani ‘Abdu Manâf, wahai Bani ‘Abdul Muthallib!”

     Panggilan itu terdengar hingga pelosok Makkah. Shabah ialah kalimat peringatan yang mengabarkan adanya serangan musuh atau insiden besar. Mendengar panggilan itu, penduduk Makkah bertanya-tanya.

      “Siapa yang memanggil-manggil itu?”

     Sebagian mereka mcnjawab bahwa yang memanggil ialah Muhammad. Mereka pun berbondong-bondong tiba ke Bukit Shafâ, termasuk Abu Lahab. Karena menduga akan ada pengumuman penting, seluruh penduduk Makkah pergi ke Bukit Shafâ. Bahkan, mereka yang berhalangan hadir mengirimkan utusan untuk melihat apa yang terjadi.

     Dalam waktu singkat, orang-orang berkumpul. Rasulullah saw kemudian membuka percakapan dengan sebuah pertanyaan, “Bagaimanakah berdasarkan pendapat kalian, kalau saya memberi tahu kalian bahwa ada segerombolan pasukan berkuda di lembah sana, yang ingin menyerang kalian, apakah kalian akan memercayaiku?” tanya Nabi saw dengan lantang.

“Ya! Kami tidak pernah tahu dan dirimu selain kejujuran,” mereka menjawab serempak.

“Sesungguhnya saya ialah pemberi peri ngatan kepada kahian ihwal adanya azab


SIFAT RASULULLAH SAW TABLIGH
     Tabligh mempunyai arti memberikan wahyu kepada umatnya. Sifat ini terkait dengan sifat amanah, yang tidak akan berbuat curang dalam memberikan fatwa Allah swt kepada umat. Dengan demikian, Nabi dan Rasul tidak mungkin Kitmân (menyembunyikan wahyu).
     Maksud dari sifat ini, Nabi dan Rasul akan selalu memberikan wahyu, apa pun ancaman yang tiba kepada mereka. Kita barangkali telah pernah dan sering mendengar kisah nabi Ibrahim yang dibakar, kemudian nabi Yahya yang dibunuh, bahkan Rasulullah saw sendiri diancam akan dibunuh dan mendapat perlakuan diasingkan oleh kaumnya.
     Hal ini menjelaskan bahwa kiprah Nabi dan Rasul sangatlah berat. Namun, mereka tidak akan menganggap berat, alasannya ialah mereka selalu yakin bahwa Allah swt akan senantiasa membantu mereka. 


yang amat pedih. Aku laksana seorang pem antau musuh yang melihat musuh dari daerah yang tinggi, kemudian memberitahukan kepada semua orang semoga mereka tidak diserang secara tiba-tiba,” lanjut Nabi saw. Rasulullah saw mengajak mereka pada kebenaran, dan memberi peringatan ihwal azab Allah.

     “Wahai kaum Quraisy...! Belilah diri kalian dari Allah! Selamatkanlah diri kalian dari api neraka, alasannya ialah gotong royong saya tidak sanggup memperlihatkan manfaat dan mudharat apa pun di sisi Allah, dan saya tak bisa memperlihatkan pembelaan untuk kalian.”

     “Wahai orang-orang Bani Qushai. Selamatkan diri kalian dari api neraka! Sesungguhnya saya tidak sanggup memperlihatkan mudharat dan manfaat.”

“Wahai orang-orang Bani ‘Abdu Manâf, selamatkanlah diri kalian dari api neraka, alasannya ialah gotong royong saya tidak sanggup memperlihatkan mudharat dan manfaat. Aku tidak sanggup memperlihatkan santunan apa pun di sisi Allah.”

     “Wahai Bani ‘Abdu Syams, selamatkanlah diri kalian dari api neraka! Wahai Bani Hâsyim, selamatkanlah diri kahian dari api neraka!”

     “Wahai Shafiyyah binti ‘Abdul Muthallib, bibiku, saya tidak sanggup memperlihatkan perhindungan apa pun di sisi Allah.”

     “Wahai Fâthimah binti Muhammad, selamatkanlah dirimu dari api neraka, alasannya ialah gotong royong saya tidak sanggup memperlihatkan mudharat dan manfaat. Aku tidak sanggup memperlihatkan santunan apa pun di sisi Allah. Hanya, saya mempunyai hubungan silaturahim dengan kalian yang akan saya gunakan sesuai haknya.”

     Setelah peringatan itu, orang-orang pergi berpencar. Mereka tidak memperlihatkan reaksi apa pun, kecuali Abu Lahab yang menghadang Rasulullah saw dengan kata-kata kasar.

     “Celakalah kamu sepanjang hari ini! Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?” kata Aut Lahab. Rasulullah saw tidak menjawab perkataan berangasan Abu Lahab alasannya ialah Allah yang pribadi menjawabnya melalui firman-Nya:

     Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sungguh dia akan binasa. (QS. al-Lahab [111]: 1) 

     Peristiwa Bukit Shafâ segera menyebar ke seluruh penjuru Makkah. Kalimat sangat tegas dan Rasulullah saw menjadi pembicaraan hangat. Makkah heboh. Allah kemudian menurunkan ayat-Nya:

     Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan, segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (QS. al Hijr [15]: 94) 

     Mulailah Rasulullah saw berdakw ah secara terbuka. Nabi saw membacakan firman Allah kepada penduduk Makkah.

     Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Kalian tidak mempunyai Tuhan selain (daripada)-Nya. (QS. al-A’raf[7]: 59) 

     Nabi saw juga mulai memperlihatkan cara beribadahnya di hadapan semua orang. Rasulullah saw mendirikan shalat di halaman Ka’bah pada siang hari secara terang-terangan. Dakwah yang Rasulullah saw lakukan itu semakin mendapat sambutan, sehingga orang-orang mulai masuk agama Allah.

     Mereka yang telah masuk Islam itu sering mendapat ujian yang tidak mudah. Salah satunya ialah pertengkaran antara mereka dan anggota keluarga yang belum memeluk Islam. Di antara mereka saling membenci dan menjauhi satu sama lain. Mereka saling bermusuhan.

     Di lain sisi, berkembangnya Islam menciptakan Quraisy Makkah sakit hati, mereka berang kepada Muhammad saw dan agama Islam. Pemeluk Islam yang kian banyak menciptakan mereka khawatir akan tersisihkan.

     Fase-fase dakwah Islam mulai memasuki tahapan berat. Berbagai rintangan dan hadangan tiba bagai gelombang. Hinaan, cacian, hingga teror fisik menjadi “teman akrab” Rasulullah saw dan para sahabat. Namun, mereka tak mundur sedikit pun demi tegaknya Islam di bumi Allah.

Hikmah Dakwah Terbuka
     Suku Quraisy dan Bangsa ‘Arab terkejut ketika Rasuluilah saw memberikan dakwah Islam secara terbuka. Ini menjadi tanggapan telak bagi orang-orang yang berusaha menyamakan syariat Islam sebagai nasionalisme Arab dan budaya ‘Arab. Karena, kalau syariat Islam ialah budaya ‘Arab, niscaya mereka tidak akan pernah terkejut.
     Mengapa Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk memberi peringatan kepada keluarga dan kerabat dekatnya? ini adaiah arahan tingkatan tanggung jawab. Tingkat tanggung jawab yang paling pertama ialah tanggung jawab seseorang terhadap dirinya. Selanjutnya, seseorang terhadap keluarga dan kerabat dekatnya. Tingkat ketiga ialah tanggung jawab seorang ‘alim (berilmu) pada kampung atau negerinya dan tanggung jawab seorang penguasa terhadap negara dan rakyatnya.
     Rasulullah saw mencela kaumnya alasannya ialah menjadi tawanan tradisi nenek moyang, tanpa berpikir lagi ihwal baik dan buruk. Rasulullah saw mengajak mereka untuk membebaskan kebijaksanaan dari belenggu taklid dan fanatisme atas tradisi yang tidak bertumpu pada kebijaksanaan sehat. Agama ini bertumpu di atas kebijaksanaan dan logika. Karena itu, syarat terpenting dalam memercayai keberadaan Allah dan masalah-masaiah dogma yang lain yaitu kepercayaan harus didasarkan pada keyakinan dan pemikiran yang bebas tanpa dipengaruhi oleh kebiasaan atau tradisi. 


 dakwah masih dilakukan secara sembunyi melalui pendekatan individu Dakwah Terbuka
Jubah Fathimah yang tersimpan di Topkapi Palace Museum,
Istanbul, Turki