Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berunding Dengan Bubuk Thalib

     Dakwah Islam yang mulai terbuka menciptakan cemas kaum Quraisy. Mereka tak mengira Rasulullah saw kian banyak menerima pengikut. Setiap hari, jumlahnya semakin bertambah. Jika ini dibiarkan, maka akan sangat mengancam keberadaan kaum Quraisy. Rasa cemas mereka kian menjadi-jadi lantaran Rasulullah saw dilindungi oleh Abu Thâlib. Hingga jadinya lahir wangsit untuk berunding dengan Abu Thâlib biar dakwah Islam dihentikan. 

     Suatu hari, sekelompok darah biru Quraisy menghadap Abu Thâlib. Dialog pun terjadi. 

     “Wahai Abü Thâlib! Keponakanmu sungguh telah mencaci tuhan-tuhan kita, mencela agama kita, membuyarkan harapan kita, dan menganggap sesat nenek moyang kira,” kata para pemimpin Quraisy. 
“Oleh alasannya yaitu itu,” lanjut mereka, “Engkau hanya punya dua pilihan: mencegahnya atau membiarkan kami dan dia menuntaskan urusan ini. Kondisimu sama dengan kami, tak sependapat dengannya. Karenanya, kami berharap sanggup mengandalkanmu untuk menaklukkannya.” 

     Abü Thâlib kemudian berkata kepada mereka dengan tutur kata lembut, halus, dan sopan. Setelah itu, mereka jadinya undur diri sementara Rasulullah saw tetap melaksanakan kegiatannya mirip biasa, mengembangkan agama Allah dan mengajak insan kepada-Nya. (Ibnu Hisyâm)

Rasulullah disebut Gila 
     Khutbah Rasulullah saw di atas Bukit Shafâ dan kegagalan membujuk Abü Thalib telah menciptakan gusar kaum Quraisy. Mereka makin resah lantaran banyak penduduk Makkah yang terpengaruh. 

     Kerisauan mereka kian bertambah menjelang datangnya ekspresi dominan haji. Delegasi dan negeri-negeri ‘Arab akan tiba ke Makkah. Oleh alasannya yaitu itu, mereka merasa penlu menciptakan perjanjian kepada semua delegasi dan Jazirah ‘Arab perihal Muhammad, biar dakwahnya tidak memengaruhi mereka. 

     Rumah Walid bin Mughirah menjadi awal dari hari-hari yang penuh duri di dalam kehidupan Muhammad saw. Di rumah itu diadakan pertemuan. Tamu yang tiba yaitu para pembesar. 

     Agendanya yaitu membicarakan suatu pernyataan yang sempurna dan disepakati untuk disampaikan kepada jamaah haji guna menghambat dakwah nabi Muhammad saw. 

     Walid, sang tuan rumah, membuka pertemuan. “Satukan pendapat mengenai Muhammad, dan jangan berselisih yang menciptakan sebagian kalian mendustakan pendapat yang lain dan sebagian lagi menolak pendapat sebagian yang lain.” 

     “Ceritakan pendapatmu yang sanggup kami jadikan acuan!” kara mereka yang ikut rapat. 

    “Justru kalian yang harus mengemukakan pendapat kalian, biar saya mendengarnya terlebih dulu,” ujar Walid. 

     “Kita katakan, Muhammad yaitu seorang dukun,” jawab para pembesar Quraisy. 

     “Tidak!” kata WalId tidak setuju. 

    “Demi Allah, dia bukanlah seorang dukun. Kita tahu apa yang dibaca dan bagaimana kondisi seorang dukun. Namun, apa yang dikatakan Muhammad tidak sama mirip komat-kamit ataupun mantra para dukun.” 

     Para tamu terdiam. Sejenak kemudian mereka kembali bersuara. “Kita katakan saja, dia (Muhammad) orang gila.” 

     Waild lagi-lagi tidak sependapat. 

     “Tidak! Demi Allah! Dia bukan orang gila. Kita mengetahui apa itu ajaib dan telah mengenal ciri-cirinya, sedangkan apa yang dikatakan oleh Muhammad tidak termasuk gejala gila.” 

     “Kalau begitu, kita katakan saja dia yaitu seorang penyair,” usul para pembesar Quraisy. 

     “Dia bukan seorang penyair. Kita telah mengenal semua bentuk syair: rajaz, hazaj, qaridh, maqbudh, dan mabsuth, sedangkan yang dikatakannya bukanlah syair,” jawab Walid. 

     Para tamu yang hadir bingung. Apalagi yang harus diucapkan untuk menghina Muhammad.

     “Kalau begitu, dia yaitu tukang sihir. 

     Walid menjawab, “Dia bukan tukang sihir. Kita telah melihat para tukang sihir dan jenis-jenis sihir mereka, sedangkan yang Muhammad katakan bukan jenis nafis (hembusan) pada ‘uqad (buhul-buhul) tukang sihir.” 

     “Kalau begitu, apa yang harus kita katakan?” tanya mereka penuh kebingungan. 

     “Demi Allah! Ucapan yang Muhammad katakan itu sangat manis, dan punya daya magis lantaran indahnya. Akarnya ibarat 

MUHAMMAD ABTAR 
    Berbagai cara dilakukan kaum Quraisy untuk menghambat dakwah. Salah satunya dengan menghina Nabi saw sebagai Muhammad Abtar (tidak bisa mempunyai keturunan) sesudah ‘Abdullâh meninggal. Hinaan itu menciptakan Khadijah sedih. Julukan itu mirip menyinggung dirinya yang tidak bisa melahirkan lagi dikarenakan telah lanjut usia. Hatinya tersayat-sayat. Tangis menghiasi wajah Khadijah. Hingga akhirnya, turun surah al-Kautsar untuk meringankan kesedihan Khadijah,
    Sesungguhnya Kami telah menunjukkan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat lantaran Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus. (QS. aI-Kautsar [108]: 1--3) 

tandan anggur dan cabangnya menyerupai pohon rindang. Kalian tidak akan merangkai sesuatu pun yang mirip dengannya melainkan akan diketahui celanya. Sesungguhnya, pendapat yang lebih cocok mengenai Muhammad yaitu dengan menyampaikan bahwa dia yaitu tukang sihir yang mengarang mantra yang sanggup memisahkan seseorang dan bapaknya, saudaranya, dan pasangannya,” jawab Walid. (Ibnu Hisyâm) 

    Sebagian riwayat menyampaikan bahwa dikala Walid menolak proposal yang dilontarkan kaumnya, kemudian mereka berkata kepada Walid. 

     “Kalau begitu, sampaikan pendapat engkau yang tak sanggup kami bantah lagi.” 

     “Beri saya waktu sebentar untuk mem ikirkannya,” Walid. 

     Dia kemudian memutar otaknya untuk mencari julukan yang sempurna untuk Muhammad, hingga jadinya muncul sebutan sebagai tukang sihir. (Fi Zhilalil-Qur’an) 

     Usul Walid disepakati para pembesar Quraisy. Aksi jahat mereka segera dilakukan. Saat ekspresi dominan haji tiba, mereka duduk di jalan-jalan yang dilewati para jamaah haji dan delegasi dari penjuru negeri Arab. Kepada setiap orang yang melintas, mereka mem itnah Rasulullah saw. (Ibnu Hisyâm) 

     “Muhammad rnkang sihir!” 
     “Muhammad pengarang mantra!” 
     “Muhammad pendusta!” 
     “Muhammad gila!” 

     Mereka tenus menghina dan memfitnah Nabi saw. Kata-kata mereka kasar dan menyakitkan. Rasulullah saw tidak mundur, meski selangkah, walau ia disebut gila. Nabi saw justru kian ulet berdakwah. Rasulullah saw membuntuti setiap orang yang tiba dan lewat di hadapannya hingga ke rumah mereka. Beliau melaksanakan itu di pasar ‘Ukazh, Majinnah, dan Dzul Majaz, mengajak mereka ke jalan Allah. 

     Apa yang dilakukan Rasulullah saw tidak lepas dari pantauan Abu Lahab. Ke mana Muhammad saw melangkah, maka akan selalu ada Abu Lahab di dekatnya. Setiap kali Nabi saw mengajak orang untuk mcngikuti aliran Islam, Abu Lahab eksklusif memotongnya. 

     “Jangan kalian taati dia, lantaran dia yaitu seorang yang mengikuti syariat nabi-nabi terdahulu, atau penyembah bintang atau dewa-dewa, dia yaitu seorang pendusta.” 

     Abu Lahab tidak saja mendustakan Rasulullah saw, tapi dia juga melempari ia dengan kerikil hingga kedua tumit Nabi saw berdarah. (Kanzul ‘Ummal

     Begitulah perlakuan Abu Lahab terhadap Rasulullah saw, padahal dia yaitu paman beliau, rumahnya berdampingan dengan rumah Rasulullah saw. Ibnu Ishaq berkata, “Mereka yang selalu mengganggu Rasulullah dikala ia berada di rumah yaitu Abü Lahab, Hakam bin Abi al-’Ash bin Umayyah, ‘Uqbah bin Abi Mu’ith, ‘Adi bin Hamra’ ats-Tsaqafi, dan Ibnu Ashda’ al Hazali.

     Semuanya yaitu tetangga-tctangga beliau, tapi tidak seorang pun di antara mereka yang masuk Islam, kecuali Hakam bin Abi al-’Ash. (Mustadrak, Hâkim) 

Dua Anak Perempuan Nabi saw Dicerai 
     Setelah semua yang dilakukan Quraisy tidak kuat sedikit pun, Abu Lahab kemudian memerintahkan kedua anak laki lakinya--yang merupakan para suami dari dua anak perempuan Nabi saw: Ruqayyah dan Ummu Kultsüm--untuk menjatuhkan talak. Setelah tragedi itu, Ruqayyah diperistri ‘Utsmân bin ‘Affân, sedangkan Ummu Kultsum yang telah berumur tidak menikah lagi. 

     Meski demikian, Nabi saw sama sekali tidak pernah putus asa. Bahkan, ia mengajak Abü Lahab untuk masuk Islam. Abü Lahab menolak seruan Nabi saw dengan mengatakan, “Wahai Muhammad, apakah engkau ingin biar saya bcrsaksi di hadapan Tuhanmu bahwa engkau telah memberikan risalah?” Akhirnya Nabi saw menyingkir pergi meninggalkan Aba Lahab. 

     Sepeninggal Rasulullah saw, Abü Lahab berkata kepada para sahabatnya. 

     “Aku tahu bahwa bahwasanya dia berada di jalan yang benar.” Akan tetapi, dia tetap memusuhi Rasulullah saw meski hati kecilnya mengakui kebenaran Rasulullah saw dan Islam, 

Kampanye Kebohongan 
     Kaum Quraisy tidak menyerah. Mereka berjuang keras untuk menghambat laju dakwah Nabi, seribu satu cara mereka rancang. Ketika kaum Quraisy menuntaskan ritual haji, mereka segera memikirkan cara-cara yang akan dipakai untuk menghalangi dakwah Islam. Salah satunya dengan menggencarkan kampanye kebohongan. 

     Mereka telah banyak melaksanakan kebohongan dengan bermacam-macam jenis dan seninya. Mereka selalu berkata wacana alQ ur’an mirip yang Allah abadikan dalam firman-Nya, 

     Bahkan, mereka berkata (pula), (al Qur’an itu adalah) mimpi-mimpi yang kacau, atau hasil rekayasanya Muhammad, bahkan dia sendiri seorang penyair, maka hendaknya dia mendatangkan kepada kita suatu mukjizat, sebagaimana rasul-rasul terdahulu. (QS. al-Anbiya’[21]: 5) 

     Mereka menyampaikan bahwa al-Qur’an yaitu mimpi Muhammad di malam hari yang dibacakan pada siang hari. Mereka juga menyampaikan bahwa al-Qur’an itu diciptakan oleh Rasulullah saw. 

     Allah berfirman, 

     Dan orang-orang kafir berkata, ‘4l- Qur’an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-ada kan oleh Muhammad dan dia dibantu oleh kaum yang lain... “(QS. al Furqan [25]: 4) 

     Mereka juga menyampaikan bahwa al Qur’an yaitu aliran insan yang diajarkan kepada Muhammad. Allah merekam hal ini dalam al-Qur’an, 

     Sesungguhnya al-Qur’an itu diajarkan oleh seorang insan kepadanya (Muhammad). (QS. an-Nahl [16]: 103) 

    Mereka juga sering menyampaikan bahwa Muhammad telah bekerja sama dengan teman-temannya dalam menciptakan al-Qur’an. 

     Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang. (QS. al-Furqân [25]: 5) 

     Terkadang mereka mengatakan, “Sesungguhnya, dia mempunyai jin atau setan dan turun kepadanya sebagaimana turunnya jin dan setan atas para dukun.” Maka Allah menunjukkan jawaban kepada mereka dengan firman-Nya, 

     Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun pada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa. (QS. asy-Syu’ara’ [26]: 221--222) 

     Kedua ayat ini menjelaskan bahwa setan-setan itu turun kepada orang-orang pendusta dan cecunguk yang berlumuran dosa. 

     Kadang kala, mereka menyampaikan bahwa Nabi saw telah gila. Dia mengkhayalkan makna-makna, kemudian dia bentuk dalam kalimat yang sangat indah sebagaimana dilakukan para penyair. Tentang tuduhan ini pun, Allah menunjukkan jawaban dalam firman-Nya, 

     Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kau melihat mereka mengembara di tiap-tiap lembah, dan mereka suka menyampaikan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)? (QS. asyS yu’ara’ [26]: 224--226) 

     Itulah tiga ciri yang ada pada para penyair, yang tidak satu pun terdapat di dalam diri Rasulullah saw. Orang-orang yang mengikutinya yaitu yang menerima petunjuk. Mereka mempunyai kesalehan moral dan perilaku. 

     Rasulullah saw pun tidak mengembara ke lembah-lembah sebagaimana para penyair. Sebaliknya, Rasulullah saw berdakwah mengajak insan untuk menyembah Allah Yang Maha Esa, mengajak pada satu agama. Dia tidak menyampaikan kecuali yang dia lakukan, tidak mcngcrjakan sesuatu kecuali yang dia katakan. Maka bagaimana mungkin dia dikatakan sebagai seorang penyair? 

Dakwah Islam yang mulai terbuka menciptakan cemas kaum Quraisy Berunding Dengan Abu Thalib
Ayat-ayat al Qur'an yang ditulis pada masa Utsman bin Affan yang tersimpan di Topkapi Palace Museum,Istanbul Turki
Menghalangi Belajar Al-Qur'an
     Orang-orang musyrik juga menghalangi insan untuk tidak sanggup mendengarkan dan mengkaji al-Qur’an. Mereka mengusir orang-orang yang mau mendengarkan al-Qur’an. Mereka bernyanyi- nyanyi bila melihat Rasulullah saw shalat atau membaca al-Qur’an di depan Ka’bah.

     Dan orang-orang yang kafir berkata, ‘janganlah kau mendengar dengan sungguh-sungguh akan al-Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, biar kau sanggup mengalahkan (mereka).              (QS. Fushshilat [41]: 26) 

     Intimidasi ini terus dilakukan hingga Rasulullah saw tidak sanggup membaca al-Qur’an di tengah-tengah mereka, kecuali pada final tahun kelima masa kenabian. Itu pun ia lakukan secara spontan, tanpa mcreka sadari. 

    Kemudian, untuk melawan firman-firman Allah yang dibacakan, kaum Quraisy merancang taktik khusus dengan mengumpulkan kisah-kisah masa kemudian sebagai tandingan. Mereka mengutus Nadhar bin Hârits ke Hirah. Di sana ia berguru dongeng wacana raja-raja Persia, Rustum, dan Asvandiar. Bila Rasulullah saw usai berwasiat dan mengingatkan insan akan Hari Pembalasan, Nadhar berbicara kepada orang-orang, 

     “Demi Allah! Ucapan Muhammad itu tidaklah lebih baik daripada ucapanku mi.” 

     Dia kemudian mengisahkan kepada mereka dongeng raja-raja Persia, Rustum, dan Asvandiar. Setelah itu, dia mengoceh, “Kalau begitu, bagaimana bisa ucapan Muhammad itu lebih cantik daripada ucapanku ini?” (Ibnu Hisyâm) 

     Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu ‘Abbâs disebutkan bahwa Nadhar membeli seorang budak perempuan. Setiap dia mendengar ada seseorang yang tertarik dengan Islam, dia segera membawa orang itu kepada budak perempuannya. Lalu dia berkata kepada budak perempuannya.

     “Beri dia makan, minum, dan penuhi kebutuhannya! ini yaitu lebih baik daripada apa yang diajak oleh Muhammad kepadamu.” 

Allah kemudian menurunkan firman-Nya: 

     Dan di antara insan (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak mempunyai kegunaan untuk menyesatkan (manusia) dan jalan Allah.... (QS. Luqman [31]: 6) 

KOTORAN DAN DURI DI RUMAH NABI SAW
     Rasulullah saw tampak bersiap keluar rumah. Hari itu, Nabi saw akan pergi ke Ka’bah, bertemu dengan Abu Bakar. Setelah pamit dengan Khadijah, Rasulullah saw bergegas menuju pintu rumah.
     Wajahnya terkejut sesaat sesudah pintu terkuak. Tepat di depan rumahnya, awut-awutan kotoran dan duri. Beliau tidak marah. Manusia pilihan itu tidak mengeluh dan berteriak memaki-maki.
     Dengan lembut, Muhammad saw berkata, “Bagaimana perlakuan tetangga ini ?“

     Siapakah pelaku perbuatan tak pantas itu? ia yaitu Ummu Jamil, istri Abu Lahab. Ia menjadi salah satu orang yang tak kenal lelah meneror Rasulullah saw. Pernah, suatu dikala ia mencari Rasulullah saw dengan membawa kerikil besar di tangannya sesudah mendengar ada ayat-ayat al-Qur’an yang mengisahkan wacana dirinya dan suaminya.
     “Di mana Muhammad? Di mana Muhammad?” teriaknya kepada setiap orang yang ditemui sepanjang jalan.
     “Muhammad ada di Ka’bah bersama Abu Bakar,” kata seseorang kepada Ummu Jamil.
    Ia segera mengayunkan langkah menuju Ka’bah. Sorot matanya tajam. Bara api amarah begitu menggelora di dalam jiwanya. Saat tiba di Ka’bah, Ia bertemu dengan Abu Bakar.
     “Di mana sahabatmu itu?” kata Ummu Jamil dengan napas terengah-engah.
     Abu Bakar heran mendengar pertanyaan itu. Apa yang terjadi pada diri orang ini, pikir Abu Bakar. Tidakkah perempuan ini melihat bahwa Nabi saw jelas-jelas sedang duduk di samping dirinya.
     Belum sempat Abü Bakar menjawab, Ummu Jamil lantas berkata, “Dia menciptakan syair tentangku, saya pun bisa menciptakan syair tentangnya.”
     Yang tercela, kami menentangnya.. Perintahnya, kami abaikan.. Agamanya, kami benci..
     Syair itu menciptakan orang Quraisy memanggil Nabi saw dengan sebutan “yang tercela”. Para sahabat Nabi saw sangat malu, tetapi ia menenangkan mereka.
     “Biarkanlah. Karena bahwasanya yang mereka caci yaitu yang tercela, sedangkan saya yaitu Muhammad (Yang terpuji).”
     Setelah Ummu Jamil berlalu, Abu Bakar bentanya, “Wahai Rasulullah, engkau melihat bahwa dia tidak sanggup melihatmu?”
“Dia tidak sanggup melihatku. Allah telah membutakan pandangannya,” jawab Rasulullah saw.