Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Seni Rupa Dan Musik Pada Zaman Umaiyah, Lengkap!

1.    
 ketika ini kita membahas wacana seni rupa dan musik pada zaman umaiyah   SENI RUPA DAN MUSIK PADA ZAMAN UMAIYAH, Lengkap!
www.sejarahislamarab.blogspot.com
belajar sejarah islam, ketika ini kita membahas wacana seni rupa dan musik pada zaman umaiyah. dan ini merupakan kelanjutan dari pembahasan arsitektur pada zaman muawiyah maka sebagai berikut. Zaman bani Umayyah kebanyakan teolog Islam menyatakan bahwa melukiskan insan dan hewan  merupakan hak prerogratif Tuhan,  dan menganggap orang yang melaksanakan batasan itu sebagai penghina Agama, dan larangan untuk menyembah berhala.
Karena hal tersebut, tidak ada  satupun gambar insan yang ditemukan di dalam masjid, tapi di dalam beberapa kesempatan kita dapat menemukannya di dalam sebuah istana dan beberapa karya tulis. Hampir semua motif hiasan dalam Islam memakai motif tumbuhan atau garis-garis geometris.
Apa yang kita sebut sebagai seni rupaIslam yaitu unsur adonan dari banyak sekali sumber, motif dan gaya, yang kebanyakan merupakan hasil kejeniusan artistik masyarakat taklukan yang berkembang  di bawah kekuasaan Islam, dan diubahsuaikan dengan tuntutan agama Islam.
Gambaran Paling awal dari seni Rupa Islam yaitu lukisan di Qushayr ‘amrah, yang menampilkan karya para pelukis kristen. Pada dinding-dinding kawasan peristirahatan dan pemandian Al Walid I di Transyordania.[1]
Mengenai perkembangan lagu dan Nyanyian, dapat dikatakan bahwa pada Masa Pra Islam, orang Arab memilki bermacam-macam jenis lagu : kemenangan, perang, keagamaan,  dan cinta. Jejak-jejak hymne keagamaan primitif masih terlihat dalam talbiyyah ritual haji. Insyad, atau mendendangkan puisi, terlihat dalam melagukan (Tajwid) Al_Qur’an. Namun lagu kafilah, Huda, merupakan lagu yang paling disukai dan, menurur mereka , merupakan jenis lagu yang pertama kali muncul.
Generasi pertama Biduan Islam dipelopori oleh Thuways,  terdiri atas orang-oranf permisif. Tuways mempunyai banyak murid, yang paling populer diantaranya Ibn Surayj (634-726), yang dipandang sebagai salah satu penyanyi terbesar Islam. Sa’id, musisi pertama makkah dan mungkin yang terbesar pada dinasti umayyah, diriwayatkan telah melaksanakan perjalanan ke suriah dan persia, dan menjadi orang pertama yang menerjemahkan lagu-lagu bizantium dan persia ke bahasa Arab. Ia juga merupakan orang pertama yang menyusun secara sistematis teori dan musik Arab pada masa-masa klasik. Selain itu ada dua orang pemain perkusi Arab yang  sangat populer yaitu ibn Muhriz (w. 715) dan Ma’bad (w.743).[2]
Konser-konser dan pementasan musik mewah yang diadakan di rumah-rumah istri para aristokrat telah menarik banyak peminat seni.  Di masa ini banyak sekali alat musik model usang sudah digantikan alat-alat yang lebih maju.
Di masa Umayyah ini ada satu kitab bait-bait lagu  yang paling di kenal yaitu kitab Agh>ani>, yang selalu dinyanyikan dengan disertai dengan iringan musik. [3]
Dengan demikian, pada masa dinasti umayyah, mekkah lebih khusus lagi di Madinah, merupakan kawasan aman bagi perkembangan lagu dan musik. Kedua kota ini melahirkan generasi-generasi biduan gres yang terus meningkat, dan meneruskan karier mereka di ibukota kerajaan, Damaskus. Golongan konservatif dan para ulama’ mengemukakan keberatan mereka, namun tidak membuahkan hasil.[4]
Khalifah yang mempelopori perkembangan musik yaitu khalifah Umayyah kedua, Yazid, dia yaitu penulis lagu dan yang memperkenalkan nyanyian dan alat-alat musik ke istana Damaskus. Ia memulai praktik-praktik penyelenggaran  pekan raya besar di istana yang menyuguhkan minuman anggur dan nyanyian, yang semenjak ketika itu tidak dapat dipisahkan dari pesta-pesta kerajaan.[5]
   Pada masa khalifah Abdul Malik mulai dirintis pembuatan tiraz (semacam bordiran), yakni cap resmi yang dicetak pada pakaian khalifah dan para pembesar pemerintahan. Format Tiraz yang mula-mula merupakan terjemahan dari rumus Kristen, kemudian oleh Abdul Aziz (Gubernur Mesir) diganti dengan rumus Islam, lafaz "La ilaha illa Allah" guna memperlancar produktivitas pakaian resmi kerajaan, maka Abdul malik mendirikan pabrik-pabrik kain. Setiap pabrik diawasi oleh "Sahib al_Tiraz", yang bertujuan mengawasi tukang emas dan penjahit, menilik hasil karya dan membayar honor mereka.[6]
Salah satu ciri dan karakteristik seni islam yaitu seni menulis Indah /kaligrafi islam, Sejarah kaligrafi pada masa Umayyah tidak mempunyai dokumentasi yang lengkap alasannya yaitu beberapa khalifah Abbasiyah yang menggantikannya dengan menghancur leburkannya. Namun ada seorang Arab yang telah menciptakan catatan  terbesar sepanjang peride pertumbuhan kaligrafi pada masa tersebut. Ia yaitu Qutbah al_Muharrir, kaligrafi umayyah pertama yang paling usang bertahan dengan kecakapan luar biasa. Qutbah punya nama terhormat dalam banyak literature Arab, alasannya yaitu berhasil mewariskan 4 jenis kaligrafi penting, yaitu Thumar, Jalil, Nishf, dan Tsuluts. Dia juga dikenal menulis sejarah dan bunga rampai Arab dan sangat masyhur terutama alasannya yaitu menghias mihArab Masjid Nabawi dengan bermacam-macam ayat Al_Quran  yang ditulis dengan fan Jalil yang indah.
Selain Qutbah, para kaligrafer kenamaan lainnya yaitu Khalid ibn al_Hayyaj, Khasynam dan Malik ibn Katsir. Khalid ibn Hayyaj sangat populer sebagai kaligrafer resmi Khalifah al_Walid ibn Abdil Malik yang telah menulis banyak mushaf Al_Quran  berukuran besar dengan fan Thumar dan Jalil.
Khalifah Abdul Malik ibn Marwan yaitu tokoh utama yang mula-mula mencanangkan Dekrit Arabisasi di segala bidang. Ia memerintahkan pemberlakuan penggunaan kaligrafi Arab untuk kantor-kantor dan segenap pemakaian alat tulis Negara.
Abdul Malik digantikan oleh putranya al_Walid yang dianggap sebagai Bapak pelindung dan Pembina seni kaligrafi yang mula-mula dalam sejarah Islam. Minatnya sangat tinggi dalam memperkenalkan khat Jalil dan Thumar pada penulisan mushaf-mushaf Al_Quran .[7]
sekian dari berguru sejarah islam dengan judul seni rupa dan musik pada zaman umaiyah. agar bermanfaat, dan baca juga ( kehidupan di basrah dan irak peninggalan bani umaiyah)





[7] Sirajuddin, Seni Kaligrafi Islam, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985),78-80.