Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Strategi Dakwah Nabi Muhammad Saw, Lengkap!

 yang berjudul seni administrasi dakwah nabi muhammad saw STRATEGI DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW, Lengkap!
www.sejarahislamarab.blogspot.com
Dalam mencar ilmu sejarah islam, yang berjudul seni administrasi dakwah nabi muhammad saw. baik itu saat nabi muahmmad saw sebelum hijrah baik setelah hijrah. dan tentunya ini merupakan kelanjutan dari pembahasan [baca; sejarah hidup nabi muhammad saw] untuk mempersingkat pembahasan ihwal seni administrasi dakwah nabi muhammad saw.
startegi dakwah nabi muhammad saw. Pada masa periode Mekkah ini, dakwah Rasulullah terbagi menjadi dua proses, yakni proses dakwah secara rahasia dan proses dakwah secara terang-terangan.
1.    Proses dakwah secara diam-diam
Mula-mula Nabi Muhammad mengajarkan Islam atau berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Beliau hanya mengajarkan ke-Tauhidan kepada anggota keluarga dan kerabat terdekat. Namun tidak banyak diantara kerabat dia yang  mendapatkan permintaan Nabi. Abu Thalib, paman dia pun menyatakan tidak sanggup meninggalkan agama nenek moyang mereka, yakni menyembah berhala. Akan tetapi Abu Thalib tidak pernah menghalangi Rasulullah dalam mengajarkan Islam, bahkan dia pun mengecam keras orang-orang yang menjadi penghambat dakwah Nabi.
Pada periode ini, tiga tahun pertama dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi mulai melaksanakan dakwah Islam di lingkungan keluarga, mula-mula istri dia sendiri, yaitu Khadijah. Kemudian Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar dan lain-lain. Pada proses ini, tidak lebih dari 12 orang yang mengikuti pedoman Nabi Muhammad. Mereka populer dengan julukan assa>biqu>n al-Awwalu>n[1] (orang-orang yang pertama kali masuk Islam), mereka ialah Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar as-Shiddiq, Zaid, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bi Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan al-Arqam bin Abil Arqam, yang rumahnya di jadikan sebagai kawasan berdakwah.
2.      Proses Dakwah Secara Terang-terangan
Setelah tiga tahun berjalan dakwah Islam secara diam-diam, maka disuruhlah Nabi mengumumkan Islam dengan terang-terangan  sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam surat asy-syu’ara’: 214. Berdasarkan ayat Allah tersebut Nabi Muhammad mengajak kaum keluarganya, Bani Hasyim untuk masuk Islam, akan tetapi mereka tidak menghiraukannya, bahkan pamannya Abu Lahab mencemooh Nabi Muhammad sehingga turunlah surat al-Lahab. Kemudian Rasulullah mengajak kaum Quraish untuk mengesakan Tuhan tiada sekutu bagi-Nya, berdasarkan ayat yang turun dalam surat al-Hijr: 94 mereka pun ada yang masuk Islam tetapi banyak pula yang menentanngnya.[2]
Setelah turun ayat ini, Rasulullah SAW, memberikan dakwahnya kepada seluruh lapisan masyarakat kota Mekah yang pluralistik, dari golongan aristokrat hingga golongan budak serta pendatang kota Mekah yang memiliki agama berbeda dan aneka macam suku. Untuk berdakwah secara terang-terangan ini, dia mengambil bukit “shofa” sebagai kawasan dakwahnya. Mula-mulanya dia menyeru penduduk Mekkah kemudian kemudian penduduk negeri yang lain. Dengan usahanya yang gigih. Hasil yang diperlukan mulai terlihat. Jumlah pengikut nabi yang tadinya hanya dua belasan orang semakin hari semakin bertambah. Mereka terutama terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja dan orang-orang yang tidak punya.
Dalam mensyiarkan Islam, Nabi melakukannya dengan strategi yang diubahsuaikan dengan peradaban dan cara berfikir bangsa Arab, yaitu:[3]
a.       Nabi memperkenalkan tauhid kepada Allah sebagai pondasi kehidupan dalam arti yang menyeluruh. Ajaran tauhid ini tidaklah sebagai konsep dan sebatas bidang pengetahuan saja, tetapi tauhid yang fungsional dan terapan. Dalam arti, setelah seseorang beriman kepada Allah, maka sekaligus perilaku keimanan tersebut diaplikasikan dalam bentuk kehidupan sehari-hari dan usaha membela agama Allah.
b.      Nabi memakai seni administrasi pentahapan yang jelas. Dimulai dari dakwah di lingkungan keluarga serta masyarakat sekitar yang memiliki potensi untuk sanggup dipergunakan dalam membantu dakwah. Seperti Beliau mengajak Ali putra pamannya, melibatkan Abu bakar sebagai mertua, mengawini Khadijah yang setia dan kaya, serta Umar sebagai pemimpin Quraish yang sangat disegani. Tahapan itu juga terlihat dalam bagaimana Beliau meyakinkan orang-orang secara sembunyi-sembunyi (bi al-sirr), kemudian secara terang-terangan (bi al-jahr) setelah keadaan dianggap memungkinkan untuk itu. Pentahapan itu juga sanggup dilihat pada usaha-usaha dia memba’iat mereka yang ingin bergabung dengan beliau, menyerupai tahapan perjanjian ‘Aqabah I yang diikuti oleh 12 orang dari Madinah, serta perjanjian ‘Aqabah II yang diikuti oleh 73 orang dari kota yang sama. Sehingga, dari pengikut yang sedikit tetapi berpengaruh itu menjelma banyak menyerupai mata rantai.
c.       Nabi mendayagunakan aneka macam macam sumber potensi sahabat secara efektif. Sahabat yang mempunyai kekayaan lebih menyerupai Khadijah, Abu Bakar dan Utsman untuk mendanai dakwah. Mereka yang memiliki efek besar di kalangan Quraish menyerupai Umar bin Khattab dan Hamzah yang muslim, serta Abdul Munthalib dan Abu Thalib yang non-muslim, menyiapkan diri untuk menjadi perisai Nabi dari serangan musuh-musuh besarnya. Sebagian para sahabat yang memiliki kelebihan intelektualitas menyerupai Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud dan Zaid bin Tsabit berkhidmat dalam pengembangan ilmu-ilmu agama (tafsir), serta Abu Hurairah menekuni periwayatan hadits-hadits Nabi. Meskipun demikian, mereka juga bersatu mengangkat senjata bersama Nabi manakala keadaan memaksanya, sebagaimana mereka ikut berhijrah saat hal itu menjadi keputusan Nabi melalui musyawarah.[4]

Tantangan Dakwah Nabi dalam seni administrasi dakwah nabi

1.    Faktor-faktor yang mendorong kaum Quraish menentang seruan Islam
Seruan kepada agama Islam mula-mulanya ialah secara rahasia, sebagaimana telah diterangkan di atas. Hal ini telah diketahui Quraish, akan tetapi dalam fase seruan dengan cara rahasia ini Quraish tidak memperdulikannya, alasannya ialah mereka sungguh tidak menduga bahwa seruan itu akan hidup dan kuat, dan akan dianut oleh orang banyak. Kemudian setelah Rasulullah mulai menyeru dengan terang-terangan, maka kaum Quraish menyatakan tantangannya terhadap agama gres itu. Dan mereka coba hendak membunuh agama ini dengan cara apapun.
2.    Fase-fase tantangan Quraish terhadap agama Islam
Pada permulaan Islam, kaum Quraish belumlah mencurahkan perhatiannya untuk menentang agama Islam. Mereka menduga bahwa seruan Muhammad itu hanya satu gerakan yang berapa usang tentu akan lemah dan lenyap dengan sendirinya. Akan tetapi, alangkah terkejutnya mereka melihat bahwa seruan itu dengan cepat telah memasuki rumah tangga mereka; dan hamba sahaya mereka yang dahulunya mereka anggap derajatnya tidak lebih dari harta benda, telah mendapatkan dengan baik seruan yang gres itu. Karena itu, mereka cepat mencurahkan perhatian menentang.
Pertama sekali, mereka menghalangi hamba-hamba sahaya dan orang yang lemah. Kalau Muhammad bebas menyampaikan apa yang diingininya, tetapi hamba-hamba sahaya berdasarkan pandangan mereka tidaklah bebas atas jasmani dan rohani mereka sendiri. Karena itu Yasir dan puteranya ‘Ammar serta istrinya Sumaiyah, begitu juga Bilal, Khabab ibnul Aris dan lain-lain menderita siksaan yang berat, di luar perikemanusiaan.[5]
Akan tetapi Nabi sendiri pada fase ini tiada sanggup mereka siksa, alasannya ialah Bani Hasyim memiliki kedudukan yang tinggi pada pandangan mereka. Dan Rasul sendiri mendapat penjagaan dari Abu Thalib paman beliau. Akan tetapi setelah seruan Nabi bertambah tersiar, dan beberapa orang aristokrat Quraish telah mulai memperkenankan seruan itu, maka efek seruan itu semakin bertambah jelas.
Perlawanan kaum Quraish pun makin tambah menjadi-jadi pula. Perlawanan itu tidak hanya dihadapkan kepada hamba sahaya dan orang-orang yang lemah, tetapi, mulai pula dihadapkan kepada seluruh penganut-penganut agama gres itu. Malah Nabi sendiri pembawa agama gres itu, tiadalah lepas dan dikecualikan dari tantangan mereka. Nabi mereka tuduh mengadakan perpecahan antara orang-orang dengan keluarga dan hamba-hamba sahayanya, serta menghasut pemuda-pemuda yang menjadi pengikutnya, menghinakan nenek moyang mereka dan dewa-dewa yang mereka sembah.
Demikian ihwal pembahasan seni administrasi dakwah nabi muhammad saw. dan sebagai pembahasan selanjutnya [baca; islam di madinah]. terimakasih dan biar bermanfaat.




[1] Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, 20.
[2] Ibid., 17-18
[3] Moh. Nur Hakim, Sejarah dan Peradaban Islam (Malang: UMM Press, 2004), 27-28.
[4] Moh. Nur Hakim, Sejarah dan Peradaban Islam, (Malang: UMM Press, 2004), 27-28.
[5]  Philip K Hitti, History of the Arabs, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002), hlm. 139