Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sebab Musabab Perang Jamal, Lengkap!

Kedahsyatan Perang Jamal pada ketika khalifah ali bin abi thalib memimpin pemerintahan umat islam pada ketika itu. Dinamakan perang Jamal, lantaran dalam insiden tersebut, Ummul Mukminin, Aisyah ikut dalam peperangan dengan mengendarai unta. Perang ini berlangsung pada lima hari terakhir Rabi’ul Akhir tahun 36H/657M. Ikut terjunnya Aisyah memerangi Ali sebagai khalifah dipandang sebagai hal yang luar biasa, sehingga orang menghubungkan perang ini dengan Aisyah dan untanya, walaupun berdasarkan sementara jago sejarah peranan yang dipegang Aisyah tidak begitu dominan.
Kedahsyatan Perang Jamal pada ketika khalifah ali bin abi thalib memimpin pemerintahan umat  Sebab Musabab Perang Jamal, Lengkap!
http://sejarahislamarab.blogspot.com
Keterlibatan Aisyah pada perang jamal pada mulanya menuntut atas janjkematian Utsman bin Affan terhadap Ali, sama menyerupai yang dituntut Thalhah dan Zubair ketika mengangkat bai’at pada Ali. Setelah itu Aisyah pergi ke Mekkah lalu disusul oleh Thalhah dan Zubair. Ketiga tokoh ini nampaknya memiliki keinginan tipis bahwa aturan akan ditegakkan. Karena berdasarkan ketiganya, Ali sudah menetapkan kebijakan sendiri lantaran ia didukung oleh kaum perusuh. Kemudian mereka dengan tunjangan dari keluarga Umayah menuntut balas atas janjkematian Utsman. Akhirnya mereka pergi ke Basrah untuk menghimpun kekuatan dan di sana mereka menerima tunjangan masyarakat setempat.[1]
Ali beserta pasukannya yang sudah berada di Kufah telah mendengar kabar bahwa di Syria (Syam) Muawiyah telah berkemas-kemas dengan pasukannya untuk menghadapi Ali. Ali segera memimpin dan menyiapkan pasukannya untuk memerangi Mu’awiyah. Namun sebelum rencana tersebut terlaksana, tiga orang tokoh populer yaitu Aisyah tokoh populer Aisyah, Thalhah, dan Zubair beserta para pengikutnya di Basrah telah siap untuk memberontak kepada Ali. Ali pun mengalihkan pasukannya ke Basrah untuk memadamkan pemberontakan tersebut.
Kemudian Ali tiba dengan balatentara yang banyak jumlahnya. Pertama-tama diusahakannnya, supaya Aisyah dan pengikut-pengikutnya mengurungkan maksud mereka. Dan kepada beberapa orang di antara mereka diperingatkan Ali akan bai’ah dan sumpah setia yang telah diberikan mereka.
Nasehat Ali tergoda oleh meraka. Diadakan negosiasi yang hampir berhasil, kaum muslimin akan terhindar dari ancaman perang. Tetapi pengikut-pengikut Abdullah Ibnu Saba’ lantas menjalanka royalnya. Mereka tak ingin kedua golongan mereka berdamai. Golongan ini mengakibatkan batang  leher mereka akan dipenggal. Golongan ini membulatkan tekad akan memulai pertempuran; lantaran jalan inilah satu-satunya yang memungkinkan melepaskan mereka dari tiang gantungan. Tanpa menerima izin dari Ali, malah tidak setahunya, pengikut-pengikut  Abdullah bin Saba’ memancing perkelahian dan dibalas oleh pengikut-pengikut Aisyah, maka terjadilah pertempuran antara dua golongan kaum muslin, pengikut Ali dan pengikut Aisyah.[2]
Aisyah ikut berperang melawan Ali alasannya bukan semata menuntut balas atas janjkematian Utsman, akan tetapi ada semacam dendam pribadi antara dirinya dengan Ali. Dia masih teringat terhadap insiden tuduhan menduakan terhadap dirinya (hadits al-ifk), dimana pada waktu itu Ali memberatkan dirinya. Faktor lain yaitu persaingan dalam pemilihan jabatan khalifah dengan ayahnya, Abu Bakar, yang lalu disusul dengan perilaku Ali yang tidak segera membai’at Abu Bakar, dan yang terakhir ada faktor Abdullah bin Zubair, kemenakannya, yang berambisi untuk menjadi khalifah, yang terus mendesak dan memprovokasi Aisyah semoga memberontak terhadap Ali.[3]
Seperti dikutip oleh Syalabi dari Ath-Thabari bahwa Pertempuran dalam peperangan Jamal ini terjadi amat sengitnya, sehingga Zubai melarikan diri dan dikejar oleh beberapa orang yang benci kepadanya dan menewaskannya. Begitu juga Thalhah telah terbunuh pada permulaan perang ini, sehingga perlawanan ini hanya dipimpin Aisyah sampai jadinya ontanya sanggup dibunuh maka berhentilah peperangan sesudah itu. Ali tidak mengusik-usik Aisyah bahkan ia menghormatinya dan mengembalikannya ke Mekkah dengan penuh kehormatan dan kemuliaan.[4]
Menurut Thabari peperangan jamal disebabkan oleh lantaran kenigninan dan nafsu perseorangan yang timbul pada diri Abdullah bin Zubair dan Thalhah, dan oleh perasaan benci Aisyah terhadap Ali. Abdullah bin Zubair garang besar untuk menduduki dingklik khalifah dan lalu menghasut Aisyah sebagai Ummul Mukminin untuk segera memberontak terhadap Ali bin Abi Thalib.[5]
Dalam pemerintahannya Ali ingin menerapkan aturan-aturan pokok untuk kepentingan umat Islam secara keseluruhan. Aturan ini terang bertentangan dengan mereka yang ingin mengumpulkan kekayaaan termasuk Zubair dan Thalhah. Terlebih lagi Ali sangat berhati-hati dalam pembagian rampasan perang. Ia memberi serpihan yang sama kepada semua orang tanpa memandang status, suku dan asal-usul mereka. [6]





[1] Sou’yb Jousouf, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, (Jakarta, Bulan Bintang, 1979), 471.
[2] A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, 251-252.
[3] Ibid, 288-289
[4] Ibid, h.292-293
[5] Ibid, h. 296-297
[6] Asghar Ali Engineer, Asal-Usul dan Perkembangan Islam, 260-262.