Kerajaan Bangsa Arab Di Masa Jahiliyah
Raja-raja di Yaman
Salah satu suku populer di Arab Aribah di Yaman ialah kaum Saba. Jejak mereka sanggup terlacak melalui peninggalan fosil Aur, yang hidup pada 20 era SM. Puncak kejayaan kaum Saba bermula pada 11 tahun SM, sesudah melalui beberapa tahapan.
Tahun 650 SM, kaum Saba memiliki wilayah kekuasaan mulai dari negeri Arab hingga di luar Arab. Raja mereka bergelar "Ma'rib Saba" dan ibukotanya berjulukan Sharwah. Salah satu peninggalan peradaban mereka ialah Bendungan Ma'rib yang populer dalam sejarah Yaman. Jejak peninggalan mereka sanggup ditelusuri dengan menempuh perjalanan sehari ke arah barat negeri Ma'rib, yang populer dengan nama Kharibah.
Tahun 650 SM hingga 110 SM. Pada masa ini, gelar "Ma'rib" yang selama ini mereka pakai ditanggalkan. Penguasa Saba lebih dikenal sebagai raja-raja Saba, sedangkan ibu kotanya berubah dari Sharwah menjadi Ma'rib. Reruntuhan kota ini sanggup dilihat sekitar 60 mil ke arah timur Shan'a. Tahun 115 SM hingga 300 Masehi. Di periode ini, kerajaan Saba runtuh lantaran dikalahkan kabilah Himyar. Ma'rib tidak lagi menjadi ibu kota, diganti Raidan. Kemudian Raidan diubah menjadi Dhaffar. Ada tiga alasannya ialah keruntuhan Saba :
- Karena Romawi menguasai jalur-jalur perniagaan lewat bahari sesudah mereka berhasil menaklukkan Mesir, Suria dan penggalan utara Hijaz.
- Perluasan kekuasaan kabilah Nabat ke utara Hijaz sehingga perekonomian Saba bangkrut.
- Persaingan antarkabilah.
Setelah runtuh, orang-orang Saba berhamburan meninggalakan Yaman menuju negeri Syasa'ah. Jejak-jejak peninggalan mereka sanggup ditemukan di akrab Yarim, tepatnya di sebuah bukit yang di sekitarnya dikelilngi pagar.
Tahun 300 Masehi hingga masuknya Islam ke Yaman. Ini menjadi masa yang sarat dengan kekacauan, perang antarsuku dan kabilah sering terjadi, ibarat antara kabilah Hamdan dan Himyar. Akibatnya, musuh dari luar dengan gampang mengalahkan mereka. Bangsa Romawi berhasil bergerak masuk ke Aden dan mereka membantu orang-orang Habasyah menguasai Yaman pada awal tahun 340 M.
Beberapa tahun kemudian, Yaman gres sanggup merebut kemali kemerdekaannya. Namun, mereka tidak usang menikmati udara kemerdekaan lantaran Bendungan Ma'rib runtuh yang mengakibatkan banjir bandang pada 450 M atau 451 M. Usai itu, meletus sebuah kejadian besar yang meluluhlantakkan peradaban mereka.
Pada tahun 523 M, seorang Yahudi berjulukan Dzu Nawwas membawa pasukan untuk menyerang orang-orang Masehi (para pengikut agama Isa al-Masih) dari penduduk Najran. PAsukan Dzu NAwwas memaksa mereka untuk meninggalkan fatwa MAsehi, tetapi mereka menolaknya. Dzu Nawwas kemudian menciptakan parit-parit besar dan menyalakan api di dalam parit-parit itu. Mereka yang menentang seruan Dzu Nawwas bernasib malang lantaran dilempar ke lubang parit itu. (lihat surah al-Buruj).
Lokasi raja-raja di Yaman |
Orang-orang Kristen murka atas kejadian itu. Dada mereka dibakar api dendam membara. Mereka pun terpacu untuk meluaskan wilayah kekuasaannya. Imperium Romawi menjadi pemicu orang-orang Kristen memperluas wilayah jajahannya, teristimewa di negeri Arab. Untuk itu, mereka berhubungan dengan kaum Habasyah (Ethiopia). Orang-orang Habasyah menyediakan armada bahari dan 70 ribu pasukan. Yaman berhasil mereka kuasai pada 525 M dengan dikomandani Aryath. Beberapa usang Aryath memimpin Yaman hingga alhasil ia tewas dibunuh anak buahnya, Abrahah. Abrahah kemudian meminta restu dari rajana di Habasyah untuk memimpin Yaman. Abrahah ialah orang yang hendak menyerang Ka'bah dengan pasukan gajahnya.
Orang-orang Yaman yang tak nyaman dijajah, mulai menyusun siasat untuk mengusir orang-orang Habasyah. Usai "Peristiwa Gajah", penduduk Yaman meminta dukungan kaum Persia untuk merebut kemerdekaan dari kaum Habasyah. Usaha mereka berhasil pada tahun 575 M dengan dipimpin Ma'di Yakrib bin SaifDzi Yazan al-Himyar. Ma'di sendiri alhasil menjadi raja Yaman. Ma'di tidak mengusir semua orang Habasyah lantaran ia mempertahankan beberapa orang sebagai pengawalnya. Ma'di alhasil dibunuh oleh para pengawalnya tersebut.
Kematian Ma'di menjadi simpulan riwayat raja-raja dari keluarga Dzi Yazan. Muncullah orang-orang Kisra dan mereka mengangkat bangsa Persia di Shan'a sebagai penguasa dan menjadikan Yaman sebagai wilayah Persia. Ia memeluk Islam pada tahun 638 M yang menandai simpulan kekuasaan Persia atas Yaman. (Tafhimul Qur'an dan Tarikhu Ardhil-Qur'an,dalam ar-Rahiq al-Makhtum).
Negeri-negeri Terkenal Jelang Kerasulan di Selatan Jazirah Arab |
Lokasi Negeri Terkenal di Jazirah Arab |
Raja-raja di Hirah
Cyrus Yang Agung (557-529 SM) berhasil menciptakan bangsa Persia menguasai penggalan utara Jazirah Arab (Hirah di Iraq) sesudah ia mempersatukan bangsa Persia. Keberadaan Persiaditakuti oleh bangsa-bangsa lainnya, hingga kemudian muncul Alexander dari Macedonia pada 326 SM yang berani menyerang dan menaklukkan Persia sehingga mereka terpecah belah. Muncullah raja-raja gres yang dikenal sebagai raja-raja Thawa'if. Mereka berkuasa di wilayahnya masing-masing hingga tahun 230 SM. Di masa ini, orang0orang Qahthan pergi ke Iraq dan menguasai tempat subur di sana. Di tempat itulah mereka bertemu dengan keturunan Adnan yang juga berhijrah. Mereka berhasil menguasai sebagian dari Semenanjung Furat.
Lokasi Kerajaan Besar di Sebelah Utara Jazirah Arab |
Setelah itu, di Hirah, muncul beberapa kerajaan besar antara lain Al-Anbath pada awal era ke-4 SM-106 M, dengan ibu kotanya Petra, Yordania; Tadmur pada awal era ke-1 M-271 M dengan ibu kotanya Tadmur; Al-Ghassasinah pada 500 M--635 M dengan ibu kotanya Basrah di Syam; dan terakhir Al-Munadzarah di Iraq pada 288 M-632 M dengan ibu kotanya Hirah. Khusus Al-Munadzarah, akan dibahas lebih lengkap disini.
Al-Munadzarah
Setelah Persia takluk oleh Alexander dari Macedonia, mereka gres bangun kembali pada masa Ardasyir, pendiri Dinasti Sasanit semenjak tahun 226 M. Ardasyir bisa menyatukan bangsa Persia dan menguasai orang-orang Arab yang tinggal di wilayah pinggiran kekuasannya. Kondisi ini mengakibatkan orang-orang Qudha'ah hijrah ke Syam dan penduduk Hirah serta Anbar patuh kepada Ardasyir.
Pada zaman Ardasyir ini, Judzaimah al-Wadhdhah menjadi penguasa di Hirah dan sebagian penduduk Iraq serta tempat Rabi'ah dan Mudhar. Judzaimah wafat pada tahun 268 M dan digantikan Amru bin Adi bin Nashr al-Lakhmi. Ini mengawali era kekuasaan dinasti Lakhmi pada masa Kisra Sabur bin Ardasyir. Beberapa raja dari kalangan Lakhmi tetap berkuasa sesudah itu di Hirah hingga tiba masa kekuasaan Qubadz bin Fairuz di Persia. Pada dikala itu ada orang yang sangat berpengaruh, meskipun bukan raja. Ia berjulukan Mazdak, yang mengajak orang bergaya hidup ermisif. Banyak orang terpengaruh, termasuk Qubadz dari Persia. Qubadz mengirim utusan kepada raja Hirah, yaitu al-Mundzir bin Ma'us Sama', mengajaknya untuk mengikuti fatwa Mazdak. Namun, al-Mundzir menolak seruan itu, sehingga Qubadz mengucilkannya. Qubadz kemudian mengangkat al-Harits bin Amr bin Hijr al-Kindi sebagai pengganti al-Mundzir, sesudah dia mendapatkan seruan Qubadz untuk menerapkan gaya hidup yang diciptakan Mazdak.
Masa kekuasaan Qubadz berakhir dan digantikan Kisra Anusyirwan, yang sangat membenci gaya hidup permisif. Dia membunuh Mazdak dan pengikutnya, serta mengangkat kembali al-Mundzir sebagai penguasa di Hirah. Sebenarnya al-Harits bin Amr meminta jabatan tersebut, tetapi tidak dikabulkan Kisra Anusyirwan. Justeru a-Harits dubuang ke Dar Kalbi sampaimeninggal.
Sistem kerajaan terus berlanjut sesudah al-Mundzir bin Ma'us-Sama, hingga masa kekuasaan an-Nu-man bin al-Mundzir. Dialah yang memancing kemarahan Kisra, lantaran banyak sekali embel-embel yang diurus Zaid bin Adi al-Ibadi. Kisra mengirim utusan kepada Nu'man untuk meminta perhiasan-perhiasan itu. Maka, secara diam-diam, Nu'man menemui Hani bin Mas'ud, pemimpin suku Syaiban, untuk menitipkan keluarga dan harta bendanya. Setelah itu dia menghadap Kisra.
Akhirnya dia dijebloskan ke dalam penjara hingga meninggal. Sebagai penggantinya, Kisra mengangkat Iyas bin Qubaishah ath - Thai dan memerintahkannya mendatangi Hani bin MAs'ud untuk meminta harta benda yang dititipkan Nu'man kepadanya. Namun, dengan gagah berani Hani menolak permintaan itu. Hal ini menciptakan Kisra mengizinkan Iyas untuk memerangi Hani. Dengan dibantu pasukan perang Kisra, terjadilah peperangan yang dahsyat antara Iyas dan Hani di Dzi Qar. Suku Syaiban mendapatkan kemengan yang gemilang dalam peperangan ini dan bisa menghancurkan pasukan Persia. Inilah dikala pertama kalinya bangsa Arab memperoleh kemenangan atas bangsa selain Arab. Hal ini terjadi tak usang sesudah kelahiran Rasulullah saw. alasannya ialah ia dilahirkan delapan bulan sesudah Iyas bin Qubaishah berkuasa di Hirah.
Setelah Iyas, Kisra mengangkat seorang penguasa dari bangsa Persia di Hirah dan pada tahun 632 M, kekuasaan kembali dipegang suku Lakham. Di antara penguasa dari kalangan mereka ialah al-Mundzir, yang bergelar al-Ma'rur. Namun, kekuasaannya ini hanya bertahan selama delapan bulan, dengan kedatangan Khalid bin Walid beserta pasukan Muslim.
Raja-raja di Syam
Pada masa ini, emigrasi kabilah Arab banyak terjadi. Di antaranya ialah suku-suku Qudha'ah yang berpindah ke banyak sekali tempat di pinggiran Syam dan mereka menetap di sana. Mereka ialah Bani Sulaih bin Halwan, di antara mereka ada Bani Dhaj'am bin Sulaih, yang dikenal dengan sebutan Dhaja'amah. Mereka dimanfaatkan bangsa Romawi sebagai tameng untuk menghadapi gangguan orang-orang Arab dan sekaligus sebagai benteng pertahanan untuk menghadang bangsa Persia. Untuk itu, Romawi mengangkat seorang raja dari suku ini hingga beberapa tahun. Raja mereka yang populer ialah Ziyad bin Habulah. Kekuasaan mereka kira-kira bertahan semenjak awal era 2 Masehi hingga simpulan era 2 Masehi. Kekuasaan mereka berakhir sesudah kedatangan suku Ghassan, yang sanggup mengalahkan Dhaja'amah. Bangsa Romawi kemudian mengangkat suku Ghassan sebagai raja bagi semua bangsa Arab di Syam. Ibu kotanya ialah Dumatul-Jandal. Suku Ghassan ini terus berkuasa sebagai kaki tangan imperium Romawi, hingga meletus Perang Yarmuk.
Raja meteka yang terakhir, Jabalah bin al-Aiham, sanggup diajak masuk Islam pada masa Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab.
Kerajaan Besar Jelang Kenabian di Utara Jazirah Arab |
Kekuasaan di Hijaz
Ismail menjadi pemimpin Makkah dan menangani Ka'bah selama hidupnya. Beliau meninggal pada usia 137 tahun. Dua putra ia menggantikan kedudukannya, yaitu Nabit, kemudian Qaidar. Ada yang menyampaikan sebaliknya. Setelah itu muncul Mudhadh bin Am al-Jurhumi. Maka kepemimpinan Makkah beralih ke tangan orang-orang Jurhum dan terus berda di tangan mereka. Anak-anak Ismail merupakan titik sentra kemuliaan, alasannya ialah ayahnyalah yang telah membangun Ka'bah.
Seiring perjalanan waktu, anak keturunan Ismail makin tenggelam, hingga keberadaan Jurhum makin bertambah lemah dengan kemunculan Bukhtanashar. Bintang keturunan Adnan dalam bidang politik mulai redup di langit Makkah semenjak masa itu. Buktinya, dikala Bukhtanashar berperang melawan bangsa Arab di Dzatu Irq, pasukan bangsa Arab tidak berasal dari Bani Jurhum.
Keturunan Adnan berpencar ke Yaman pada dikala Perang Bukhtanashar II (tahun 587 SM), kemudian pergi bersama Ma'ad ke Syam. Setelah tekanan Bukhtanashar mulai mengendur, maka Ma'ad kembali ke Makkah, tetapi dia tidak mendapatkan seorangpun dari Bani Jurhum kecuali Jursyum bin Jalhamah. Lalu dia menikahi anak putri Jursyum, Mu'anah dan melahirkan Nizar.
Setelah itu, keadaan Bani Jurhum mulai suram di Makkah dan posisinya semakin terjepit. Seringkali mereka berbuat semena-mena terhadap para utusan yang tiba ke sana dan menghalalkan harta di Ka'bah. Hal ini menciptakan murka orang-orang Bani Adnan. Ketika Bani Khuza'ah tiba di Murr Dzahran dan bertemu dengan orang-orang Bani Adnan dan Jurhum, serta atas dukungan suku-suku Adnan yang lain, mereka menyerang Bani Jurhum hingga sanggup diusir dari Makkah. Bani Khuza'ah pun berkuasa di sana pada pertengahan era kedua Masehi.
Ketika Bani Jurhum berkuasa, mereka menggali sumur zamzam utnuk mencari tempatnya secara persis, kemudian mengubur banyak sekali macam benda di sana. Ibnu Ishaq berkata, "Amr bin al-Harits bin Mudhadh al-Jurhumi keluar sambil membawa tabir Ka'bah dan Hajar Aswad, kemudian menguburnya di sumur zamzam. Kemudian bersama orang-orang Jurhum, dia pindah ke Yaman. Tentu saja mereka sangat sedih lantaran harus meninggalkan kekuasaan atas Makkah. Tentang hal ini, Amr berkata di dalam syairnya,
"Seakan tiada sobat bagi si pemalas dikala ke Shafa, tiada juga orang yang diajak mengobrol di Makkah, kitalah penduduknya dan senantiasa berada di sana menyertai taburan debu dan malam-malam yang berubah."
Masa Ismail diperkirakan pada 20 era SM. Sementara keberadaan Jurhum di Makkah kira-kira pada era ke-21 SM. Mereka berkuasa selama 20 abad. Khuza;ahmenangani urusan kota Makkah tanpa Bani Bakr. Kabilah-kabilah Mudhar bertugas dalam tiga hal :
- Menjaga keamanan orang-orang dari Arafah hingga Muzdalifah dan memberi izin kepada mereka dikala meninggalkan Mina, yang boleh dilakukan sesudah Bani Ghauts bin Murrah dari suku Ilyas bin Mudhar, yang disebut Shufah. Dengan kata lain, insan dihentikan melempar jumrah, kecuali sesudah ada seorang dari Shufah yang melakukannya. Jika semua orang telah selesai melempar Jumrah dan hendak meninggalkan Mina, orang-orang Shufah berada di antara dua sisi Aqabah, dan tidak seorangpun boleh lewat kecuali sesudah mereka lewat. Setelah itu orang-orang diperbolehkan lewat. Setelah orang-orang Shufah selesai, tradisi ini dilanjutkan Bani Sa'ad bin Zaid dari Tamim.
- Pelaksanaan iifadha (bertolak) dari Juma ke Mina yang menjadi wewenang Bani Udwan.
- Penanganan air minum selama bulan-bulan suci diserahkan ke Bani Tamim bin Adi dari Bari Kinanah.
Kekuasaan Khuza'ah di Makkah berlangsung selma 300 tahun. Pada masa kekuasaan mereka, keturunan Adnan berpencar di NAjed, pinggiran Iraq dan Bahrain, sedangkan pinggiran Makkah ada suku-suku dari Quraisy, yaitu Hulul dan Hurum serta suku-suku lain dari Bani Kinanah. Bani Kinanah tidak memiliki wewenang sedikit pun untuk mengurus Makkah dan Ka'bah. Mereka gres diberi kepercayaan sesudah munculnya Qushai bin Kilab.
Menurut riwayat, Qushai telah menjadi anak yatim dikala masih kecil. Sehari-hari ia berada dalam pengasuhan ibunya. Kemudian, ibunya menikah lagi dengan seorang pria dari Bani Udzrah, yaitu Rabi'ah bin Haram. Sang suami membawa ibu Qushai ke perbatasan Syam. Qushai kecil pun ikut pindah ke Syam.
Setelah Qushai menginjak remaja, dia kembali ke Makkah. Kala itu, Hulail bin Habsyah dari Bani Khuza'ah menjadi Gubernur Makkah. Qushai menetap di Makkah. Semakin hari pergaulannya makin luas. Qushai muda pun alhasil mulai tertarik pada wanita. Ia tertarik pada putri Hulail, yang berjulukan Hubba. Qushai memberanikan diri untuk melamarnya. Tidak disangka, lamaran Qushai disambut baik oleh Hubba. Qushai bangga bukan alang kepalang. Akhirnya ia menikah dengan Hubba, putri Gubernur Makkah.
Qushai sekarang menjadi penggalan dari keluarga besar Hulail. Setelah Hulail meninggal, terjadi peperangan antara Khuza'ah dan Quraisy. Perang ini berkecamuk lantaran orang-orang Shufah berbuat semaunya sendiri. Mereka berlaku sewenang-wenang. Hal ini menciptakan orang-orang Quraisy berang. Qushai kemudian mengumpulkan kaum Quraisy dan Kinanah untuk memerangi mereka.
Bani Khuza'ah dan Bani Bakr bersiaga menghadang upaya Qushai dan kawan-kawannya. Akhirnya peperangan tidak terhindarkan. Kedua belah pihak saling menyerang dengan gagah berani dan penuh kebencian. Pertempuran berjalan dahsyat. Banyak yang menjadi korban dari tiap pihak.
Setelah beberapa usang perang berkecamuk, alhasil kedua belah pihak setuju untuk menciptakan perjanjian damai. Ya'mar bin Auf dari Bani Bakr diangkat sebagai hakim untuk urusan perdamaian ini. Beberapa keputusan dikeluarkan oleh Ya'mar untuk menengahi konflik yang terjadi.
Pertama, menetapkan bahwa Qushai lebih layak menangani urusan Ka'abh dan berkuasa di Makkah daripada Bani Khuza'ah.
Kedua, setiap darah yang tertumpah dari pihak Qushai, merupakan kesalahan Qushai sendiri dan ia harus mempertanggung jawabkannya. Sedangkan, setiap nyawa yang melayang dari Khuza'ah dan Bakr harus menerima tebusan.
Ketiga, Qushai berhak menjadi pemimpin di Makkah dan menjadi penanggung jawab urusan Ka'bah.
Keputusan Ya'amar tidak memuaskan Bani Khuza'ah dan Bani Bakr lantaran lebih menguntungkan Qushai dan kaumnya. Oleh lantaran itulah, Ya'mar dijuluki asy-syadakh (orang yang menyimpang) akhir dari keputsan yang diambilnya tersebut. Qushai berkuasa di Makkah dan mengurusi Ka'bah pada tahun 440 M. Salah satu peninggalannya yang penting ialah Darun NAdwah, semacam parlemennya Quraisy yang terletak di utara Ka'bah. (ar-Rahiqul Makhtum).