Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Romawi

Tempat bersejarah ketika kekaisaran Romawi berjaya Romawi
Tempat bersejarah ketika kekaisaran Romawi berjaya
Romawi menjadi salah satu penguasa dunia yang berkiblat pada fatwa Nasrani. Dalam praktiknya, fatwa Nasrani mengalami banyak penyimpangan. Para penguasanya mengubah-ubah fatwa Isa al-Masih. Kebenaran ajarannya dihapus oleh Paulus dan sisa-sisa ajarannya diberantas habis Konstantin. Teologi yang dibangun oleh Roma bukanlah teologi yang benar, tetapi dicampur aduk dengan fatwa Yunani, Romawi, dan Mesir Kuno. Tak heran jikalau para pengikutnya pun terdiri atas banyak sekali aliran dan kelompok. Mereka saling menghujat, bahkan saling menyerang. 
Salah satu bukti faktual penyimpangan fatwa Nasrani diungkapkan oleb Bakster. “Jamuan pemujaan berhala memang telah berakhir. Namun, bukan berarti fatwa ini telah hilang sama sekali. Justru ia terus menyelinap ke dalam jiwa-jiwa manusia. Berbagai praktik dan unsur riya selalu muncul ke permukaan dengan mengatasnamakan agama Nasrani dan dalam bentuk yang berbeda. Orang-orang yang dulunya telah meninggalkan pemujaan pada tuhan-tuhan dan dewa-dewa, sekarang beralih memuja para hero bangsa mereka masing-masing. Mereka menyematkan banyak sekali macam atribut ketuhanan pada para hero itu dan kemudian mengabadikan mereka dengan sebuah patung.” 
Bakster melanjutkan, “Keyakinan menyerupai inilah yang kemudian mengorbitkan para pemimpin agama Nasrani menjadi simbol kesucian dan pencerahan era pertengahan. Lalu, nama-nama hari besar yang dulunya diyakini kaum penyembah berhala, kemudian diubah dengan nama baru. Contoh: semenjak tahun 400 M, Hari Raya asy-Syamsu al Qadim (Sang Matahari yang Abadi) diganti menjadi Hari Raya kelahiran Isa al-Masih.” Dr. Abu Ghaith dalam sebuah kesimpulan penelitiannya ihwal penyimpangan fatwa Nasrani, menulis, “Begitulah kondisi keyakinan penyembahan berhala pada masa-masa penindasan umat Kristen. Pengikutnya mengalami pasang surut seiring dengan sumbangan masyarakat Katolik terhadap para penguasa Romawi dan loyalitas mereka terhadap patung Kaisar. Itu mereka lakukan di bawah tekanan para penguasa Romawi yang kejam. Menurut catatan sejarah, siapa saja yang menentang kebijakan pemimpin Romawi, maka ia akan dieksekusi dengan cara dibakar dan dibunuh. Tak heran jikalau pada masa itu, orang-orang Katolik sangat patuh menjalankan penyembahan berhala.” (as-Sirah an-Nabawiyyah fi Dhau’i al Mashadir al-Ashliyyah: Dirasah Tahliliyyah, diterjemahkan menjadi Biografi Rasulullah Sebuah Studi Analitis menurut Sumber-sumber yang Autentik). 
Penyimpangan fatwa Nasrani berimbas pada kehidupan sosial politik masyarakat Romawi. Sebuah perang besar tenjadi pada permulaan era ke-6 M antara kelompok Nasrani al-Manufisiyyin di Mesir dan al Makaniyyin di Syâm dan Roma. Kelompok yang pertama menganggap bahwa Isa al Masih terdiri atas satu unsur (manusia), Sementara yang kedua menganggap bahwa Isa al-Masih terdiri atas dua unsur (campuran antara unsur insan dan Tuhan). 
Saat itu, umat Nasrani Koptik di Mesir sedang menerima tekanan luar biasa sebab mempunyai perbedaan keyakinan dengan fatwa negara (Romawi), sedangkan kondisi Romawi Timur juga sedang memprihatinkan. Masyarakatnya tak lagi percaya pada para penguasa dan lebih menghormati penguasa asing. Berbagai kerusuhan meletus, dan puncaknya pada tahun 532 M, sekitar 1.300 warga Konstantin tewas. 
Sementara itu, pertikaian antara al Makaniyyin dan al-Manufisiyyin terus berlangsung sampai akhirnya datanglah Hercules yang memimpin Roma (610-641 M). Dia menginginkan semoga dua kelompok itu bersatu untuk meyakini ketetapan dan kehendak Tuhan di bawah naungan alirannya yang berjulukan Monoteli. 
Lalu, mereka setuju bahwa Isa yaitu manusia, sebagaimana yang diyakini kelompok pertama, tetapi mereka tetap berbeda pendapat dalam menyikapi kelompok kedua yang menyatakan bahwa Isa terdiri atas dua unsur. Akibatnya, perang sengit di antara mereka kembali meletus. 
Secara umum, rakyat Romawi hidup dalam penindasan. Mereka tidak berhak mengubah nasib yang telah diwariskan ayahnya; dan harus membayar pajak dan upeti yang sangat tinggi. Akibatnya, mereka membenci pemerintahan Romawi. Lambat laun, imperium Romawi mengalami kemunduran. Penyelewengan kekuasaan, ketidakadilan, dan kebatilan semakin merajalela. Banyak wilayah jajahan Romawi didera kemiskinan sebab sektor perdagangan dan pertanian tak lagi diperhatikan. 
Di sisi lain, para penguasa dan pejabat tinggi kerajaan hidup bergelimang kemewahan. Karena sangat mewahnya, sampai ada yang mengatakan, jikalau salah satu dan mereka menjual satu baju mewahnya, uang hasil penjualannya sanggup menciptakan penduduk satu kampung kenyang. 
Penguasa Romawi menganggap wilayah yang berada di bawah kekuasaannya sebagai tempat suci. Selain itu, penduduknya pun diakui sebagai bangsa Romawi yang suci. Anehnya, meski dianggap suci, mereka tetap memperbudak dan menzalimi penduduknya. 
Di Suriah, masyarakat Nasrani juga menderita di bawah kekuasaan Romawi. Mereka ditindas dan dizalimi. Bahkan, banyak di antara mereka yang terpaksa harus menjual anaknya untuk menjadi budak demi membayar utang dan lepas dan kesulitan ekonomi. 
Kondisi serupa juga terjadi di masyarakat Nasrani Eropa Barat dan Utara. Mereka hidup dalam suasana yang tak nyaman sebab hampir setiap ketika terjadi perang, konflik, dan sebagainya. Bahkan, ketika itu berkembang perdebatan: apakah wanira termasuk jenis binatang atau manusia? (as-Sirah an-Nabawiyyah fi Dhau’i al Mashadir al-Ashliyyah: Dirasah Tahliliyyah, diterjemahkan menjadi Biografi Rasulullah Sebuah Studi Analitis menurut Sumber-sumber yang Autentik).