Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

8 Cara Pandang tentang Perbuatan Dosa dan Maksiat

Dalam kitab al-Futuuhaat al-Qudsiyyah disebutkan bahwa terdapat berbagai macam cara pandang manusia tentang perbuatan dosa yang kesemua pandangan tersebut bermura pada delapan  pandangan atau pendapat. Apa saja delapan pandangan tersebut?

Pertama, cara pandang hewani; pandangan orang seperti ini terbatas pada syahwat dan kesenangannya saja. Dalam cara pandang ini dia sama dengan seluruh hewan, bahkan mungkin ia  bersenang-senang  melebihi hewan.

Kedua, cara pandang jabr yang melakukan dosa dan menggerakkannya bukan diri orang itu sendiri; dia tidak memikul dosa. Ini adalah cara pandang kaum musyrikin dan musuh-musuh para rasul.

Ketiga, cara pandang qadar bahwa orang itulah yang menciptakan dan mengadakan perbuatannya tanpa intervensi kehendak Allah SWT. Ini adalah mazhab qadariyyah, terpengaruh aliran Majusi.

Keempat, cara pandang para pemilik ilmu dan iman: cara pandang qadar dan syara', yakni mengakui adanya perbuatan dari pihak orang itu dan qadha/qadar dari Allah SWT seperti dijelaskan sebelumnya.

Baca juga

Kelima, cara pandang kemiskinan dan kelemahan. Kalau Allah SWT tidak menolongnya, memberinya taufik, dan tidak meneguhkannya tentu dia binasa. Perbedaan antara cara pandang ini dengan cara pandang jabariyyah jelas.

Keenam, cara pandang tauhid: mengakui bahwa hanya Allah SWT yang mencipta dan pasti terwujud kehendak-Nya, dan bahwa makhluk terlalu lemah untuk menentang perintah-Nya (berbuat maksiat) tanpa kehendak-Nya. Perbedaan antara cara pandang ini dengan yang kelima adalah bahwa yang berpandangan tauhid ini mengakui keesaan Allah dalam mencipta dan bahwa tidak ada daya upaya melainkan dengan kekuatan-Nya.

Ketujuh, cara pandang hikmah; yaitu mengakui bahwa dalam qadha-Nya dan dibiarkannya seseorang berbuat dosa oleh Allah SWT terkandung hikmah. Allah SWT punya hikmah dalam hal itu, cuma akal manusia tidak dapat menjangkaunya.

Sedikitnya terdapat tiga puluh satu hikmah (31) yang akan kami paparkan pada artikel berikutnya yaitu 30 hikmah dari adanya maksiat dan perbuatan-perbuatan kotor dan dosa.

Kedelapan, cara pandang nama dan sifat; yaitu mengakui keterkaitan antara penciptaan, perintah, qadha, dan qadar dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT dan bahwa semua itu sejalan dengan arti masing-masing nama itu. Nama-nama Allah (Asmaa 'ul Husna) itu menuntut tidak dihalanginya seorang hamba berbuat dosa, sebab Allah SWT itu Ghaffar (Maha Pengampun), Tawwaab (Maha Penerima tobat), 'Afuww (Maha Pemaaf), danHaliim (Maha Penyantun). Jelas ini adalah nama-nama yang pasti punya efek atau makna.

Dalam sebuah dalil hadits, Nabi Muhammad saw. Bersabda: Demi zat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya kamu tidak berbuat dosa, pasti Allah membinasakan kalian. Lalu Dia ciptakan makhluk yang berbuat dosa lalu mereka beristighfar kepada Allah dan Dia mengampuni mereka. "(HR Muslim)

Cara pandang terakhir ini dan yang sebelumnya adalah cara pandang yang paling mulia dan paling tinggi derajatnya. Kedua .cara pandang itu adalah milik kalangan khawash. Perhatikan betapa jauh perbedaan keduanya dengan cara pandang pertama. Kedua cara pandang ini menghempaskan hamba ke depan pintu mahabbah 'cinta kasih' dan membukakan baginya banyak makrifat (pengetahuan) dan ilmu yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Ini adalah salah satu pintu makrifat yang agung. Sedikit orang yang membukanya; yakni mengakui hikmah yang luar biasa dari adanya maksiat dan perbuatan-perbuatan kotor.

Sumber https://islamiwiki.blogspot.com/