Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menikah Dengan Khadijah

      Semua yang dikisahkan Maisarah menciptakan Khadijah kian kagum kepada Muhammad. Ia pun berk einginan untuk menikah dengan Muhammad. Hal yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehnya. Selama ini banyak lelaki yang ingin menikahinya, tetapi ia selalu menolaknya. Keinginan Untuk menjadi istri Muhammad kemudian ia sampaikan kepada temannya, Nafisah binti Munayyah. Khadijah meminta Nafisah menemui Muhammad. 
     Saat bertemu Muhammad, Nafisah mengajukan sebuah pertanyaan.”Mengapa engkau tidak menikah?” 
     Muhammad tidak mengira akan ditanya menyerupai itu. Sesaat Muhammad muda terdiam. Nafisah melanjutkan perkataannya. “Kalau ada seorang perempuan jujur dan terhormat dan ia menerimamu apa adanya, apa pendapatmu?” 
     “Siapa dia?” tanya Muhammad penasaran. 
    “Khadijah, perempuan paling istimewa di Makkah,” jawab Nafisah. Ia kemudian memberikan pesan Khadijah. 
    “Wahai saudara sepupuku, saya menyukai dirimu lantaran kesederhanaan dan kedekatanmu dengan kaummu, keteguhanmu menunaikan amanah, tabiat muliamu, dan kejujuranmu dalam berucap,” kata Nafisah, menirukan apa yang diucapkan Khadijah. Awalnya Muhammad muda terkejut. Ia tak mengira dirinya dilamar Khadijah, seorang wanira Quraisy yang amat dihormati dan perempuan kaya raya. Setiap laki-laki Quraisy amat mendambakan Khadijah menjadi istrinya, andai mereka mampu. 
      Setelah cukup usang merenung, Muhammad menyetujui ajakan Khadijah. Ia kemudian menceritakan hal tersebut kepada para pamannya. Tanpa menunggu lama, para paman Muhammad mendatangi pa- man Khadijah untuk melamar. 
    Hari ijab kabul disepakati. Muhammad muda mendatangi kediaman Khadijah didampingi keluarga besarnya. Abi Thâlib, pamannya, terlihat gembira. Pada satu kesempatan, ia maju dan bangun di dcpan para undangan. 
     “Muhammad berbeda dengan cowok yang lain. Tidak ada yang secerdas, sebaik, dan sesopan Muhammad. Kami ingin menikahkan putri kalian dengan putra kami. Untuk itu, kami memberikan mahar sebanyak 20 ekor unta,” kata Abu Thâlib. 
     Ucapan itu disambut bangga keluarga besar Khadijah. Waraqah, sepupu Khadijah, membalas perkataan Abü Thâlib. “Kami ingin erat dengan kalian. Allah telah memberikan banyak kebaikan pada kedua keluarga. Kami mendapatkan ijab kabul putri kami Khadijah dengan putra kalian, Muhammad. Semoga ijab kabul mi membawa banyak kebaikan bagi kedua keluarga.” 
     Pernikahan pun berlangsung dengan khidmat. Tamu undangan memberi selamat kepada kedua pengantin. Pernikahan dihadiri oleh para pemimpin Bani Hâsyim dan Bani Mudhar. Peristiwa itu berlangsung pada 2 bulan sesudah Muhammad pulang dari Syâm. Khadijah ialah perempuan pertama yang dinikahi Muhammad. Ia tidak menikah dengan perempuan lain hingga Khadijah wafat.

Enam Anak dari Rahim Khadijah 
     Rumah tangga Muhammad dan Khadijah berbalut kebahagiaan. Kegembiraan, kasih sayang, tabiat mulia, dan kejujuran menyelimuti kehidupan keduanya. Sebuah rumah tangga nan harmonis, penuh cinta, dan rasa hormat. 
    Muhammad sekarang menjadi pedagang. Berbagai negeri ia kunjungi dengan membawa barang dagangan milik istrinya untuk dijual. Hasil jualannya memberikan Muhammad laba berkalik ali lipat. Khadijah menjadi lebih kaya dibandingkan sebelumnya. Namun, kehidupan mereka tetap sederhana. Mereka pun selalu membantu orang miskin. 
     Kebahagiaan mereka kian lengkap dengan hadirnya enam anak dari rahim Khadijah. Mereka ialah al-Qasim (Nabi saw dijuluki dengan namanya, Abu alQâsim), Zainab, Ruqayyah, Ummu Kult sum, Fâthimah, dan ‘Abdullâh (Julukannya ialah ath- Thayyib dan ath- Thahir). 
      Selain dan Khadijah, Rasulullah saw juga mempunyai anak laki-laki dari istrinya yang lain, Mariyah, ketika di Madinah. Namanya Ibrahim, yang meninggal ketika masih kecil. 
     Semua anak Nabi saw membawa berkah sendiri bagi lingkungannya. Mereka belum dewasa yang sopan, periang, cerdas, dan gemar menolong. Mereka sangat disukai teman-teman mereka. Muhammad dan KhadIjah sangat menyayangi keenam anak mereka. 
    Kebahagiaan keluarga Muhammad tak berlangsung lama. Muhammad dan Khadijah harus mengikhlaskan kepergian belum dewasa mereka untuk selamanya. Semua putra mereka meninggal ketika masih kecil, sedangkan putri-putri mereka hidup hingga masa Islam, memeluk Islam, dan ikut berhijrah. Namun, semuanya meninggal semasa dia masih hidup, kecuali Fâthimah yang meninggal enam bulan sesudah dia wafat. 
     Qasim dan ‘Abdullâh ialah belum dewasa yang pertama kali meninggal. Keduanya wafat secara berturut-turut. Kesedihan terlihat terang di wajah Muhammad dan Khadijah. Namun, menyerupai biasa, masa sulit itu dilalui keduanya dengan kesabaran. 



 Semua yang dikisahkan Maisarah menciptakan Khadijah kian kagum kepada Muhammad Menikah Dengan Khadijah
Puing-puing rumah Khadijah
 Semua yang dikisahkan Maisarah menciptakan Khadijah kian kagum kepada Muhammad Menikah Dengan Khadijah
Denah rumah Khadijah
 Semua yang dikisahkan Maisarah menciptakan Khadijah kian kagum kepada Muhammad Menikah Dengan Khadijah
Ruang tamu rumah Khadijah
 Semua yang dikisahkan Maisarah menciptakan Khadijah kian kagum kepada Muhammad Menikah Dengan Khadijah
Mihrab yang terdapat di ruang tamu
 Semua yang dikisahkan Maisarah menciptakan Khadijah kian kagum kepada Muhammad Menikah Dengan Khadijah
Pintu kamar Rasulullah saw. di rumah Khadijah


 Semua yang dikisahkan Maisarah menciptakan Khadijah kian kagum kepada Muhammad Menikah Dengan Khadijah
Mushalla Nabi saw.
 Semua yang dikisahkan Maisarah menciptakan Khadijah kian kagum kepada Muhammad Menikah Dengan Khadijah
Tempat lahir Fatimah Az Zahra
 Semua yang dikisahkan Maisarah menciptakan Khadijah kian kagum kepada Muhammad Menikah Dengan Khadijah
Perkiraan letak rmah Khadijah pada zaman Rasulullah saw.
Zaid dan ‘Ali diasuh Muhammad 
     Di tengah keluarga Muhammad, juga hadir dua anak asuh: Zaid dan ‘Ail. Zaid berumur delapan tahun. Kisah diasuhnya Zaid oleh Muhammad bermula ketika ia diculik perampok yang beraksi di rumah pamannya. Saat itu, Zaid sedang bertamu di kediaman pamannya. Tak diduga, tiba perampok yang kemudian membawa Zaid. 
     Zaid kemudian ditawarkan sebagai budak oleh para perampok di pasar-pasar. Saat itulah kemenakan Khadijah, yang berjulukan Hakim, melihatnya. Ia segera membeli Zaid dan dibawa ke rumah Khadijah. Mulai ketika itu, Zaid menjadi budak di rumah Khadijah. Muhammad eksklusif menyukai Zaid. Beliau kemudian memutuskan untuk mengangkat Zaid sebagai anaknya. 
    Zaid tentu saja sangat bahagia. Ia semakin betah tinggal di rumah Khadijah. Bahkan, ketika keluarganya menemukan ia dan mengajaknya kembali ke rumah, Zaid menolaknya. Ia tidak mau meninggalkan Muhammad dan Khadijah sebagai orang bau tanah angkatnya. 
     Berbeda hal nya dengan ‘Ali. Muhammad mengasuh ‘Ali lantaran tidak tega melihat keadaan paman beliau, Abu Thâlib, yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Abu Thâlib tidak bisa lagi mengurus anak-anaknya secara maksimal. Muhammad tentu saja tidak pernah lupa dengan kasih sayang yang diberikan pamannya. Muhammad kemudian memberikan diri untuk mengasuh salah satu anak pamannya yang berjulukan ‘Ali. Tawaran itu menciptakan Abi Thâlib tak kuasa menolaknya. Muhammad bangga dengan kesediaan pamannya. Mulai ketika itu, ‘Ali diasuh di tengah keluarga Muhammad. Ia tinggal di kediaman Khadijah bersama Zaid. Hari-hari penuh keceriaan memayungi keduanya selama berada dalam pengasuhan Muhammad dan Khadijah. 

Hikmah Menikah dengan Khadijah
  • Reputasi seseorang kuat pada kesediaan orang lain untuk menerimanya. Jika orang itu baik, orang lain akan mengikutinya.
  • Menikahi seorang janda tidak masalah. Apalagi kalau dia cerdas,  salehah, mulia, dan bijaksana. Selisih umur yang jauh juga tidak masalah, asal keduanya saling mencintai.
  • Muhammad ialah insan biasa: butuh makan, minum, dan lainnya. Tidak ada sifat ketuhanan dan malaikat sedikit pun dalam dirinya.
  • Istri yang berjiwa besar akan menjadi penolong dan membawa berkah bagi suami. Jika seorang anak perempuan mendapatkan pendidikan yang saleh, baik, dan benar, serta dibesarkan dalam keluarga yang baik dan suci, pasti dia akan menjadi istri yang ideal, sukses, dan berbahagia. Kelak dia akan melahirkan generasi yang saleh dan salehah serta mempersembahkan kebaikan bagi agama dan umat.
  • Bagi mereka yang sudah cukup umur, segeralah menikah. Sabda Rasulullah saw, “Wahai para pemuda, siapa yang bisa memberi nafkah, hendaknya menikah, lantaran menikah itu lebih memelihara pandangan dan menjaga kemaluan. Namun, bagi siapa yang belum mampu, hendaklah dia berpuasa, lantaran puasa itu tameng (dari hawa nafsu).” (HR. Bukhâri)