Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menangisi Orang Yang Telah Wafat

Ceramah Habib Munzir Almusawa  

 
قال رسول اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ لَا يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ وَلَا بِحُزْنِ الْقَلْبِ وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ أَوْ يَرْحَمُ وَإِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْه
(صحيح البخاري)

“Sabda Rasulullah SAW: “Sungguh Allah SWT tidak menyiksa/murka dengan linangan airmata, tidak pula dengan kesedihan hati, namun Allah sanggup marah atau sanggup mengasihani alasannya yakni ini: seraya menunjuk pengecap dia SAW, dan sungguh mayyit disiksa alasannya yakni raungan keluarganya atas kematiannya” 
(Shahih Bukhari)
Seseorang yang menangisi orang yang telah wafat maka mayit orang yang wafat itu tidak akan disiksa oleh Allah subhanahu wata’ala.
Sebagian muslimin memahami bahwa menangisi orang yang telah meninggal maka si mayyit akan disiksa, tidak demikian halnya bahkan sayyidina Abu Bakr As Shiddiq menangis di depan mayit sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, begitu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dulu menangis di hadapan seorang bayi yang telah wafat, begitu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengalirkan air mata dikala putrinya wafat.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dan menjelaskan bahwa Allah tidak akan menyiksa seorang yang telah meninggal lantaran tangisan orang-orang yang ditinggalnya dan tidak juga Allah menyiksa atas kesedihan hati orang yang ditinggalnya , lantaran sepantasnya seseorang bersedih jikalau ditinggal oleh kekasihnya, namun Allah subhanahu wata’ala sanggup marah terhadap mayit alasannya yakni ucapan mereka yang ditinggalkan atau mengasihinya .
Para imam ahlu hadits, diantaranya Al Imam Ibn Hajar Al Asqalni di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari menjelaskan makna hadits ini yakni yang dimaksud bahwa verbal (ucapan) yang sanggup mengakibatkan mayit disiksa yakni orang-orang yang melaksanakan niyahah (berteriak/meronta-ronta) seakan tidak mendapatkan takdi Allah subhanahu wata’ala, dan si mayyit semasa hidupnya tidak mengajarkan kepada keluarganya bahwa meratapi takdir Allah yakni hal yang tercela, maka Allah tampakkan kehinaan kepadanya dengan tangisan keluarganya atas meninggalnya, maka dalam hal ibarat ini jikalau semakin para keluarga dan kerabatnya menangis maka ia akan semakin terhimpit dan tersiksa, lantaran ia tidak mengajarkan kepada mereka untuk mendapatkan dan bersabar atas takdir yang diberikan Allah kepada mereka.
Maka dalam hadits tersebut tersimpan satu kata dan menjadi dalil yang terperinci bahwa Allah sanggup mengasihi mayit alasannya yakni ucapan atau doa seseorang. Sebagian pendapat menyampaikan bahwa orang yang telah meninggal maka amalnya terputus dan tidak lagi sanggup hingga kepadanya amal apapun, akan tetapi orang yang masih hidup sanggup menolong orang yang telah meninggal dengan doanya, hadits tadi merupakan salah satu dalil akan hal ini, dimana seorang mayit sanggup disiksa atau disayangi oleh Allah alasannya yakni lisan/ucapan orang yang hidup, jikalau orang yang masih hidup mendoakannya maka hal itu akan sanggup merubah keadaannya di dalam kubur.

Adapun yang dimaksud ucapan orang yang masih hidup akan menjadi petaka bagi mayit di alam kuburnya yakni niyahah, ibarat berkata dengan berteriak sambil menangis : “jika si fulan tidak melaksanakan hal itu maka ia tidak akan meninggal”, dan lainnya dari ucapan-ucapan yang menunjukkan penyesalan atas kematian seseorang, hal itulah yang mengakibatkan si mayyit tersiksa di kuburnya. Namun sebagian ulama’ beropini bahwa selama si mayyit di masa hidupnya ia mengajarkan kepada keluarganya untuk tabah dan tabah atas takdir Allah subhanahu wata’ala, maka ia tidak akan mendapatkan kesulitan tersebut di kuburnya, namun yang akan mendapatkan kesulitan yakni keluarganya yang masih hidup.





























kata kunci:


Hukum menangisi orang yang telah wafat


Hukum menangisi orang yang telah meninggal


Hukum menangisi orang yang telah tiada


Menangis dikuburan


Menangisi mayit


Menangisi Jenazah