Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kemajuan Dunia Intelektual Di Spanyol, Lengkap!

Dalam berguru sejarah islam ini saya akan menjelaskan ihwal kemajuan dunia intelektual d KEMAJUAN DUNIA INTELEKTUAL DI SPANYOL, Lengkap!
www.rangkumanmakalah.com
Dalam berguru sejarah islam ini saya akan menjelaskan ihwal kemajuan dunia intelektual di syanyol dan merupakan kelanjutan dari pembahasan tentang ekspansi umat islam di spanyol dan tentunya sebagai pembelajaran bagi anda lantaran ada penyebab yang jarang di ungkap, maka kemajuan dunia intelektual di spanyol menjadi menarik untuk di ungkapkan.. untuk membahas masalah ini. kita mulai dengan pembahasan Kekuasaan umat Islam di Spanyol mudah berakhir dengan jatuhnya Granada. 
Namun pengaruhnya pada dunia intelektual Barat, tidak terelakkan, berakar kuat hingga ketika ini. Menjelajah sejarah inteletual Islam zaman Andalusia tetap relevan sebagai refleksi kekinian dan kekitaan ketika ini. Montgomery Watt memberi pandangan bahwa wajah sejarah Barat dan atau Amerika ketika ini tidak lain yaitu imbas pribadi dari sejarah umat Islam Spanyol.
Here an oriental culture has entered Europe and left behind magnificent architectural remains. It offers important example of close contact of diverse  culture, and one that has contributed to making Eouropean and American historian what he is.[1]

Tentu ada latar kesejarahan yang menyuburkan dunia intelektual Islam Andalusia sehingga berkembang pesat. Ada situasi sosial-politik yang melatari perkembangan sastra, pendidikan, dan keilmuan. Ketiga ranah itu cukup menjadi penanda tumbuh suburnya dunia intelektual masa itu. Dengan batasan tiga ranah itu, makalah tidak membahas bidang-bidang peradaban lain semisal: pertanian, hukum, arsitektur, manajemen publik maupun pemerintahan, militer, armada laut, ekonomi yang juga sangat menonjol ketika itu.

kemajuan dunia intelektual di sepanyol yang di sebabkan dari Faktor Internal

Sebagian besar penguasa di Andalusia yang masuk dalam line up silsilah kekuasaan di Andalusia yaitu orang-orang yang mempunyai komitmen sekaligus bakat keilmuan dan kecintaan pada sastra. Abdurrahamn I, Hisyam, Abdurrahman II dan III sedari muda yaitu para pecinta ilmu dan sastra. Tidak diragukan pemerintahan mereka mendorong tumbuh kembangnya budaya keilmuan. Kelimpaham materi yang dicapai penguasa Andalusia dimanfaatkan untuk pengembangan dunia keilmuan dan kecintaan pada buku.
Edward Gibbon, penulis sejarah kekaisaran Romawi, menciptakan catatan, bahwa ia terkagum-kagum dengan kecintaan masyarakat muslim di Andalusia yang jauh melampui kultur Kristen zaman pertengahan yang antibuku. Di Kordova saja ada 70 gedung perpustakaan. Khusus perpustakaan khalifah sendiri mempunyai koleksi judul buku sebanyak 600.000.[2] Sumber yang lain menyatakan 400.000. Selain perpustakaan, sejumlah tempat-tempat penelitian, pusat-pusat kesehatan dan teknologi dibangun[3]. Kordova benar-benar menjadi kota peradaban yang dibangun semenjak Abdurrahman I dan diperluas dan semasa Abdurrahamn II dan Al Hakam.
Pameran dan pasar buku sangat ramai. Tawar-menawar dan lelang buku di kalangan pecinta dan kolektor buku menimbulkan harga buku jauh melampui harga riilnya.[4] Perpustkaan Kordova bisa jadi semacam Conggres Nation Library di Washington ketika ini. Sementara gairah akan buku masyarakatnya bisa dianalogikan dengan Frankfrut Book Fair, perhelatan buku terbesar di dunia ketika ini.[5]
Jika di Eropa banyak buku-buku disegel oleh gereja, pikiran-pikiran kritis dan bertentangan dengan penguasa dan gereja dibungkam menyerupai yang terjadi pada Copernicus dan Galileo, di Andalusia, pemikiran tumbuh subur dan kritis. Semasa Abdurrahman III, seorang khotib Bernama Al Mundzir bin Sa’id mengkritik keras megaproyek pembangunan Madinah Az Zahra. Seorang penasihat khalifah membisiki biar sang khatib itu dipecat atau diberi sanksi. Akan tetapi, dengan besar hati, Abdurrahman III mendapatkan kritik itu sebagai peringatan untuk dirinya[6].
Penguasa Bani Umayyah juga populer dekat dan erat dengan banyak penyair. Seringkali Abdurrahman II, contohnya mengundang sastrwan ke kediamannya. Seorang pujangga yang dekat dengan penguasa yaitu Abd Robbihi. Pujangga besar lain yang beraliran Platonis yaitu Ibnu Hazm. Puisi platonis memandang keindahan romantisme sebagai wakil dari keindahan abadi. Bagi puisi platonis, kecintaan pada dunia yaitu anak tangga bagi kecintaan pada Ilahi. Cinta sejati yang  terungkap dalam puisi tidak lain yaitu jalan pendakian untuk berkontempelasi pada Yang Kuasa. “Love is  a means of ascent to comtempletion of Devine,” kata Stanford yang mengutip Plato.[7]
Ibnu Hazm seorang kristen yang menjadi mualaaf. Pernah menjabat di kabinet, tetapi lalu mengundurkan diri dan lebih menentukan jalan hidup sebagai seorang sastrawan.[8] Kordova benar-benar menjadi enclave dan episentrum kegiatan ilmu dan satra. Nyaris semua pengunjungnya baik dari Andalusia maupun manca negara memberi kebanggaan sebagai pemanis dunia (The Ornament of World). Dicacat oleh As Sirjani, sejumlah tokoh semisal Ibnu Hauqal, Al Idrisi, Al Himyari Abu Al Hasan bin Bassam, Ibu Al Wardi memuji Kordova sebagai sentra bertemunya orang-orang hebat, berilmu, dan cerdas.[9]
Kesusastraan Isalam zaman Andalusia, diakaui mempengaruhi dunia sastra Eropa hingga ketika itu. Sampai ketika inipun semua kritikus Don Xuisote karya Carvantes mengakui imbas sastra Arab. Kekuatan prosaik Don Xuisote pun hanya bisa ditandingi oleh karya-karya Sheakspear. Secara khusus Gunawan Muhhammad menawarkan catatannya dan menerjemahkan satire Don Xuisote yang pernah difilmkan.
Syahdan, adegan dimulai dengan Miguel de Cervantes, penyair, pemungut pajak, dan prajurit, yang ditangkap bersama bujangnya yang setia. Jawatan Inkuisisi, forum Gereja Kristen Spanyol yang dengan tangan besi menjaga keutuhan umat dan iman, menjebloskan mereka ke dalam kurungan di bawah tanah. Tak ayal, dalam Calabozo yang menyeramkan itu mereka dikerubuti para tahanan lain: semua milik yang mereka bawa harus diserahkan.[10]

Bersama dengan kemajuan dunia sastra di Andalusia, pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan juga berkembang pesat. Baik ilmu agama maupun ilmu alam berkembang dengan pesat. Khusus ihwal pengajaran Al Quran, dalam catatan Ibnu Khaldun, masyarakat Andalusia sangat sadar akan pentingnya mengajarkan Al Quran. Pada anak kecil Al Alquran diajarkan dengan kemampuan membaca. Pelajaran Al Alquran diberikan tanpa tambahan tafsir, tambahan pelajaran menulis pada bawah umur tersebut. Ini dilakukan untuk menancapkan kecintaan pertama kali pada Al Quran.[11]
Pada usia yang lebih remaja, mereka diajari menulis dan tatabahas Arab. Sebagai pelajaran tambahan murid-murid diajari sejarah, tafsir Al Quran, tata bahasa Arab, puisi, leksikografi dan geografi. Guru-guru mendapatkan daerah yang terhormat. Kaum perempuan pun tidak banyak dibatasi untuk belajar. Pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, pemerataan pendidikan dilakukan. Pada zaman Abdurrahman III dinyatakan bahawa tidak ada penduduk remaja di Kordova yang buta aksara. Kordova juga mempunyai universitas besar. Asal-mulanya yaitu masjid Kordova  yang dibangun tidak hanya untuk daerah ibadah, tetapi juga untuk acara intelektual. Barangkali Universitas Kordova ketika itu yaitu Sarbone University  atau Harvard Universiy ketika ini.
Selain Kordova, kota-kota Spanyol menyerupai Sevilla, Malaga, Granada juga juga mempunyai universitas. Universitas Kordova membuka aneka macam jurusan: astronomi, matemtika, kedokteran, aturan dan teologi. Univeritas Granada yang dibangun zaman Khlaifah Nashiriah, tidak kalah dengan univeristas Kordova, bahkan di Granada dibuka jurusan kimia menambahi jurusan yang ada di Kordova. Kemajuan pendidikan di kota-kota Spanyol menimbulkan kaum Yahudi mengiblat. Kurikulum pendidikan mereka tak aya lagi berusaha mengadopsi dan menyerap tingkat perkembangan pendidikan Islam. Umat Yahudi ikut menikmati kejayaan Spanyol bagi kesejahteraan hidup mereka. Dalam amatan orang Yahudi, tidak hanya Kordova yang menjadi sentra perkembangan ilmu dan budaya, kota-kota lain menyerupai Sevilla, Granada, Malaga berusaha keras bisa menyamai Kordova. Sejumlah orang Yahudi yang berkibar menjadi tokoh, pujangga, ilmuwan diataranya Juha Halevi, Maimondes, Joseph Ibnu Nagrela, Hasdai Ibn Shaprut.[12] Kota-kota Spanyol, terutama Kordova ketika itu yaitu tujuan kegiatan fellowship.

kemajuan dunia intelektual di sepanyol yang di sebabkan dari Faktor Eksternal

Dominasi intelektual generasi umat Islam di Andalusia, tidak pelak lagi, menimbulkan bahasa Arab yaitu linguafrace ketika itu. Bahasa menjadi kiblat ilmu pengetahuan ketika itu. Bahasa Latin yang sudah usang mendominasi konstelasi peradaban Eropa tergeser oleh bahasa Arab. Digambarkan oleh Menocal, bagaimana seorang Pendeta Kristen Paul Alvarus menjadi gelisah melihat kenyataan bawah umur muda Spanyol merasa lebih optimis berguru bahasa Arab. Banyak orang Kristen juga bahagia mempelajari aneka macam syair Arab. Tatabahasa Arab yang indah menjadi daya tarik bagi orang Kristen Eropa. “Adakah rakyat jelata yang masih mau membaca tafsir-tafsir kitab suci berbahasa latin,” begitu keluh Alvarus dalam bukunya The Unmistitakable Sign.[13] Gejala ini mungkin tidak jauh beda dengan kondisi masyarakat intelektual kita kini yang cenderung mengiblat pada bahasa Inggris.
Universitas-universitas di kota-kota Andalusia benar-benar memperlihatkan diri sebagai center of excellent. Jika saja ketika itu sudah ada tubuh pemeringkatan PT sebagaimana Time Higher Education, tidak mustahil, univeritas Kordova akan menduduki peringkat atas jajaran World Class University. Peringkat yang ketika ini diidam-idamkan dan dikejar-kejar PT seluruh dunia. Sayang sekali belum ada univeritas Islam di dunia Islam, jangan lagi UIN di Indonesia masuk dalam daftar World Class University itu.[14]

Tokoh dan Ilmuwan dalam kemajuan dunia intelektual di sepanyol
Dari rahim kemajuan dunia intelektual di Andalusia itu, lahirlah tokoh-tokoh ilmuwan muslim pengembang aneka macam bidang keilmuan. Tentu tidak bisa didaftar satu-persatu. Beberapa berikut yang disebut cukuplah mewakili citra keunggulan warisan inteletual dan dunia keilmuan umat Islam di Andalusia. Diantara mereka yang mewakili zamannya sepanjang sejarah Islam di Spanyol yaitu  Al Zahrawi, Ibnu Khaldun, Ibnu Thufayl, Ibny Rusyd, dan Ibnu Bathutah
Al Zahrawi, yaitu dokter hebat bedah semasa kekuasaan Al Hajib Al Muzaffar.  Al Zahrawi pula yang memperkenalkan pada dunia medis modern alat-alat bedah, prinsip-prinsip pembedahan yang mengikuti jalur pembuluh darah dan menemukan benang jahit pascabedah.[15] Ibnu Khaldun (1332-1406) mengulas sejarah dan sosiologi dengan melihat faktor fisik demografis dan spritualitas yang kuat kuat pada dinamika kesejarahan bangsa Arab dan Berber.
Ibnu Thufayl seorang dokter juga seorang filsuf besar. Selaon dokter istana, ia yaitu penasihat Dinasti Muwahhidun, tepatnya Khalifah AbuYaqub Yusuf. Ia sorang penganut paham neoplatonis. Ia berguru kedotern di Granada. Karya filsafatya ditulis scara prosaik: Hayy ibnu Yaqzan (Yang Hidup Anak Kesadaran) yaitu judul karyanya. Buku itu selian komtemplatif juga mengibur. Buku itu memuat gagasan. Bahwa salah satu kapasitas kecerdikan insan yaitu mengetahui tanpa proteksi sedikitpun dari luar. Ilham, pengetahuan rohani, ide-ide spiritualisme bisa diraih tanpa proteksi panca indra. Buku ini diterjemahkan dalam bahasa Latin pertama kali oleh Edward Pococke. Gaya menulisnya konin menyerupai dengab pendhulunya Ibnu Sina, tetapi inspirasinya berasal dari Alfarabi.[16]
Ibnu Rusyd (1126-1198), selain dokter dan hakim, ia tekenal terutama di kalangan Barat lantaran ulasanya ihwal Arsitoteles. Nalar Barat terbantu dalam memahami alam pikiran Yunani terutama karya-karya Aristoteles berkat ulasam-ulasan Ibnu Rusyd. Ia hidup semasa Ya’qub Al Manshur salah satu penguasa Dinasti Muwahhidun. Di dunia Islam, pandangan-pandangan Ibnu Rusyd dikenal bertentangan dengan pandangan Al Ghazali. Dalam perkembangan sejarah berikutnya, Al Ghazali lebih diakrabi oleh kaum muslimin di belahan Asia dan Afrika. Sementara orang-orang Kristen Barat mengiblat pada Ibnu Rusyd. Andai saja umat Islam dalam kesejarahan mutakhir bisa melaksanakan klarifikasi terperinci yang seimbang pemikiran Ghozali dan Ibnu Rusyd, mungkin saja akan berdampak lain pada wajah peradaban umat Islam hari ini.
Ibnu Bathutah (1304-1377), bersama-sama hebat fikih, tetapi pengembaraannya menjadikannya populer lantaran catatan demografi, etnografi dan geografi dari wilayah-wilayah yang dikunjuginya dari Afrika, India, China, Konstantonopel dan ke Andaluisa.[17] Dalam perjalanannya dari Delhi ke China, Ibnu Bathutah, singgah di Samudra Pasai pada tahun 1345. Saat itu penguasa kerjaan Islam pertama di nusantara yaitu Sultan Malikus Zahir.[18]
demikian dalam pembahasan kemajuan dunia intelektual di spanyol, dan semoga bermanfaat untuk anda. dan pelajari juga ihwal ajaran dalam aliran syiah




[1] William Montgemary Watt and Pieere Cachia, A History of Islamic Spain (Eidenburg: Eidenburg University Press, 1997), 1.
[2]  Maria Rosa Menocal, Sepotong Surga di Andalusia, 39.
[3] Janes S. Gerber, The Jews of Spain: A Historic of Sephardic Experoence (New York: McMillan, 1994),29.
[4] Philip K. Hitti, The History Arabs, 717.
[5] Tentang bergengsinya ekspo buku di Frankfrut Jerman Dorothea Rosa Herliany, penyair Indonesia yang tinggal di Jerman, menggambarkan dalam artikelnya ”Frankfurt Book Fair: Pentingnya Sastra di Sebuah Bangsa”, Kompas, 6/10/2013.
[6] Roghib As Sirjani, Bangkit dan Runtuhnya Andalusia, 22.
[7] Stella Stanford, Plato and Sex (Cambridge, USA: Polity Press, 2010) 27.
[8] Philip K. Hitti, The History of Arabs, 710.
[9] Rogib, As Sirjani, Bangkit dan Runtuhnya Andalusia, 367.
[10] http://goenawanmohamad.com/2010/08/23/majenun/
[11] Ibnu Khladun, Muqoddimah, terj. (Jakarta: Al Kaustar, 2001) 1003.
[12] Janes R. Gerber, The Jews of Spain: A History of Sephardic Experience (Macmillan, 1994), 36-38.
[13] Maenocal, Sepotong Surga di Andaluisa, 77
[14] Soal ulasan capaian peringkat PT Indonesia dan sejumlah PT dunia yang berhasil menembus daftar World Class University, “Bambang Cipto, Di Balik Terpuruknya Peringkat PT” (Kompas: 14/10/2013).
[15] Roghib, As Sirjani, Bangkit dan Runtuhnya Andalusia, 328.
[16] Hitti, History ofArabs, 742.
[17] Ibid, 839.
[18] Ensiklopedia Islam (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996 ) 249.