Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Strategi Dakwah Nabi Muhammad Saw Di Mekah

C. STRATEGI DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW. DI MEKAH

Strategi merupakan cara-cara yang dipergunakan Nabi Muhammad saw. untuk memberikan dakwah Islam dengan tujuan biar dakwah tersebut sanggup dengan gampang diterima oleh umatnya. Untuk tujuan tersebut, dia melaksanakan taktik berdakwah secara sedikit demi sedikit biar substansi bahan dakwahnya sanggup diterima dengan gampang di kalangan masyarakat Arab.

Secara garis besar, dakwah Nabi Muhammad saw. dibagi menjadi dua periode, yaitu: Periode Mekah dan Periode Madinah. Proses dakwah Nabi saw. di Mekah berlangsung selama 13 tahun (3 tahun dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan 10 tahun secara terang-terangan). Sedangkan dakwah di Madinah berlangsung selama 10 tahun, terhitung mulai dari hijrah Nabi saw. ke Madinah hingga dia wafat.

1. Dakwah Secara Sembunyi-sembunyi

Pada mulanya, Nabi Muhammad saw. memulai acara dakwahnya secara sembunyi-sembunyi dengan keinginan tidak menimbulkan kecurigaan dari kaum Quraisy Mekah. Pada mulanya dia hanya menyeru kepada keluarga inti dan beberapa kerabat dekatnya. Pada tahap ini, Nabi saw. hanya memberikan beberapa anutan dasar dari agama Islam. Inti anutan tersebut meliputi tiga hal, yaitu: pertama, keesaan Tuhan; kedua, abolisi patung-patung berhala; dan ketiga, kewajiban insan untuk beribadah ritual dan sosial untuk mencari keridaan Allah swt. semata.

Orang-orang yang pertama kali mendapatkan permintaan dan seruan Nabi Muhammad saw. disebut dengan as-sabiqunal awwalun, atau orang-orang yang pertama masuk Islam. Mereka yaitu Khadijah (istri Nabi saw.), Zaid bin Harisah (anak angkat Nabi saw.), Ali bin Abi Thalib (sepupu Nabi saw.), serta Abu Bakar (sahabat karib Nabi saw.). Pada perkembangan selanjutnya, mereka juga turut serta mengembangkan anutan Islam, dan berhasil menghipnotis beberapa orang di sekitarnya. Abu Bakar misalnya, berhasil mengajak lima orang untuk memeluk agama Islam, mereka yaitu Sa'ad bin Abi Waqash, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurrahman bin Auf, dan Utsman bin Affan. Selain keluarga dan kerabat dekat, Nabi Muhammad juga memberikan dakwahnya kepada orang-orang yang sudah dikenalnya secara baik dan mereka pun mengenal baik kepribadian beliau. Sikap mereka mendapatkan eksklusif dakwah Nabi saw. lantaran didasari keyakinan besar lengan berkuasa bahwa apa yang disampaikannya yaitu benar adanya.

Menurut Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, tugas generasi pertama Islam sangat besar dalam mendukung dan mensukseskan dakwah Islam. Abu Bakar yaitu sahabat yang sangat aktif menemani dia dalam gerakan dakwah Islam. Beliau merupakan tokoh yang disenangi dan gampang berkomunikasi dengan masyarakat umum. Setelah beberapa tokoh tersebut di atas, lalu disusul generasi selanjutnya yang menyatakan masuk Islam, mereka yaitu Bilal bin Rabah Al-Habsyi, Amin Al-Ummah orang kepercayaan umat yaitu Abu Ubaidah `Amir bin Al-Jarah dari Bani Al-Haris bin Fihr, Abu Salamah bin Abdul Al-Asad Al-Makhzumi, Al-Arqam bin Abu Al-Arqam Al-Makhzumi, Usman bin Maz'un dan dua saudaranya Qudamah dan Abdullah, Ubaidah bin Al-Haris bin Al-Muthalib bin Abdul Manaf, Sa`id bin Zaid Al-Adawi Al-Urus dan istrinya Fatimah binti Al-Khattab Al-Adwiah adik wanita Umar bin Al-Khattab, Khabbab bin Al-Arat, Abdullah bin Mas`ud Al-Huzali, dan lain-lain, mereka dianggap sebagai perhiasan generasi pertama menganut Islam (As-Sabiqun Al-Awwalun). Mereka seluruhnya yaitu keturunan Quraisy, berdasarkan sejarawan Ibnu Hisyam, jumlah mereka mencapai 40 orang. Namun, pada mulanya mereka memeluk Islam secara rahasia, Nabi Muhammad saw. secara terus-menerus mengadakan pertemuan dengan mereka, mengajarkan kepada mereka mengenai agama Islam secara rahasia.

Pada saat-saat itu, wahyu turun tanpa putus, yaitu sesudah turunnya awal surah Al-Muddatsir, bagian-bagian surah yang turun pada masa-masa ini merupakan ayat-ayat yang pendek-pendek, struktur ayatnya indah, bagus, dan lembut, seni susunannya sesuai dengan tuntutan suasana damai, bertemakan pencucian jiwa dan mengecam perilaku-perilaku jelek duniawi, menggambarkan keindahan nirwana dan keburukan neraka, membimbing insan mukmin dalam satu suasana yang jauh berbeda dari suasana insan pada masa itu.

Dakwah secara sembunyi-sembunyi berlangsung selama tiga tahun. Dalam jangka waktu tersebut, mula-mula Nabi Muhammad saw. dan beberapa sahabatnya hanya berhasil membentuk sebuah kelompok kecil (umat Islam). Sampai kesudahannya turun wahyu yang mengharuskan dia memberikan dakwah secara terang-terangan. Menginjak tahun keempat kenabian, Nabi Muhammad saw. mendapatkan wahyu perintah memperlihatkan peringatan kepada para kerabatnya. Menurut para ahli, wahyu ini dinilai sebagai awal acara dakwah secara terang-terangan. Allah swt. berfirman:

وَأَنذِرۡ عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ

"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat." (Asy-Syu'ara: 214)

Berikut ini langkah-langkah yang ditempuh Nabi Muhammad saw. dalam memberikan dakwah secara terang-terangan.

2. Dakwah Secara Terang-terangan

Nabi Muhammad saw. mengumpulkan orang-orang dari Bani Al-Muthalib dan Bani Abdi Manaf, jumlah mereka yang hadir pada pertemuan tersebut sekitar 45 orang. Beliau bermaksud memberikan dakwah Islam dalam pertemuan tersebut, namun belum sempat berbicara, Abu Lahab sudah menyela terlebih dahulu seraya berkata, "Mereka yang hadir di sini yaitu paman-pamanmu beserta anak-anaknya, maka bicaralah jikalau ingin berbicara, dan tidak perlu bersikap kekanak-kanakan. Ketahuilah, bahwa tidak ada orang Arab yang berani mengernyitkan dahi terhadap kaummu. Dengan begitu saya berhak menghukummu. Biarkanlah urusan keluarga bapakmu. Jika engkau tetap bertahan pada urusanmu ini, maka akan lebih gampang bagi seluruh kabilah Quraisy untuk menerkammu dan semua bangsa Arab ikut campur tangan dalam urusanmu. Karena sebenarnya engkau tidak pernah melihat seseorang dari mereka yang pernah berbuat macam-macam ibarat yang engkau perbuat ketika ini." Mendengar ucapan Abu Lahab tersebut, Nabi Muhammad saw. hanya membisu dan tidak berkata sepatah kata pun.

Pada kesempatan lain, Nabi Muhammad saw. mengundang mereka untuk kedua kalinya. Saat itulah dia bersikap lebih mantap dan bersabda, "Segala puji bagi Allah dan saya memuji-Nya, memohon pertolongan. percaya dan tawakal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada yang kuasa selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Sesungguhnya seorang pemandu itu tidak akan mendustakan keluarganya. Demi Allah yang tiada yang kuasa selain Dia, sebenarnya saya yaitu utusan Allah kepada kalian secara khusus dan kepada insan secara umum. Demi Allah, kalian benar-benar akan mati layaknya sedang tidur nyenyak dan akan dibangunkan lagi layaknya bangkit tidur. Kalian akan benar-benar dihisab (dihitung amal perbuatannya) terhadap apa pun yang kalian perbuat. Lalu di sana ada nirwana yang infinit dan neraka yang infinit pula."

Mendengar ucapan Nabi, Abu Thalib berkata, "Kami tidak suka menolongmu, menjadi penasehatmu dan membenarkan perkataanmu. Orang-orang yang menjadi keluarga bapakmu ini sudah bersepakat. Aku hanyalah segelintir orang di antara mereka. Namun, akulah orang pertama yang mendukung apa yang engkau sukai. Maka lanjutkanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Demi Allah, saya senantiasa akan menjaga dan melindungimu, namun saya tidak mempunyai pilihan lain untuk meninggalkan agama Bani Abdul Muthalib". Kemudian Abu Lahab berkata, "Demi Allah, ini yaitu kabar buruk. Ambillah tindakan kepada dirinya sebelum orang lain yang melakukannya." Abu Thalib kembali berkata, "Demi Allah, kami akan tetap melindunginya selama kami masih hidup."

Setelah Abu Thalib mengeluarkan pernyataan sekaligus jaminan untuk senantiasa menjaga keselamatan beliau, maka Nabi Muhammad saw. semakin berani melaksanakan dakwah secara terang-terangan. Di samping itu, secara eksklusif maupun tidak langsung, pernyataan Abu Thalib tersebut merupakan proteksi atas acara dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Tidak usang sesudah pertemuan tersebut, perlahan-lahan tapi niscaya semakin banyak penduduk Mekah yang memeluk agama Islam. Perkembangan ini mendorong Nabi Muhammad saw. untuk menampakkan acara dakwahnya secara formal dan terang-terangan. Oleh lantaran itu, pada suatu kesempatan, dia mengundang seluruh penduduk Mekah ke Bukit Shafa untuk mendengarkan khutbahnya. Dalam khutbahnya, Nabi memberikan inti anutan agama Islam yang dibawanya dan menegaskan bahwa dirinya yaitu utusan Allah. Oleh alasannya yaitu itu, dia mengajak mereka kepada agama tauhid (mengesakan Allah) serta beriman kepada risalahnya dan juga kepada hari final (hari kiamat).

Bukit Shafa
Karena dakwah yang disampaikan Nabi Muhammad saw. benar-benar merupakan hal baru, dan berkaitan dengan persoalan agama yang dalam perspektif ilmu sosiologi dan antropologi, yaitu termasuk persoalan yang sangat sulit berubah, lantaran berkaitan dengan keyakinan, maka muncullah banyak sekali reaksi dari kaum Quraisy Mekah. Sebagian kecil dari mereka ada yang eksklusif percaya dan mengimani Islam, dan sebagian besar lainnya menolak, khususnya dari para tokoh dan pembesar Quraisy yang memang sudah merasa mapan dengan kepercayaan lama. Reaksi keras tiba dari pembesar Quraisy, Abu Lahab. Setelah mendengar khutbah beliau, Abu Lahab murka dan berkata, "Celakalah engkau wahai Muhammad untuk selama-lamanya, untuk inikah engkau mengumpulkan kami semua di sini?" Setelah ucapan tesebut keluar dari verbal Abu Lahab, Allah swt. berfirman yang artinya: "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia! Tidaklah mempunyai kegunaan baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka). Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah). Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal." (QS. Al-Lahab: 1-5).

Gertakan dan usikan Abu Lahab ketika dia memberikan dakwahnya di Bukit Shafa tersebut tidak menciptakan semangat dakwah Nabi Muhammad saw. surut apalagi berniat menghentikan acara dakwah. Sebaliknya, dengan turunnya surah Al-Lahab di atas, dia semakin gigih, bersemangat dan gencar dalam berdakwah. Seruan dia terus bergema di pelosok kota Mekah, hingga lalu turun ayat yang artinya: "Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik." (A1-Hijr: 94).

Ayat tersebut di atas semakin mengukuhkan posisi Muhammad sebagai seorang rasul utusan Allah guna memberikan risalahnya secara tegas dan terang-terangan, serta menentang perbuatan orang kafir Mekah.