Adab-Adab Yang Perlu Diketahui Dalam Membaca Al Qur'an
Membaca Al Qur’an yaitu suatu ibadah yang agung dan mulia. Dan sanggup menjadikn kewajiban untuk umat muslim untuk membacanya. Dengan al Qur'an juga bertujuan untuk mengharap Ridho Alloh , maka setiap amal ibadah dalam rangka mendekatkan diri semata mata kepada Alloh.
Dalam informasi kali ini, admin akan membagikan mengenai tema al Qur'an dengan judul Perlu Diketahui Adab Dalam Membaca Al Qur'an, Yuk Baca ulasan lengkap dibawah ini sebagai berikut:
Pertama, Membersihkan lisan dengan menggunakan siwak atau dengan cara lainnya sebelum membaca al-qur’an.
Sebelum membaca al-qur’an disunahkan untuk bersiwak. Imam Ibnu Majah meriwayatkan dari sahabat Ali bin Abu Tholib radhiyallahu ‘anhu, dia bersabda;
إِنَّ أَفْوَاهَكُمْ طُرُقٌ لِلْقُرْآنِ، فَطَيِّبُوهَا بِالسِّوَاكِ
“Sesungguhnya mulut-mulut kalian yaitu jalan bagi Al Qur`an, maka harumkanlah dengan bersiwak.” (Sunan Ibnu Majah, no.291)
Bersiwak yang paling baik dikerjakan dengan menggunakan kayu arok, namun juga sanggup dikerjakan dengan menggunakan benda-benda lain yang bias berfungsi menyerupai kayu arok, menyerupai kain yang kasar, sikat atau benda-benda lain.
Kedua, Berwudlu sebelum membaca al-qur’an bagi orang yang berhadats kecil
Orang yang berhadats kecil diperbolehkan membaca al-qur’an menurut ijma’ (kesepakatan) ulama’. Sedangkan orang yang berhadats besar, menyerupai orang yang junub dan sedang haidh tidak boleh membaca al-qur’an, namun diperbolehkan membaca al-qur’an didalam hati saja, begitu juga diperbolehkan melihat mushaf al-qur’an dan membaca do’a dan dzikir bagi orang yang sedang berhadats besar.
Diantara dalil diperbolehkannya membaca al-qur’an bagi orang yang berhadats kecil yaitu hadits yang diriwayatkan dari sahabat Ali bin Abu Tholib radhiyallahu ‘anhu, dia bersabda;
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي الْخَلَاءَ، فَيَقْضِي الْحَاجَةَ، ثُمَّ يَخْرُجُ، فَيَأْكُلُ مَعَنَا الْخُبْزَ، وَاللَّحْمَ، وَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ، وَلَا يَحْجُبُهُ - وَرُبَّمَا قَالَ: لَا يَحْجُزُهُ - عَنِ الْقُرْآنِ شَيْءٌ، إِلَّا الْجَنَابَةُ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke dalam WC dan menuntaskan hajatnya, kemudian dia keluar kemudian makan roti dan daging serta membaca Al Qur`an bersama kami, dan tidak ada yang menghalanginya, -dan mungkin saja ia mengatakan; - "tidak ada yang menghalanginya untuk membaca Al Qur`an selain junub.” (Sunan Ibnu Majah, no.594)
Meski begitu sebelum membaca al-qur’an disunahkan untuk berwudhu terlebih dahulu. Dalam satu hadits dijelaskan;
عَنِ الْمُهَاجِرِ بْنِ قُنْفُذٍ، أَنَّهُ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَبُولُ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ حَتَّى تَوَضَّأَ، ثُمَّ اعْتَذَرَ إِلَيْهِ فَقَالَ " إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا عَلَى طُهْرٍ أَوْ قَالَ: عَلَى طَهَارَةٍ
“Dari Al Muhajir bin Qunfudz Bahwasanya dia pernah menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika dia sedang buang air kecil, kemudian dia mengucapkan salam kepada Nabi, namun dia tidak menjawab salamnya sampai berwudhu, kemudian dia meminta maaf seraya bersabda: "Sesungguhnya saya tidak suka menyebut Nama Allah Ta'ala kecuali dalam keadaan suci.” (Sunan Abu Dawud, no.17)
Ketiga, Memilih daerah yang baik dan higienis untuk membaca al-qur’an.
Membaca al-qur’an hendaknya menentukan daerah yang baik dan bersih, lantaran itulah para ulama’ menganjurkan untuk membaca al-qur’an dimasjid, alasannya alasannya pada umumnya masjid itu higienis dan masjid yaitu daerah yang dimuliakan, selain itu tujuannya untuk memperoleh pahala mengerjakan i’tikaf didalam masjid. Allah berfirman:
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
“Di rumah-rumah Allah (masjid) yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,” (Q.S. An-Nur : 36)
Syekh Wahabah Zuhaili dalam Tafsir Munir menjelaskan; ayat ini memberi petunjuk dan perintah untuk imaroh (meramaikan) masjid. Imaroh masjid secara fisik (hissiyah) dilakukan dengan cara membangun masjid, sedangkan imaroh non-fisik (maknawiyah) dilakukan dengan cara mengerjakan sholat, berdzikir, mengadakan pengajian dan membaca al-qur’an didalam masjid.
Keempat, Duduk dengan hening ketika membaca al-qur’an
Membaca al-qur’an boleh dilakukan dalam posisi berdiri, duduk bahkan dengan berbaring. Allah berfirman;
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ () الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat gejala bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan wacana penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau membuat ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali Imron : 190-191)
Dalam satu hadits juga dijelaskan bahwa rasulullah pernah membaca qur’an sambil berbaring, sebagaimana diriwayatkan oleh sayyidah A’isyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَّكِئُ فِي حِجْرِي وَأَنَا حَائِضٌ، فَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersandar (dengan kepalanya) pada pangkuanku, sedangkan saya dalam keadaan sedang haid, kemudian dia membaca al-qur'an.” (Shahih Bukhari, no.297 dan Shahih Muslim, no.301)
Imam Nawawi dalam kitab “At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an” menjelaskan; orang yang membaca al-qur’an hendaknya duduk dengan khusyu’, tenang, berwibawa, menundukkan kepalanya, dan duduk yang dilakukannya meskipun sendirian hendaknya menyerupai ketika ia duduk dihadapan gurunya. Cara menyerupai itu yaitu yang paling sempurna, namun kalau seseorang membaca qur’an sambil berdiri, berbaring atau yang lainnya maka hal tersebut diperbolehkan dan tetap mendapat pahala, hanya saja pahala yang didapatkan lebih sedikit disbanding yang pertama (cara yang paling sempurna).
Kelima, Menghadap kiblat ketika membaca al-qur’an
Membaca al-qur’an hendaknya dilakukan dengan menghadap ke kiblat. Imam Thobroni meriwayatkan satu hadits dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَكْرَمُ الْمَجَالِسِ مَا اسْتُقْبِلَ بِهِ الْقِبْلَةُ
“Majlis yang paling mulia yaitu majlis yang menghadap kiblat.” (Al-Mu’jam Al-Ausath, no.8361)
Itu semagian yang pada dasarnya harus diperhatikan dalam membaca al Qur'an. Yang niscaya banyak pendapat lebih dari yang admin bagikan diatas. Terima kasih sudah berkunjung dan supaya bermanfaat.