Kehancuran Peradaban Islam Oleh Hulagu Khan
Tulisan yang dulu kita membahas ihwal kehancuran peradaban islam oleh jengis khan maka selanjutnya kita mengkaji satu tokoh pemimpin bangsa mongol yang sangat kuat terhadap bangsanya serta dengan kekejamannya sanggup mengakibatkan peradaban islam seolah tak berdaya dan porak - poranda dijadikannya. eksklusif saja..
Setelah Jengiz Khan meninggal pada tahun 623 H (1227 M), ia digantikan oleh anaknya yang berjulukan Tulii. Pada tahun 1256 M, cucu Jengiz Khan, Hulagu Khan, memperbarui serangan ke sentra pemerintahan Islam. Meskipun Hulagu Khan menganut agama tradisi Mongol, permaisurinya yaitu penganut Nasrani Nestorian yang mungkin menghipnotis Hulagu Khan untuk membenci Islam. Kekerasan dan tirani Hulagu Khan sama dengan kakeknya.
Balatentara Mongol menyeberangi pegunungan Zagros dan memasuki negeri Irak. Hulagu Khan bersama tentaranya melaksanakan pembunuhan berantai di Persia, Irak dan Syiria. Selama perjalanan menuju Baghdad, Hulagu Khan dan pasukannya menjarah dan memperabukan kota-kota dan desa-desa yang dilaluinya, menyerbu semua kerajaan kecil yang berusaha tumbuh di atas puing-puing imperium Syah Khawarizmi.
Pada bulan September tahun 1257, tatkala Hulagu Khan dan tentaranya hingga di kota sebelum Baghdad, Hulagu mengirim ultimatum kepada Khalifah al-Musta’shim biar mengalah dan mendesak biar tembok kota cuilan luar diruntuhkan, tetapi khalifah menolaknya dan memerintahkan komandannya untuk mempersiapkan perang. Dalam keadaan demikian, wazir Abbasiyah, Muayyid al-Din bin Muhammad bin Al-Alqami secara diam-diam melaksanakan perlawanan terhadap khalifah, dan selanjutnya ditemukan bahwa ia berafiliasi dengan Mongol.[1]
Pada bulan Muharram 656 H (1258 M), Hulagu bersama kurang lebih 200 ribu pasukannya mengepung kota Baghdad. Pasukan Hulagu memakai pelempar watu dari arah barat dan timur untuk menghancurkan tembok ibu kota. Pada Januari 1258, tentara Mongol bergerak dengan efektif untuk meruntuhkan tembok tersebut. Tak usang kemudian salah satu menara benteng berhasil diruntuhkan.
Khalifah mengirim Ibn Al-Alqami untuk meminta perdamaian kepada Bangsa Mongol, tetapi Hulagu menolaknya. Mongol menyerang kota Baghdad pada tanggal 10 Februari 1258. Khalifah beserta 300 pejabat tinggi Negara mengalah tanpa syarat. Sepuluh hari kemudian, mereka dibunuh, termasuk sebagian besar keluarga khalifah dan penduduk yang tak bersalah.
Menurut beberapa sumber sejarah, kedatangan Hulagu ke Baghdad atas permintaan Ibn Al-Alqami. Ia yakin bahwa Hulagu akan membunuh khalifah dan meninggalkan Baghdad. Dengan demikian Ibn Al-Alqami sanggup memindahkan kekuasaan pemerintahan ke tangan orang-orang ‘Alawiyyin. Tapi berdasarkan kenyataan sehabis Mongol membunuh khalifah, mereka merampok semua yang terdapat di dalam istana dan memperabukan kota Baghdad. Akhirnya Mongol juga membunuh Ibn Al-Alqami. Hulagu sanggup mengusai Persia, Irak, Caucasus dan Asia Kecil. Sebelum menaklukkan Baghdad, pada tahun 1256 M Hulagu telah menguasai sentra gerakan Syi’ah di Persia Utara.[2]
Pada bulan September tahun 1257, tatkala Hulagu Khan dan tentaranya hingga di kota sebelum Baghdad, Hulagu mengirim ultimatum kepada Khalifah al-Musta’shim biar mengalah dan mendesak biar tembok kota cuilan luar diruntuhkan, tetapi khalifah menolaknya dan memerintahkan komandannya untuk mempersiapkan perang. Dalam keadaan demikian, wazir Abbasiyah, Muayyid al-Din bin Muhammad bin Al-Alqami secara diam-diam melaksanakan perlawanan terhadap khalifah, dan selanjutnya ditemukan bahwa ia berafiliasi dengan Mongol.[1]
Pada bulan Muharram 656 H (1258 M), Hulagu bersama kurang lebih 200 ribu pasukannya mengepung kota Baghdad. Pasukan Hulagu memakai pelempar watu dari arah barat dan timur untuk menghancurkan tembok ibu kota. Pada Januari 1258, tentara Mongol bergerak dengan efektif untuk meruntuhkan tembok tersebut. Tak usang kemudian salah satu menara benteng berhasil diruntuhkan.
Khalifah mengirim Ibn Al-Alqami untuk meminta perdamaian kepada Bangsa Mongol, tetapi Hulagu menolaknya. Mongol menyerang kota Baghdad pada tanggal 10 Februari 1258. Khalifah beserta 300 pejabat tinggi Negara mengalah tanpa syarat. Sepuluh hari kemudian, mereka dibunuh, termasuk sebagian besar keluarga khalifah dan penduduk yang tak bersalah.
Menurut beberapa sumber sejarah, kedatangan Hulagu ke Baghdad atas permintaan Ibn Al-Alqami. Ia yakin bahwa Hulagu akan membunuh khalifah dan meninggalkan Baghdad. Dengan demikian Ibn Al-Alqami sanggup memindahkan kekuasaan pemerintahan ke tangan orang-orang ‘Alawiyyin. Tapi berdasarkan kenyataan sehabis Mongol membunuh khalifah, mereka merampok semua yang terdapat di dalam istana dan memperabukan kota Baghdad. Akhirnya Mongol juga membunuh Ibn Al-Alqami. Hulagu sanggup mengusai Persia, Irak, Caucasus dan Asia Kecil. Sebelum menaklukkan Baghdad, pada tahun 1256 M Hulagu telah menguasai sentra gerakan Syi’ah di Persia Utara.[2]
Adapun akhir serangan Mongol ke Baghdad yaitu:
a. Hancurnya kota-kota dengan bangunan yang indah dan perpustakaan-perpustakaan.
b. Pembunuhan terhadap umat Islam bukan hanya terjadi pada msa Hulagu yang membunuh Khalifah Abbasiyah dan keluarganya, tetapi pembunuhan dilakukan juga terhadap umat Islam lainnya.
c. Timbul wabah penyakit pes akhir mayat-mayat yang bergelimpangan belum sempat dikebumikan.
d. Hancurnya segala macam peradaban dan pusaka yang telah dibentuk beratus-ratus tahun lamanya.
e. Dihanyutkannya kitab-kitab yang dikarang oleh hebat ilmu pengetahuan ke dalam sungai Dajlah sehingga berubah warna airnya alasannya yaitu tinta yang larut
f. Hancurnya Baghdad sebagai sentra Dinasti Abbasiyah yang di dalamya terdapat banyak sekali tempat berguru dengan kemudahan perpustakaan, hilang lenyap dibakar Hulagu.
g. Turunnya posisi Baghdad menjadi ibukota provinsi dengan nama Iraq al-‘Arabi
h. Runtuhnya kekuasaan Dinasti Abbasiyah dan mundurnya kekuatan
politik Islam.[3]
Setelah menguasai Persia dan Irak, Hulagu bergerak untuk memerangi Syiria dan daerah-daerah lain yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Mamluk. Hulagu sangat ingin merebut Mesir, tetapi pasukan Mamluk lebih kuat dan lebih cerdik. Ia pun mengurungkan niatnya untuk melangkahi Mesir. Ia sangat tertarik pada bangunan dan arsitektur yang indah dan filsafat. Atas saran Nasiruddin At-Tusi, seorang filosof muslim, ia membangun observatorium di Maragha pada tahun 1259.
Pada bulan Shafar tahun 658 H, pasukan Mongol mengepung Aleppo untuk beberapa hari. Hulagu berjanji memperlihatkan keamanan kepada penduduknya, akan tetapi itu hanya tipuan, sehabis pintu kota terbuka, pasukan Mongol membunuh penduduknya dan menjarah harta mereka. Pada tahun 1260, pasukan Hulagu mengancam Syiria Utara. Selain merebut Aleppo, membantai 50.000 penduduknya, ia juga merebut Hamah dan Harim. [4]
Setelah dari Aleppo, Hulagu mengirim pasukan Mongol ke Damaskus di bawah pimpinan Kitbuqa. Tentara Mongol menduduki Damaskus pada bulan Shafar yang mana pada tanggal 10 Shafar Aleppo jatuh ke tangan Bangsa Mongol. Pasukan Mongol menghancurkan Benteng Aleppo, merusak beberapa istana dan masjid, merampok pemimpinnya Jamaluddin Al-Halabi.
Di bawah pimpinan Hulagu, perluasan Mongol meluas hingga ke wilayah Gaza. Hulagu berniat menaklukkan Mesir dan Maghribi, yang merupakan kubu simpulan yang terkuat bagi kaum muslimin. Hulagu berusaha mengintimidasi sultan Daulah Mamalik, Al Mudzaffar Saifuddin Qutuz. Pada tahun 1260, Hulagu mengirim utusan ke sultan Qutuz di Kairo, yang menuntutnya untuk menyerah. Qutuz menjawab dengan membunuh para utusan dan menggantung kepala mereka pada pintu Zuweila, salah satu pintu gerbang Kairo. Qutuz segera menggerakkan pasukannya dan memancing Mongol untuk bertempur di ‘Ain Jalut.
Kekuatan dinamis Mongol berubah alasannya yaitu janjkematian Mongke Khan Agung. Hulagu dan pemimpin senior Mongol lainnya kembali ke Mongolia untuk memutuskan penggantinya. Sebagai pengganti Great Khan yang berpotensi, Hulagu membawa sebagian besar pasukannya dengan dia, dan meninggalkan kekuatan yang jauh lebih kecil, hanya sekitar 10.000-20.000 pria di bawah pemimpin jendral terbaik, seorang Nasrani Nestorian Turki yang berjulukan Kitbuqa.[5]
Pada simpulan Agustus, pasukan Kitbuqa melanjutkan perjalanan ke selatan dari basis mereka di Baalbek, melewati sebelah timur Danau Tiberias melalui Palestina. Sultan Mamluk, Qutuz pada waktu itu bersekutu dengan sesama Mamluk, Baibars, yang ingin membela Islam sehabis Mongol menaklukan Damaskus dan sebagian besar Syiria.
Kekuatan dinamis Mongol berubah alasannya yaitu janjkematian Mongke Khan Agung. Hulagu dan pemimpin senior Mongol lainnya kembali ke Mongolia untuk memutuskan penggantinya. Sebagai pengganti Great Khan yang berpotensi, Hulagu membawa sebagian besar pasukannya dengan dia, dan meninggalkan kekuatan yang jauh lebih kecil, hanya sekitar 10.000-20.000 pria di bawah pemimpin jendral terbaik, seorang Nasrani Nestorian Turki yang berjulukan Kitbuqa.[5]
Pada simpulan Agustus, pasukan Kitbuqa melanjutkan perjalanan ke selatan dari basis mereka di Baalbek, melewati sebelah timur Danau Tiberias melalui Palestina. Sultan Mamluk, Qutuz pada waktu itu bersekutu dengan sesama Mamluk, Baibars, yang ingin membela Islam sehabis Mongol menaklukan Damaskus dan sebagian besar Syiria.
Kedua belah pihak berkemah di Palestina pada bulan Juli 1260 dan alhasil berhadapan di ‘Ain Jalut pada tanggal 3 September (25 Ramadhan tahun 658 H), dua tahun sehabis Hulagu membumihanguskan Baghdad. Kekuatan pasukan Mongol dan Islam hampir sama yaitu kurang lebih 20.000 tentara.
Mamluk mempunyai laba pengetahuan ihwal medan perang. Taktik yang digunakan oleh panglima Baibars yaitu dengan memancing keluar pasukan berkuda Mongol yang populer hebat sekaligus kejam ke arah lembah sempit sehingga terjebak, kemudian pasukan kuda mereka melaksanakan serangan balik dengan kekuatan penuh yang sebelumnya memang sudah bersembunyi di erat lembah tersebut. Taktik ini menuai sukses besar. Pihak Mongol terpaksa mundur dalam kekacauan bahkan panglima perang mereka, Kitbuqa berhasil ditawan dan alhasil dieksekusi mati.
Pertempuran ini dianggap oleh banyak sejarawan akan sangat makro-historis penting, alasannya yaitu menandai titik balik penaklukan Mongol, dan pertama kalinya mereka pernah mutlak dikalahkan. Pertempuran Ain Jalut ini menjadi dasar bagi peperangan, di mana ledakan meriam tangan (midfa dalam bahasa Arab) pertama kali digunakan. Bahan peledak ini dibentuk oleh Mamluk Mesir dalam rangka untuk menakut-nakuti kuda dan pasukan kavaleri Mongol dan mengakibatkan gangguan dalam barisan mereka.
Setelah Mongol kalah di ‘Ain Jalut, bersama Kubilai khan sebagai Khan Agung terakhir, Hulagu kembali ke Persia pada tahun 1262, mengumpulkan pasukannya untuk menyerang Mamluk dan membalaskan kekalahan ‘Ain Jalut. Namun, Berke Khan menantang Hulagu untuk bertempur di Kaukasus. Hulagu menderita kekalahan berat dalam pertempuran di sebuah sungai di utara Kaukasus pada 1263. Ini yaitu perang terbuka pertama antar Mongol, dan menandai simpulan dari kerajaan Mongol bersatu. Hulagu hanya bisa mengirim pasukan kecil untuk menyerang Mamluk sehabis ‘Ain Jalut, dan itu pun gagal. Hulagu Khan meninggal pada tahun 1265 dan digantikan oleh putranya Abaqa.[6]