Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketika Kucing, Merpati Dan Ikan Pun Masuk Kelas


BALIKPAPAN, - Biasanya jikalau mengajar perihal binatang dan fungsi-fungsi tubuhnya, ibu Wiwik Kustinaningsih cuma pakai buku paket, atau media-media gambar saja. 

Namun sesudah ikut training di Tanoto Foundation, ia mempunyai wangsit yang baru. Ia ingin pembelajarannya untuk kelas 1V  yang diasuhnya jadi benar-benar kontekstual dan sangat menyenangkan. Ia ingin anak-anak  eksklusif mengobservasi objeknya.

“Untuk itu, saya berpesan pada siswa saya biar waktu pelajaran perihal binatang dan fungsi tubuhnya, mereka membawa secara berkelompok binatang yang mereka pilih,” ujarnya.

Ternyata 5 kelompok siswa membawa binatang yang  berbeda-beda. Ada yang masih hidup dan ada yang sudah mati. Yang masih hidup menyerupai kucing,  dan burung, dan yang mati menyerupai ikan bandeng, ikan tongkol dan udang. 

Namun biar tumbuh literasi siswa sebelum siswa melaksanakan pengamatan eksklusif binatang yang dibawa, mereka diminta membaca terdahulu perihal topik pembelajaran hari itu. 

“Setelah membaca dan diskusi untuk mengerti garis besarnya, saya minta mereka mengamati secara berkolompok binatang yang mereka bawa dan menuliskan pada lembar kerja kiprah hari itu yaitu menyebutkan bagian-bagian badan dan fungsinya,” ungkapnya menerangkan. 


Ternyata siswa sangat antusias mengerjakan kiprah tersebut. 

“Sangat jauh bedanya jikalau kita cuma berguru pakai buku paket. Mereka menulis, berdiskusi dan menyebarkan ide. Mereka menjadi berguru untuk terlibat diskusi ilmiah yang kreatif, ” ujar bu Wiwik. 

Dika, salah seorang anggota kelompok binatang kucing menyatakan kesenangannya berguru dengan cara demikian. 

“Belum pernah pembelajaran menyerupai ini. Kami membawa kucing,  binatang yang begitu kami sukai, untuk kami teliti langsung. Kami sambil berguru bisa mengelus-elusnya biar tetap kucingnya bahagia bersama kami.  Saya bahagia sekali berguru hari ini,” ujarnya. 
Untuk menumbuhkan soft skill kemampuan berkomunikasi dan percaya diri, Setelah selesai mengerjakan tugas, Bu Wiwik  meminta perkelompok mempresentasikan kesudahannya kepada kelompok lain. Siswa juga antusias memperlihatkan feed back dan berdiskusi. 

“Salah satu laba membawa binatang ke kelas ini yakni siswa menemukan sendiri aneka macam macam bagian-bagian badan binatang yang berbeda dengan fungsi-fungsi yang berbeda pula. Insang pada ikan, ekor berbulu pada kucing, bulu-bulu pada merpati dan lain-lain sehingga memperkaya pengetahuan mereka,” ujar bu Wiwik. 

Untuk menguatkan apa yang sudah ditemukan, sebagai kesimpulan bu Wiwik tolong-menolong siswa menyebutkan kembali beberapa bab badan dan fungsi-fungsinya secara bersama-sama. 


Menurut bu Wiwik ternyata pembelajaran secara kontekstual tersebut sangat menarik. Anak-anak yang dulu beberapanya  kurang antusias belajar, kelihatan benar-benar terlibat aktif dalam pembelajaran. 

“Kami mempunyai group whats app dengan orang bau tanah siswa. Salah satu orang bau tanah selama ini melihat anaknya sangat pemalu, dan kurang percaya diri. Ketika saya kirim foto-foto aktifitas kelompok yang memperlihatkan beliau terlibat aktif dalam pembelajaran, beliau sangat  bangga melihat anaknya jadi pemberani dan terlibat,” ujarnya. 

Menurut Khundori, Spesialis Pembelajaran Sekolah Dasar Tanoto Kaltim, Pembelajaran model MIKIR yang dilakukan oleh bu Wiwik perlahan bisa menumbuhkan beberapa soft skill yang amat diperlukan untuk mengahadi kurun Industry 4.0. 

“Untuk menjadi kreatif, maka diperlukan pikiran yang analitis menyerupai yang telah dicoba kembangkan ibu Wiwik dengan meminta siswa mengamati dan menemukan sendiri pengetahuan. Selain itu, alasannya kurun Industry 4.0 itu mesin banyak mengambil alih pekerjaan, salah satu hal yang masih tidak bisa dilakukan mesin yakni kemampuan berafiliasi untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif. Hal ini juga telah dilakukan olehnya,” ujarnya. 

Khundori berharap, demi memastikan siswa mempunyai soft skill demikian, pembelajaran model MIKIR menyerupai ini diadopsi oleh banyak pihak. 

“Saat  terjadi bonus demografi pada tahun 2030 nanti, bawah umur yang ditumbuhkan kemampuan soft skill semacam itu, akan lebih siap menghadapai persaingan ekonomi. Mereka lebih analitis, kreatif, bisa bekerjasama, dan tampil percaya diri," ungkapnya menutup. (rls/red)