Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Budaya Membaca Indonesia Vs Negara Luar

Kebiasaan membaca seharusnya bukan milik orang Jepang. Bayangkan, di Jepang, koran2 top mereka, menyerupai Asahi Shimbun, oplahnya per hari ketika masa puncak bisa mencapai nyaris 8 juta eksemplar (edisi pagi), dan 3 juta (edisi sorenya). Ampun2an deh melihat angka ini. Kalian tahu, setiap 1000 orang Jepang, maka ada 634 koran. Gile bener, kan? Di Indonesia, sebaliknyasatu koran bisa buat 10 orang. Yomiuri Shimbun, koran Jepang juga, bahkan sirkulasinya bisa mencapai 14 juta per hari (tahun 2005; tahun paling tinggi).
Kebiasaan membaca juga seharusnya bukan milik orang Singapore. Jaringan perpustakaan nasional Singapura, mengacu data tahun 2007, dikunjungi oleh 37 juta pengunjung, alias 100.000 lebih pengunjung per hari. Masih mau bertanya kenapa Singapura masuk dalam daftar negara2 maju, bersih, jujur, dan hal2 menakjubkan lainnya? Karena mereka suka membaca.
Itu artinya, dalam setahun, rata2 penduduk Singapura berkunjung ke perpustakaan nasional mereka 7,4x (diluar toko buku, kafe buku, dsbgnya). Nah, jika kota Jakarta mau menyamai Singapura, kita harus mempunyai 74 juta pengunjung di jaringan perpustakaan kawasan Jakarta. atau jika seluruh Indonesia 1,7 milyar pengunjung di jaringan perpustakaan nasional seluruh Indonesia. Silakan cek sendiri data pengunjung perpustakaan Nasional di Jakarta, kalian bisa menangis melihat angkanya. 37 juta di Singapore, ratusan tibu di Jakarta.
Kebiasaan membaca juga seharusnya bukan milik negara2 Eropa. Menurut kisah orang2 yg pernah tinggal di luar negeri; negara2 maju itu, budaya membacanya bukan main. Di kereta, di bus, di halte, mereka pada rajin membaca. Karena aku hanya tinggal di kisaran sini-sini saja, jd aku tidak tahu pasti, apakah kabar ini benar atau cuma kabar burung saja.
Kalau melihat data dari nationmaster, maka di negara menyerupai Swis, Finlandia, Inggris, rata2 produksi buku per judul bisa mencapai 2 judul per 1000 penduduk. Indonesia di urutan 97, dengan angka 0,001 judul per 1000 penduduk. Kita lagi2 tertinggal jauh.
Negara2 maju itu perpustakaannya ramai sekali. Jam buka perpustakaan gres setengah jam lagi, pukul 09.00, yg mengantri di halaman perpustakaan sudah mengular panjang, yang menciptakan petugas perpust harus menciptakan hukum main masuk per gelombang. Di Indonesia rasa-rasanya sy tidak pernah menemukan yg begitu. Saya pernah nyasar di Hongkong, lagi jalan di taman, kemudian kebelet hendak ke belakang, pribadi kabur ke salah-satu gedung terdekat, aku gundah melihat ini antrian apa sih? Panjang benar, pagi2 sekali? Seorang petugas berbaik hati bilang antrian masuk perpust. Saya menghela nafas lega, Thx God, sy kira ini antrian ke toilet. Di negeri kami, Mister, antrian toilet umum lebih panjang dibanding antrian ke perpustakaan.
Tinggalkan data kuantitatif yang kadang menciptakan pusing, mari kita lihat sekitar; apakah kebiasaan membaca ada? Anak2 remaja, apakah lebih suka menghabiskan waktu dengan membaca? Orang tua, orang2 dewasa, apakah lebih suka menghabiskan waktu dengan membaca? Silahkan dinilai masing2, alasannya ialah jika sy yang menyimpulkan, lebih banyak yang protesnya. Bilang melototin gagdet, itu juga membaca. Bilang membaca kini bisa lewat gagdet. Ya iyalah, memang bisa, bahkan mengaji kitab2 usang saja bisa lewat gagdet. tapi situ baca buku lewat gagdet atau baca update status? Twitter? Instagram? Situ lagi serius, atau cuma ngeles bergaya doang? Karena pembaca lewat gagdet sungguhan, tidak pernah perlu menjelaskan lagi, apalagi membela diri.
Saya hanya ingin menutup catatan pendek ini dengan: seharusnya kebiasaan membaca itu MILIK kita. Ya Allah, bukankah semua umat muslim tahu, ayat pertama yang diturunkan berbunyi: bacalah. Kebiasaan membaca itu sungguh seharusnya milik kami. Milik kami ya Allah. Kaprikornus bukan alasannya ialah tere liye seorang penulis buku, yang jualan buku, maka ia konsen sekali atas budaya membaca, tapi ialah perintah faktual dalam kitab suci, membaca. Mulai dari membaca kitab suci, kitab hadist, sampai buku2 bermanfaat lainnya.
Entahlah. Sebenarnya, apakah orang2 modern di luar negeri itu yang lebih paham soal perintah membaca ini, mereka mengambil manfaatnya, sementara kami tidak–bahkan tidak peduli jika itu perintah pertama kitab suci.
Terakhir, sebagai penutup, akan aku repost sebuah summary manfaat membaca (menurut ’Aidh bin Abdullah al-Qarn), semoga bermanfaat:
1. Membaca menghilangkan kecemasan dan kegundahan.
2. Ketika sibuk membaca, seseorang terhalang masuk dalam kebodohan.
3. Kebiasaan membaca menciptakan orang terlalu sibuk untuk bisa berafiliasi dengan orang2 malas dan tidak mau bekerja.
4. Dengan sering membaca, seseorang bisa menyebarkan keluwesan dan kefasihan dalam bertutur kata.
5. Membaca membantu menyebarkan pedoman dan menjernihkan cara berpikir.
6. Membaca meningkatkan pengetahuan seseorang dan meningkatkan memori dan pemahaman.
7. Dengan sering membaca, seseorang sanggup mengambil manfaat dari pengalama orang lain, menyerupai mencontoh kearifan orang bijaksanan dan kecerdasan orang-orang berilmu.
8. Dengan sering membaca, seseorang sanggup menyebarkan kemampuannya baik untuk menerima dan merespon ilmu pengetahuan maupun untuk mempelajari disiplin ilmu dan aplikasi didalam hidup.
9. Keyakinan seseorang akan bertambah ketika ia membaca buku2 yang bermanfaat, terutama buku2 yang ditulis oleh penulis2 yg baik. Buku itu ialah penyampai ceramah terbaik dan ia mempunyai efek berpengaruh untuk menuntun seseorang menuju kebaikan dan menjauhkan dari kejahatan.
10. Membaca membantu seseorang untuk menyegarkan pikirannya dari keruwetan dan menyelamatkan waktunya supaya tidak sia2.
11. Dengan sering membaca, seseorang bisa menguasai banyak kata dan mempelajari banyak sekali model kalimat, lebihlanjut lagi ia bisa meningkatkan kemampuannya untuk menyerap konsep dan untuk memahami apa yang tertulis “diantara baris demi baris” (memahami apa yang tersirat).Adios!

Sumber http://balazdy.blogspot.com/