Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Peradilan Di Indoensia

Dalam pembahasan sejarah aturan islam  dan sejarah peradilan islam maka selanjutnya kita membahas perihal sejarah peradilan islam Di Indonesia, terdapat 3(tiga) kekuasaan dalam menjalankan pemerintahan. Kekuasaan-kekuasaan tersebut di antaranya eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Lembaga-lembaga peradilan termasuk kedalam kekuasaan yudikatif atau kehakiman.
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan merdeka untuk menyelenggarakan peradilan, yaitu menegakan aturan dan keadilan berdasarkan pancasila demi terselengaranya negara aturan republik Indonesia. Kekuasaan kehakiman pada hakikatnya bebas dari intervensi atau dampak pihak lain atau forum lain. Peranan pokok kekuasaan lehakiman ialah menerima, memeriksa, dan mengadili seta menuntaskan setiap masalah yag diajukan.
Dalam mengadili dan menuntaskan setiap perkara, kekuasaan kehakiman harus bebas, yaitu bebas untuk mengadili dan bebas dari dampak siapapun. Adapun ketentuan mengenai kekuasaan kehakiman di Indonesia diatur dalam undang-undang no.4 tahun 2004. Lembaga peradilan di seluruh wilayah republik Indonesia ialah peradilan negara yang ditetapkan dengan undang-undang. Hal ini menandakan bahwa, selain peradilan negara, tidak di perbolehkan ada peradilan yang bukan di lakukan oleh tubuh peradilan negara.
Peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Setiap putusan pengadilan menghasilkan putusan akhir. Dalam hal ini, setiap putusan simpulan pengadilan harus sanggup diterima dan dilaksanakan untuk memberi kekuatan pelaksanaan putusan. Proses peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biayanya ringan. Peradilan sederhana maksudnya peraturanya sederhana untuk dipahami, dan tidak berbelit-belit. Cepat berarti tidak berlarut-larut proses penyelesaianya. Pengadilan dengan biaya ringan berarti tidak membebankan kepada pihak-pihak perkara. Pengadilan mengadili berdasarkan aturan tanpa membendakan status seseorang.
Di depan hukum, semua orang sama. Pengadilan tidak hanya mengadili berdasarkan undang-undang, tetapi mengadili berdasarkan hukum. Kekuasaan ini menawarkan kebebasan lebih besar kepada hakim. Meskipun demikian, kebebasan kehakiman bersifat pasif. Dengan kata lain, hakim bersikap menunggu datangya atau diajukanya sebuah perkara. Hakim dihentikan menolak untuk menyidik dan mengadili suatu masalah yang diajukan dengan alasan bahwa hukumanya tidak terang atau kurang jelas.
Untuk lebih menjamin objektivitas kekuasaan kehakiman, sidang investigasi pengadilan terbuka untuk umum, kecuali apabila undang-undang memilih lain. Terbuka untuk umum berarti setiap orang sanggup menghadiri sidang. Kehadiran pengunjung di persidangan merupakan kontrol sosial. Akan tetapi, ini tidak berarti setiap pengunjung sanggup mengajukan protes atau mengajukan keberatan terhadap keputusan hakim.
Semua pengadilan menyidik dan memutus masalah dengan majelis yang sekurang-kurangnya berjumlah 3(tiga) orang. Tujuan ketentuan tersebut ialah untuk lebih mejamin rasa keadilan. Asas keadlian ini tidak menutup kemungkinan untuk menyidik dan memutus suatu masalah yang dilakukan oleh hakim tunggal.
Para pihak yang berperkara atau terdakwa memiliki hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya. Hak ingkar ialah hak sesseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan alasan-alasan putusan. Putusan pengadilan harus objektif dan berwibawa. Oleh alasannya ialah itu, alasan merupakan pertanggungjawaban hakim kepada masyarakat atas putusan itu.
Kekuasaan kehakiman tertinggi di Indonesia dilakukan oleh mahkamah agung. Badan peradilan yang berada dibawah peradilan mahkamah agung mencakup tubuh peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata perjuangan negara.

1.    peradilan umum di indonesia

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh peradilan negeri, pengadilan tinggi, dan keputusan kasasi oleh mahkamah agung. Mahkamah agung memiliki kekuasaan dan kewenangan dalam pembinaan, organisasi, manajemen dan keuangan pengadilan.
Pengadilan negeri berkedudukan di kota atau di ibi kota kabupaten dan tempat hukumnya mencakup wilayah kota dan kabupaten. Sementara pengadilan tinggi berkedudukan di ibukota provinsi dan tempat hukumnya mencakup wilayah provinsi yang dibuat dengan undang-undang.
Susunan pengadilan negeri terdiri atas pimpinan(ketua dan wakil ketua), hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita. Juru sita tidak terdapat di pengadilan tinggi. Juru sita bertugas melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh ketua sidang dengan cara memberikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, pemberitahuan putusan pengadilanm, dan melaksanakan penyitaan.
Pengadilan negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menuntaskan masalah pidana dan masalah perdata tingkat pertama. Pengadilan tinggi berwenang mengadili masalah pidana dan masalah perdata di tingkat banding. Di samping itu, pengadilan tinggi juga berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir.

2.    peradilan agama agama di indonesia

Peradilan agama yang dimaksud, yaitu peradilan agama islam. Kekuasaan kehakiman dalam peradilan agama dilakukan oleh pengadilan gama yang terdiri atas tubuh peradilan tingkat pertama dan tubuh peradian tingka t banding. Pengadilan agama memiliki tempat aturan yang sama dengan pengadilan negeri, mengingat pelaksanaan putusan pengadilan agama masih memerlukan legalisasi dari pengadilan negeri. Jadi, pengadilan agama terdapat di setiap kota kabupaten dan kota.
Tugas dan wewenang pengadilan agama pada pokoknya ialah menyidik dan memutus sengketa antar orang-orang yang beragama islam mengenai bidang aturan perdata tertentu yang harus di putus berdasarkan syariat islam. Oleh alasannya ialah itu, berlakuknya aturan terbatas pada orang-orang beragama islam. Perkara-perkara pengadilan agama sanggup dibagi menjadi 3(tiga), yaitu:
a.         perkara yang tidak mengandung sengketa;
b.        permohonan aliran pembagian warisan pada umumnya bukan merupakan sengketa; serta
c.         perkara perselisihan pernikahan. Pada 29 desember 89’, disahkan undang-undang peradilan agama, yaitu UU no.7 tahun 89’. Semua peraturan pelaksanaan yang telah ada mengenai peradilan agama dinyatakan tetap berlaku selama ketentuan gres berdasarkan undang-undang peradilan agama belum di keluarkan. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa peradilan bagi orang-orang bermacam-macam islam. Wewenang peradilan agama ialah memeriksa, memutus, dan menuntaskan masalah perdata antara orang-orang yang beragama islam di bidang perkawinan, warisan, wasiat, hibah, waqaf, dan shodaqoh.

3.    peradilan militer di indonesia

Susunan siadang mahkamah militer dan mahkaman tinggi terdiri atas tiga orang hakim, seorang oditur, jaksa tentara, dan sorang panitera. Peradilan militer memiliki wewenang menyidik dan memutus masalah pidana terhadpa kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oelh seorang anggota militer sebgai berikut.
a.    seseorang yang pada waktu melaksanakan keahatan tau pelanggaran berstatus anggota militer.
b.    seseorang yang pada waktu melaksanakan kejahatan atau pelanggaran undang-undang atau peraturan pemerintah di memutuskan sama dengan anggota militer.
c.    seorang yang pada waktu melaksanakan kejahatan atau pelanggaran ialah anggota suatu golongan atau jawatan yang dipersamakan atau di anggap sebagai anggota militer.
d.    seorang yang tidak termasuk hal-hal tersebut, tetapi atas ketetapan menteri pertahanan dengan persetujuan menteri kehakiman harus diadili oelh suatu pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
Mahkamah militer mengadili dalam tingkat pertama perkara-perkara tingkat kejahatan dan pelanggaran, apabila terdakwa atau salah satu terdakwa pada waktu melaksanakan perbuatan ialah perwira berpangkat di bawah kapten.
Mahkamah militer tinggi memutus di tingkat pertama masalah kejahatan dan pelanggaran, apabila terdakwa atau salah satu terdalwa pada waktu melaksanakan perbuatan ialah perwira yang berpangkat mayor ke atas.
Dalam peradilan tingkat kedua, mahkamah militer tinggi menyidik dan memutus semua masalah yang telah di putus oleh mahkamah militer oleh tempat hukumnya yang dimintakan investigasi ulang. Dalam tingkat pertama dan terakhir, mahkamah militer tinggi menyidik dan memutus perselisihan perihal kekuasaan mengadili antara beberapa mahkamah militer dalam tempat hukumanya.

4.    peradilan tata perjuangan negara di indonesia


Pada Desember 1986, telah disahkan undang-undang no.5 tahun 1986 perihal peradilan tata perjuangan negara yang merupakan pengadilan tingakt pertama dalam pengadilan tinggi tata perjuangan negara. setiap putusan tingkat terakhir pengadilan sanggup dimohonkan kasasi dari mahkamah agung
demikian dari pembahasan sejarah peradilan di indonesia, dan tentunya dalam goresan pena ini dijadikan sebagai deskribsi dalam memahami sejarah peradilan di indonesia semenjak awal lahirnya dan tentunya hingga sekarang. biar bermanfaat