Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Substansi Dakwah Nabi Muhammad Saw. Di Mekah

B. SUBSTANSI DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW. DI MEKAH

Allah mengutus para nabi dan rasul semenjak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw. pada prinsipnya mempunyai kiprah yang sama, yaitu:
  1. Menyeru insan semoga hanya beribadah kepada Allah swt. semata, tunduk, taat dan patuh kepada-Nya (tauhid). Dalam keyakinan Islam, ada dua pengesaan kepada Allah. Pertama, tauhid rububiyah yaitu pengesaan kepada Allah dalam arti meyakini bahwa pencipta alam raya seisinya ini yakni Allah. Kedua, tauhid uluhiyah yaitu pengesaan Allah dalam arti tunduk, taat, dan pasrah kepada-Nya. Allah berfirman: "Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada ilahi (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku." (Al-Anbiya: 25). "Dan sungguh Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah dan jauhilah Tagut'."(An-Nahl: 36).
  2. Menyeru insan semoga berbuat baik sesuai dengan sikap pola Nabi. Menyampaikan pedoman yang baik saja belum cukup untuk mengubah sikap insan dari jelek menjadi baik. Manusia memerlukan sosok pola untuk mereka, sehingga mereka sanggup menjiplak keteladanannya. Allah berfirman: "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri pola yang baik bagimu." (Al-Ahzab: 21). Sebaliknya, pola yang baik dari Nabi tersebut, harus diikuti oleh insan dalam sikap sehari-hari. Allah berfirman: "Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka." (Al-An'am: 90).
  3. Menyeru mempercayai kehidupan akhirat. Para jago dari beberapa agama beropini bahwa setelah kehidupan dunia nanti akan ada kehidupan lagi. Kehidupan setelah mati tidak sanggup digambarkan. Intinya, setiap insan di darul abadi nanti akan memperoleh kebahagiaan dan kesengsaraan yang awet sesuai dengan amal perbuatannya selama di dunia. Allah berfirman: "Wahai golongan jin dan manusia! Bukankah sudah tiba kepadamu rasul-rasul dari kalanganmu sendiri, mereka memberikan ayat-ayat-Ku kepadamu dan memperingatkanmu perihal pertemuan pada hari ini?" (Al-An'am: 130). Atas dasar pemikiran tersebut, insan hendaknya selalu ingat dan memprioritaskan kehidupan darul abadi kelak, dengan cara mengisi kehidupan dunia sebaik mungkin, alasannya yakni kehidupan dunia hanya sementara, sedang kehidupan darul abadi bersifat abadi. Berorientasi kehidupan darul abadi tidak berarti meninggalkan kehidupan dunia, tetapi menyebabkan dan mengisi kehidupan dunia dengan perbuatan-perbuatan baik. sebagai wahana untuk meraih kebahagiaan darul abadi kelak. Allah berfirman: "Dan kehidupan dunia ini hanya senda-gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri darul abadi itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui." (A1-`Ankabut: 64).
  4. Menyerukan bahwa insan yakni sama derajatnya di hadapan Allah kecuali takwanya. Bangsa Arab sebelum Islam dipenuhi dengan semangat kesukuan yang kental, dan bahkan merendahkan derajat wanita. Wanita dianggap tidak mempunyai kegunaan lantaran tidak sanggup berperang mengangkat senjata, lantaran itu bila mereka mempunyai anak perempuan, cenderung untuk menguburnya hidup-hidup. Islam memandang semua insan sama, yang membedakan yakni hanya pada derajat ketakwaannya. Allah berfirman:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَـٰكُم مِّن ذَكَرٍ۬ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَـٰكُمۡ شُعُوبً۬ا وَقَبَآٮِٕلَ لِتَعَارَفُوٓاْ‌ۚ إِنَّ أَڪۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَٮٰكُمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ۬

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah membuat kau dari seorang pria dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku semoga kau saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kau di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti." (Al-Hujurat: 13)