Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penjelasan Wacana Bid'ah Dan Aturan Maulid, Tahlilan, Ziarah, Dsb





Penanya : Anonymous.

Assmlkm Habib.

Semoga Allah Selalu Mencurahkan Rahmat Nya kpd kita semua.

1. Habib saya mau tanya problem Bid’ah apakah merayakan Maulid Nabi, Tahun gres Islam dan sebagainya termasuk Bid’ah?

2. Jenis Bid\’ah Sperti apa yg di larang dalam Alquran?

3. Apakah bekerja dan menabung Di Bank Confensional Itu haram habib? alasannya ialah mengandung unsur riba?

semoga jawaban dari Habib sanggup menjawab keragu2an didalam hati saya dldm menjalan kan amal Ibadah sya

wassalammlkm wr wb.

------------


Habib Munzir Almusawa

Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari anda,

Saudaraku yg kumuliakan,
selamat tiba di web para pecinta Rasul saw, kita bersaudara dalam kemuliaan

1 dan 2. akan saya jawab sehabis menjawab pertanyaan ketiga, lantaran jawabannya panjang sekali dan akan saya nukilkan dari buku saya KENALILAH AKIDAHMU EDISI 2, yg membahasa problem ini dan banyak sekali problem tauhid yg dipertentengkan, seperrti ziarah kubur, tahlilan, aturan maulid, dlsb, anda sanggup mendownload buku tsb dg gratis di https://www.dropbox.com/s/6annypj3uapkkjf/KenalilahAqidahmu.pdf , namun khusus pertanyaan anda perihal bid'ah dan maulid akan saya nukilkan dibawah.

3. bekerja dan menabung di bank konvensional memang terlibat riba, bagi yg bekerja bekerja di bank konvensional hendaknya ia melihat sikon dirinya, kalau ia membutuhkan kebutuhan primer, yg dg meninggalkan pekerjaan itu akan membawa kesusahan dan dampak jelek yg menyulitkannya, maka teruskanlah bekerja di bank tsb sambil terus berusaha mencari pekerjaan yg halal, dg penghasilan yg mencukupi, sementara belum mendapatkannya maka ia perbanyak doa dan bersedekah, kalau sudah mendapatkan lowongan pekerjaan ditempat yg halal, maka segera ia pindah ke pekerjaan barunya meninggalkan bank konvensional

demikian pula menabung, segera pindahkan tabungannya ke bank syariah, kecuali mereka yg kesulitan dalam mengirim dan mendapatkan uang dari bank khususnya dari luar negeri yg tidak / belum berafiliasi dg bank syariah yg ada di negeri kita, maka ia dimaafkan untk masih menabung di bank konvensional sesuai kebutuhan,

sebagaimana sayapun di majelis Rasulullah saw ini membuka rekening bank syariah mandiri, dan bca, padahal bca ialah bank konvensional, lantaran saya banyak menerima keluhan dari saudara kita diluar negeri yg ingin membantu usaha majelis kita walau bukan dana besar, namun mereka selalu gagal mengirim uang atau kesulitan, lantaran bank mereka disana belum ada hubungan dg bank bank syariah di indonesia, maka saya masih membuka rek bca untuk mereka termudahkan

namun berdasarkan penelituan para pengamat keuangan negara, bank syariah di indonesia semakin meningkat dan tumbuh pesat, diperkirakan dalam beberapa tahun mendatang bank konvensional akan dikalahkan oleh bank bank syariah, yg semakin banyak dan semakin maju dan semakin banyak membuka hubungan dg bank bank diluar negeri, semoga segera terealisasi dan kita akan menutup rek bank konvensional berganti ke bank syariah, sebagaimana bca pun sudah berencana membuka bank syariah, semoga segera terlaksana.



PERINGATAN MAULID NABI SAW (dinukil dari buku saya kenalilah akidahmu edisi 2 yg sanggup didownload dg lengkap disertai banyak permasalahan tauhid yg banyak dipertanyakan, kalau berkenan silahkan mendowloadnya dg gratis di kiri web ini.

[b]MAULID[/b]
ketika kita membaca kalimat diatas maka didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat ini akan pribadi menciptakan alergi bagi sebagian kelompok muslimin, saya akan meringkas penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika dan syariah).

Sifat insan cenderung merayakan sesuatu yg menciptakan mereka gembira, apakah keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya, mereka merayakannya dengan pesta, mabuk mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian watak istiadat diseluruh dunia.

Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.

Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya
•    Firman Allah : “(Isa berkata dari pangkuan ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari saya wafat, dan hari saya dibangkitkan” (QS Maryam 33)
•    Firman Allah : “Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS Maryam 15)
•    Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177)
•    Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yg menjadi pembantunya Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai ketika saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, kemudian ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga menciptakan terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
•    Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi dia pribadi bersujud (Sirah Ibn Hisyam)
•    Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw ketika melahirkan Nabi saw melihat cahaya yg terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
•    Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14 buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yg 1000 tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
Kenapa insiden insiden ini dimunculkan oleh Allah swt?, insiden insiden besar ini muncul mengambarkan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula menciptakan salam sejahtera pada kelahiran Nabi nabi sebelumnya.

Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran dia saw
Ketika dia saw ditanya mengenai puasa di hari senin, dia saw menjawab : “Itu ialah hari kelahiranku, dan hari saya dibangkitkan” (Shahih Muslim hadits no.1162). dari hadits ini sebagian saudara2 kita menyampaikan boleh merayakan maulid Nabi saw asal dg puasa.

Rasul saw terperinci jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda dihadapan dia saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu ialah hari kelahiran dia saw. Karena dia saw tak menjawab contohnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh boleh saja..”, namun dia bersabda : “itu ialah hari kelahiranku”, memberikan bagi dia saw hari kelahiran dia saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya, pola gampang contohnya zeyd bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah.. bukankah terperinci jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari ialah hari yg berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan terperinci bahwa 1 januari itu ialah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yg perhatian pada hari kelahirannya, kalau amir tak hirau dg hari kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari ialah hari kelahirannya, dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan jawaban dia saw yg lebih luas dari sekedar pertanyaannya, sebagaimana pola diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1 januari lantaran itu ialah hari kelahirannya, maka mereka yg beropini bahwa boleh merayakan maulid hanya dg puasa saja maka tentunya dari dangkalnya pemahaman terhadap ilmu bahasa.

Orang itu bertanya perihal puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul saw menjawab : hari itu hari kelahiranku, memberikan hari kelahiran dia saw ada nilai tambah pada pribadi dia saw, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu.
Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yg perhatian pada hari kelahiran dia saw, lantaran memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.

Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan saya memujimu wahai Rasulullah..” maka Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan menciptakan bibirmu terjaga”, maka Abbas ra memuji dg syair yg panjang, diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi saw) ketika hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain hadits no.5417)

Kasih sayang Allah atas kafir yg gembira atas kelahiran Nabi saw
Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, debu lahab menjawab : “di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin lantaran saya membebaskan budakku Tsuwaibah lantaran gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi’bul iman no.281, fathul baari Almasyhur juz 11 hal 431). Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya berdasarkan kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin dikarenakan telah gembira dg kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.

Walaupun mimpi tak sanggup dijadikan hujjah untuk memecahkan aturan syariah, namun mimpi sanggup dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, contohnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka Imam imam diatas yg meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, lantaran diakui oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya.

Rasulullah saw memperbolehkan Syair kebanggaan di masjid
Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yg kemudian ditegur oleh Umar ra, kemudian Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang yg lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), kemudian Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata : “bukankah kamu dengar Rasul saw menjawab syairku dg doa : wahai Allah bantulah ia dengan ruhulqudus?, maka Abu Hurairah ra berkata : “betul” (shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)

Ini memberikan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana beberapa hadits shahih yg menjelaskan larangan syair di masjid, namun jelaslah bahwa yg tidak boleh ialah syair syair yg membawa pada Ghaflah, pada keduniawian, namun syair syair yg memuji Allah dan Rasul Nya maka hal itu diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan didoakan oleh dia saw sebagaimana riwayat diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid biar ia berdiri untuk melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058, sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa sahabat yg mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata : “Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya’la Juz 8 hal 337).

[b]Pendapat Para Imam dan Muhaddits atas perayaan Maulid[/b]

*(AL Hafidh ialah gelar bagi pakar hadits yg telah hafal lebih dari 100.000 hadits beserta sanad dan matannya.
hujjatul islam ialah gelar bagi pakar hadits yg telah hafal 300.000 hadits beserta aturan sanad dan matannya, dan dimasa itu ada yg mencapai 1 juta riwayat hadits ibarat imam ahmad bin hanbal, imam debu dawud dan lainnya, namun kini tak ada lagi yg mencapai gelar alhafidh dimuka bumi ini. dimasa itu tidak mungkin 1 juta hadits masuk dalam mikrochip sebesar ujung jari, sebagaimana dimasa ini kita sulit mendapatkan secara logika ada orang hafal 1 juta riwwayat hadits.
namun sebagian ulama menggelari para hujjatul islam dg al Hafidh saja, walaupun mereka tahu orang tsb sudah mencapai gelar diatasnya).

1. Berkata Al imam Hujjatul Islam Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah :
Telah terperinci dan berpengaruh riwayat yg hingga padaku dari shahihain bahwa Nabi saw tiba ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yg berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata : “hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka bersabda Rasul saw : “kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yg diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah sanggup didapatkan dg pelbagai cara, ibarat sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur’an, maka nikmat apalagi yg melebihi kebangkitan Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH PADA ORANG ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” (QS Al Imran 164)

2. PendapatAl imam Hujjatul Islam Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah :
Telah terperinci padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber akikah untuk dirinya sehabis dia saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832 dg sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib ketika usia dia saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah dia saw yg kedua atas dirinya ialah sebagai tanda syukur dia saw kepada Allah swt yg telah membangkitkan dia saw sebagai Rahmatan lil’aalamiin dan membawa Syariah utk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk memberikan tasyakkuran dengan Maulid dia saw dengan mengumpulkan sahabat sahabat dan saudara saudara, menjamu dg masakan kuliner dan yg serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan nama : “Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.

3. Pendapat Al imam Hujjatul Islam Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :
Merupakan Bid’ah hasanah yg mulia dizaman kita ini ialah perbuatan yg diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menyebabkan hal itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada dia saw, dan bersyukur kepada Allah dg kelahiran Nabi saw.

4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif :
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka, tapi saya menerima dispensasi setiap malam senin, itu semua alasannya ialah saya membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi (saw) dan lantaran Tsuwaibah menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari). maka apabila Abu Lahab Kafir yg Alqur’an turun mengatakannya di neraka menerima dispensasi alasannya ialah ia gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana dg muslim ummat Muhammad saw yg gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka demi usiaku, sungguh jawaban dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan alasannya ialah anugerah Nya.

5. Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy :
Serupa dg ucapan Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil hadits Abu Lahab

6. Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
berkata ”tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga era ke tiga, tapi dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh pelosok dunia dan berinfak pd malamnya dg banyak sekali macam sedekah dan memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yg sangat besar”.

7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah
dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : ”ketahuilah salah satu bid’ah hasanah ialah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi saw”

8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah
dengan karangan maulidnya yg populer ”al aruus” juga dia berkata perihal pembacaan maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan gosip gembira dg tercapai semua maksud dan impian bagi siapa yg membacanya serta merayakannya”.

9. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah
dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: ”Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kpd orang yg menyebabkan hari kelahiran Nabi saw sebagai hari besar”.

10. Imam Al hafidh Al Muhaddis Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yg populer dg Ibn Dihyah alkalbi
dg karangan maulidnya yg berjulukan ”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”

11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri
dg maulidnya ”urfu at ta’rif bi maulid assyarif”

12. Imam al Hafidh Ibn Katsir
yg karangan kitab maulidnya dikenal dg nama : ”maulid ibn katsir”

13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy
dg maulidnya ”maurid al hana fi maulid assana”

14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy
telah mengarang beberapa maulid : Jaami’ al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid, Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi.

15. Imam assyakhawiy
dg maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an nabawi

16. Al allamah al faqih Ali zainal Abidin As syamhudi
dg maulidnya al mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah

17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy yg populer dg ibn diba’
dg maulidnya addiba’i

18. Imam ibn hajar al haitsami
dg maulidnya itmam anni’mah alal alam bi maulid syayidi waladu adam

19. Imam Ibrahim Baajuri
mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dg nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar

20. Al Allamah Ali Al Qari’
dg maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi

21. Al Allamah al Muhaddits Ja’far bin Hasan Al barzanji
dg maulidnya yg populer maulid barzanji

23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Jakfar al Kattani
dg maulid Al yaman wal is’ad bi maulid khair al ibad

24. Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy
dg maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’

25. Imam Ibrahim Assyaibaniy
dg maulid al maulid mustofa adnaani

26. Imam Abdulghaniy Annanablisiy
dg maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid muhammadi”

27. Syihabuddin Al Halwani
dg maulid fath al latif fi syarah maulid assyarif

28. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati
dg maulid Al Kaukab al azhar alal ‘iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar

29. Asyeikh Ali Attanthowiy
dg maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa

30. As syeikh Muhammad Al maghribi
dg maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.

Tiada satupun para Muhadditsin dan para Imam yg menentang dan melarang hal ini, mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan Muhadditsin yg menentang maulid sebagaimana disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka mereka ternyata hanya menggunting dan memotong ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yg terperinci jelas menggandakan kelicikan para misionaris dalam menghancurkan Islam.

[b]Berdiri ketika Mahal Qiyam dalam pembacaan Maulid[/b]

Mengenai berdiri ketika maulid ini, merupakan Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan Syariah Rasul saw, dan memberikan semangat atas kedatangan sang pembawa risalah pada kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana penghormatan yg dianjurkan oleh Rasul saw ialah berdiri, sebagaimana diriwayatkan ketika sa’ad bin Mu’adz ra tiba maka Rasul saw berkata kepada kaum anshar : “Berdirilah untuk tuan kalian” (shahih Bukhari hadits no.2878, Shahih Muslim hadits no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra untuk Ka’b bin Malik ra.

Memang mengenai berdiri penghormatan ini ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yg dijelaskan bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk kedatangan Imam yg adil dan yg semacamnya merupakan hal yg baik, dan berkata Imam Bukhari bahwa yg tidak boleh ialah berdiri untuk pemimpin yg duduk, dan Imam Nawawi yg beropini bila berdiri untuk penghargaan maka taka apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk kedatangan putrinya Fathimah ra ketika ia datang, namun adapula pendapat lain yg melarang berdiri untuk penghormatan.(Rujuk Fathul Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 12 hal 93)

Namun dari semua pendapat itu, tentulah berdiri ketika mahal qiyam dalam membaca maulid itu tak ada hubungan apa apa dengan semua perselisihan itu, lantaran Rasul saw tidak dhohir dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan ruh Rasul saw hadir ketika pembacaan maulid, itu bukan pembahasan kita, problem ibarat itu ialah problem ghaib yg tak sanggup disyarahkan dengan aturan dhohir,
semua ucapan diatas ialah perbedaan pendapat mengenai berdiri penghormatan yg Rasul saw pernah melarang biar sahabat tak berdiri untuk memuliakan dia saw.

Jauh berbeda bila kita yg berdiri penghormatan mengingat jasa dia saw, tak terikat dengan dia hadir atau tidak, bahwa berdiri kita ialah bentuk semangat kita menyambut risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada nabi saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw setiap kita shalat pun kita tak melihat dia saw.

Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yg padanya dibacakan puji kebanggaan untuk nabi saw, kemudian diantara syair syair itu merekapun seraya berdiri termasuk Imam Assubkiy dan seluruh Imam imam yg hadir bersamanya, dan didapatkan kesegaran yg luhur dan cukuplah perbuatan mereka itu sebagai panutan,
dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy rahimahullah bahwa Bid’ah hasanah sudah menjadi janji para imam bahwa itu merupakan hal yg sunnah, (berlandaskan hadist shahih muslim no.1017 yg terncantum pd Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan menerima pahala dan bila ditinggalkan tidak menerima dosa, dan mengadakan maulid itu ialah salah satu Bid’ah hasanah,
Dan berkata pula Imam Assakhawiy rahimahullah bahwa mulai era ketiga hijriyah mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa keberkahan bagi mereka yg mengadakannya. (Sirah Al Halabiyah Juz 1 hal 137)

Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk Medan Tablig dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah islami yg diselingi bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji kebanggaan pada Allah dan Rasul saw yg sudah diperbolehkan oleh Rasul saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya ialah kebangkitan risalah pada ummat yg dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan ada yg mengingkarinya lantaran terperinci jelas merupakan salah satu cara membangkitkan keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an (secara logika dan aturan syariah), lantaran hal ini merupakan hal yg mustahab (yg dicintai), sebagaiman kaidah syariah bahwa “Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua yg menjadi penyebab kewajiban dengannya maka hukumnya wajib.

contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib, dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu waktu ketika kita akan melaksanakan shalat kebetulan kita tak punya baju epilog aurat kecuali harus membeli dulu, maka membeli baju hukumnya menjelma wajib, lantaran perlu digunakan untuk melaksanakan shalat yg wajib .

pola lain contohnya sunnah memakai siwak, dan menciptakan kantong baju hukumnya mubah saja, kemudian ketika akan bepergian kita akan membawa siwak dan baju kita tak berkantong, maka perlulah bagi kita menciptakan kantong baju untuk menaruh siwak, maka menciptakan kantong baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya, lantaran diharapkan untuk menaruh siwak yg hukumnya sunnah.

Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah merupakan hal yg wajib pada suatu kaum bila dalam kemungkaran, dan ummat sudah tak perduli dg Nabinya saw, tak pula perduli apalagi mengasihi sang Nabi saw dan rindu pada sunnah dia saw, dan untuk mencapai tablig ini ialah dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan maulid ini menjadi wajib, lantaran menjadi mediator Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang Nabi saw serta silaturahmi.

Sebagaimana penulisan Alqur’an yg merupakan hal yg tak perlu dizaman nabi saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa para sahabat lantaran sahabat mulai banyak yg membutuhkan klarifikasi Alqur’an, dan menjadi wajib hukumnya sehabis banyaknya para sahabat yg wafat, lantaran ditakutkan sirnanya Alqur’an dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.

Hal semacam in telah difahami dan dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin, para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin yg awam, namun hanya sebagian saudara saudara kita muslimin yg masih bersikeras untuk menentangnya, semoga Allah memberi mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.

Walillahittaufiq

BID’AH
1. Nabi saw memperbolehkan berbuat bid’ah hasanah.
Nabi saw memperbolehkan kita melaksanakan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah, sebagaimana sabda dia saw : “Barangsiapa menciptakan buat hal gres yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa menciptakan buat hal gres yg jelek dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim hadits no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini menjelaskan makna Bid’ah hasanah dan Bid;ah dhalalah.

Perhatikan hadits dia saw, bukankah dia saw menganjurkan?, maksudnya bila kalian memiliki suatu pendapat atau gagasan gres yg menciptakan kebaikan atas islam maka perbuatlah.., alangkah indahnya bimbingan Nabi saw yg tidak mencekik ummat, dia saw tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalela kemaksiatan, maka tentunya pastilah diharapkan hal hal yg gres demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan, demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini, yg tetap akan sanggup digunakan hingga final zaman, inilah makna ayat : “ALYAUMA AKMALTU LAKUM DIINUKUM..dst, “hari ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian”, maksudnya semua aliran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini, semua hal yg gres selama itu baik sudah masuk dalam kategori syariah dan sudah direstui oleh Allah dan rasul Nya, alangkah sempurnanya islam,

bila yg dimaksud ialah tidak ada lagi penambahan, maka pendapat itu salah, lantaran sehabis ayat ini masih ada banyak ayat ayat lain turun, problem hutang dll, berkata para Mufassirin bahwa ayat ini bermakna Makkah Almukarramah sebelumnya selalu masih dimasuki orang musyrik mengikuti hajinya orang muslim, mulai insiden turunnya ayat ini maka Musyrikin tidak lagi masuk masjidil haram, maka menciptakan kebiasaan gres yg baik boleh boleh saja.

namun tentunya bukan menciptakan agama gres atau syariat gres yg bertentangan dg syariah dan sunnah Rasul saw, atau menghalalkan apa apa yg sudah diharamkan oleh Rasul saw atau sebaliknya, inilah makna hadits dia saw : “Barangsiapa yg menciptakan buat hal gres yg berupa keburukan…dst”, inilah yg disebut Bid’ah Dhalalah.

Beliau saw telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan berkembang, maka dia saw memperbolehkannya (hal yg gres berupa kebaikan), menganjurkannya dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, biar ummat tidak tercekik dg hal yg ada dizaman kehidupan dia saw saja, dan dia saw telah pula mengingatkan biar jangan menciptakan buat hal yg jelek (Bid’ah dhalalah).

Mengenai pendapat yg menyampaikan bahwa hadits ini ialah khusus untuk sedekah saja, maka tentu ini ialah pendapat mereka yg dangkal dalam pemahaman syariah, lantaran hadits diatas terperinci jelas tak menyebutkan pembatasan hanya untuk sedekah saja, terbukti dengan perbuatan bid’ah hasanah oleh para Sahabat dan Tabi’in.

2. Siapakah yg pertama memulai Bid’ah hasanah sehabis wafatnya Rasul saw?
Ketika terjadi pembunuhan besar besaran atas para sahabat (Ahlul yamaamah) yg mereka itu para Huffadh (yg hafal) Alqur’an dan Ahli Alqur’an di zaman Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, berkata Abubakar Ashiddiq ra kepada Zeyd bin Tsabit ra : “Sungguh Umar (ra) telah tiba kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur’an, kemudian ia menyarankan biar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alqur’an, saya berkata : Bagaimana saya berbuat suatu hal yg tidak diperbuat oleh Rasulullah..??, maka Umar berkata padaku bahwa Demi Allah ini ialah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku hingga Allah menjernihkan dadaku dan saya baiklah dan kini saya sependapat dg Umar, dan engkau (zeyd) ialah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kamu telah mencatat wahyu, dan kini ikutilah dan kumpulkanlah Alqur’an dan tulislah Alqur’an..!” berkata Zeyd : “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur’an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yg tak diperbuat oleh Rasulullah saw??”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu ialah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku hingga Allah menjernihkan dadaku dan saya baiklah dan kini saya sependapat dg mereka berdua dan saya mulai mengumpulkan Alqur’an”. (Shahih Bukhari hadits no.4402 dan 6768).

Nah saudaraku, bila kita perhatikan konteks diatas Abubakar shiddiq ra mengakui dengan ucapannya : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan saya baiklah dan kini saya sependapat dg Umar”, hatinya jernih mendapatkan hal yg gres (bid’ah hasanah) yaitu mengumpulkan Alqur’an, lantaran sebelumnya alqur’an belum dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah pisah di hafalan sahabat, ada yg tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal dll, ini ialah Bid’ah hasanah, justru mereka berdualah yg memulainya.

Kita perhatikan hadits yg dijadikan dalil menafikan (menghilangkan) Bid’ah hasanah mengenai semua bid’ah ialah kesesatan, diriwayatkan bahwa Rasul saw selepas melaksanakan shalat subuh dia saw menghadap kami dan memberikan ceramah yg menciptakan hati berguncang, dan menciptakan airmata mengalir.., maka kami berkata : “Wahai Rasulullah.. seakan akan ini ialah wasiat untuk perpisahan…, maka beri wasiatlah kami..” maka rasul saw bersabda : “Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang Budak afrika, sungguh diantara kalian yg berumur panjang akan melihat sangat banyak ikhtilaf perbedaan pendapat, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa’urrasyidin yg mereka itu pembawa petunjuk, gigitlah berpengaruh kuat dg geraham kalian (suatu kiasan untuk kesungguhan), dan hati hatilah dengan hal hal yg baru, sungguh semua yg Bid;ah itu ialah kesesatan”. (Mustadrak Alasshahihain hadits no.329).

Jelaslah bahwa Rasul saw menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah dia dan sunnah khulafa’urrasyidin, dan sunnah dia saw telah memperbolehkan hal yg gres selama itu baik dan tak melanggar syariah, dan sunnah khulafa’urrasyidin ialah anda lihat sendiri bagaimana Abubakar shiddiq ra dan Umar bin Khattab ra menyetujui bahkan menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yg baru, yg tidak dilakukan oleh Rasul saw yaitu pembukuan Alqur’an, kemudian pula selesai penulisannya dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra, dg persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib kw.

Nah.. sempurnalah sudah keempat makhluk termulia di ummat ini, khulafa’urrasyidin melaksanakan bid’ah hasanah, Abubakar shiddiq ra dimasa kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan Alqur’an, kemudian kemudian Umar bin Khattab ra pula dimasa kekhalifahannya memerintahkan tarawih berjamaah dan seraya berkata : “Inilah sebaik baik Bid’ah!”(Shahih Bukhari hadits no.1906) kemudian pula selesai penulisan Alqur’an dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra hingga Alqur’an kini dikenal dg nama Mushaf Utsmaniy, dan Ali bin Abi Thalib kw menghadiri dan menyetujui hal itu.
Demikian pula hal yg dibuat-buat tanpa perintah Rasul saw ialah dua kali adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan dimasa Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar shiddiq ra, tidak pula dimasa Umar bin khattab ra dan gres dilakukan dimasa Utsman bn Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bulkhari hadits no.873).

Siapakah yg salah dan tertuduh?, siapakah yg lebih mengerti larangan Bid’ah?, adakah pendapat menyampaikan bahwa keempat Khulafa’urrasyidin ini tak faham makna Bid’ah?

3. Bid’ah Dhalalah
Jelaslah sudah bahwa mereka yg menolak bid’ah hasanah inilah yg termasuk pada golongan Bid’ah dhalalah, dan Bid’ah dhalalah ini banyak jenisnya, ibarat penafian sunnah, penolakan ucapan sahabat, penolakan pendapat Khulafa’urrasyidin, nah…diantaranya ialah penolakan atas hal gres selama itu baik dan tak melanggar syariah, lantaran hal ini sudah diperbolehkan oleh Rasul saw dan dilakukan oleh Khulafa’urrasyidin, dan Rasul saw telah terperinci jelas memberitahukan bahwa akan muncul banyak ikhtilaf, berpeganglah pada Sunnahku dan Sunnah Khulafa’urrasyidin, bagaimana Sunnah Rasul saw?, dia saw membolehkan Bid’ah hasanah, bagaimana sunnah Khulafa’urrasyidin?, mereka melaksanakan Bid’ah hasanah, maka penolakan atas hal inilah yg merupakan Bid’ah dhalalah, hal yg telah diperingatkan oleh Rasul saw.

Bila kita menafikan (meniadakan) adanya Bid’ah hasanah, maka kita telah menafikan dan membid’ahkan Kitab Al-Quran dan Kitab Hadits yang menjadi panduan aliran pokok Agama Islam lantaran kedua kitab tersebut (Al-Quran dan Hadits) tidak ada perintah Rasulullah saw untuk membukukannya dalam satu kitab masing-masing, melainkan hal itu merupakan ijma/kesepakatan pendapat para Sahabat Radhiyallahu’anhum dan hal ini dilakukan sehabis Rasulullah saw wafat.

Buku hadits ibarat Shahih Bukhari, shahih Muslim dll inipun tak pernah ada perintah Rasul saw untuk membukukannya, tak pula Khulafa’urrasyidin memerintahkan menulisnya, namun para tabi’in mulai menulis hadits Rasul saw.

Begitu pula Ilmu Musthalahulhadits, Nahwu, sharaf, dan lain-lain sehingga kita sanggup memahami kedudukan derajat hadits, ini semua ialah perbuatan Bid’ah namun Bid’ah Hasanah.

Demikian pula ucapan “Radhiyallahu’anhu” atas sahabat, tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw, tidak pula oleh sahabat, walaupun itu di sebut dalam Al-Quran bahwa mereka para sahabat itu diridhoi Allah, namun tak ada dalam Ayat atau hadits Rasul saw memerintahkan untuk mengucapkan ucapan itu untuk sahabatnya, namun lantaran kecintaan para Tabi’in pada Sahabat, maka mereka menambahinya dengan ucapan tersebut.
Dan ini merupakan Bid’ah Hasanah dengan dalil Hadits di atas, Lalu muncul pula kini Al-Quran yang di kasetkan, di CD kan, Program Al-Quran di handphone, Al-Quran yang diterjemahkan, ini semua ialah Bid’ah hasanah.
Bid’ah yang baik yang berfaedah dan untuk tujuan kemaslahatan muslimin, lantaran dengan adanya Bid’ah hasanah di atas maka semakin gampang bagi kita untuk mempelajari Al-Quran, untuk selalu membaca Al-Quran, bahkan untuk menghafal Al-Quran dan tidak ada yang memungkirinya.

Sekarang kalau kita menarik mundur kebelakang sejarah Islam, bila Al-Quran tidak dibukukan oleh para Sahabat ra, apa sekiranya yang terjadi pada perkembangan sejarah Islam ?
Al-Quran masih bertebaran di tembok-tembok, di kulit onta, hafalan para Sahabat ra yang hanya sebagian dituliskan, maka akan muncul beribu-ribu Versi Al-Quran di zaman sekarang, lantaran semua orang akan mengumpulkan dan membukukannya, yang masing-masing dengan riwayatnya sendiri, maka hancurlah Al-Quran dan hancurlah Islam. Namun dengan adanya Bid’ah Hasanah, kini kita masih mengenal Al-Quran secara utuh dan dengan adanya Bid’ah Hasanah ini pula kita masih mengenal Hadits-hadits Rasulullah saw, maka jadilah Islam ini kokoh dan Abadi, jelaslah sudah sabda Rasul saw yg telah membolehkannya, dia saw telah mengetahui dg terperinci bahwa hal hal gres yg berupa kebaikan (Bid’ah hasanah), mesti dimunculkan kelak, dan dia saw telah melarang hal hal gres yg berupa keburukan (Bid’ah dhalalah).

Saudara saudaraku, jernihkan hatimu mendapatkan ini semua, ingatlah ucapan Amirulmukminin pertama ini, ketahuilah ucapan ucapannya ialah Mutiara Alqur’an, sosok agung Abubakar Ashiddiq ra berkata mengenai Bid’ah hasanah : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan saya baiklah dan kini saya sependapat dg Umar”.

Lalu berkata pula Zeyd bin haritsah ra :”..bagaimana kalian berdua (Abubakar dan Umar) berbuat sesuatu yg tak diperbuat oleh Rasulullah saw??, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu ialah kebaikan, hingga iapun(Abubakar ra) meyakinkanku (Zeyd) hingga Allah menjernihkan dadaku dan saya baiklah dan kini saya sependapat dg mereka berdua”.

Maka kuhimbau saudara saudaraku muslimin yg kumuliakan, hati yg jernih mendapatkan hal hal gres yg baik ialah hati yg sehati dg Abubakar shiddiq ra, hati Umar bin Khattab ra, hati Zeyd bin haritsah ra, hati para sahabat, yaitu hati yg dijernihkan Allah swt,
Dan curigalah pada dirimu bila kamu temukan dirimu mengingkari hal ini, maka barangkali hatimu belum dijernihkan Allah, lantaran tak mau sependapat dg mereka, belum baiklah dg pendapat mereka, masih menolak bid’ah hasanah, dan Rasul saw sudah mengingatkanmu bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan khulafa’urrasyidin, gigit dg geraham yg maksudnya berpeganglah erat erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka.
Allah menjernihkan sanubariku dan sanubari kalian hingga sehati dan sependapat dg Abubakar Asshiddiq ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib kw dan seluruh sahabat.. amiin

Pendapat para Imam dan Muhadditsin mengenai Bid’ah

1. Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii rahimahullah (Imam Syafii)
Berkata Imam Syafii bahwa bid’ah terbagi dua, yaitu bid’ah mahmudah (terpuji) dan bid’ah madzmumah (tercela), maka yg sejalan dg sunnah maka ia terpuji, dan yg tidak selaras dengan sunnah ialah tercela, dia berdalil dg ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih : “inilah sebaik baik bid’ah”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)

2. Al Imam Al Hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah
“Menanggapi ucapan ini (ucapan Imam Syafii), maka kukatakan (Imam Qurtubi berkata) bahwa makna hadits Nabi saw yg berbunyi : “seburuk jelek permasalahan ialah hal yg baru, dan semua Bid’ah ialah dhalalah” (wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid’atin dhalaalah), yg dimaksud ialah hal hal yg tidak sejalan dg Alqur’an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya : “Barangsiapa menciptakan buat hal gres yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa menciptakan buat hal gres yg jelek dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya” (Shahih Muslim hadits no.1017) dan hadits ini merupakan inti klarifikasi mengenai bid’ah yg baik dan bid’ah yg sesat”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87)

3. Al Muhaddits Al Hafidh Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy rahimahullah (Imam Nawawi)
“Penjelasan mengenai hadits : “Barangsiapa menciptakan buat hal gres yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa menciptakan buat hal gres yg dosanya”, hadits ini merupakan anjuran untuk menciptakan kebiasaan kebiasaan yg baik, dan bahaya untuk menciptakan kebiasaan yg buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda dia saw : “semua yg gres ialah Bid’ah, dan semua yg Bid’ah ialah sesat”, sungguh yg dimaksudkan ialah hal gres yg jelek dan Bid’ah yg tercela”. (Syarh Annawawi ‘ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105)

Dan berkata pula Imam Nawawi bahwa Ulama membagi bid’ah menjadi 5, yaitu Bid’ah yg wajib, Bid’ah yg mandub, bid’ah yg mubah, bid’ah yg makruh dan bid’ah yg haram.
Bid’ah yg wajib contohnya ialah mencantumkan dalil dalil pada ucapan ucapan yg menentang kemungkaran, pola bid’ah yg mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak menerima dosa bila ditinggalkan) ialah menciptakan buku buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren, dan Bid;ah yg Mubah ialah bermacam macam dari jenis makanan, dan Bid’ah makruh dan haram sudah terperinci diketahui, demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yg umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa inilah sebaik2 bid’ah”. (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 6 hal 154-155)

Al Hafidh AL Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy rahimahullah
Mengenai hadits “Bid’ah Dhalalah” ini bermakna “Aammun makhsush”, (sesuatu yg umum yg ada pengecualiannya), ibarat firman Allah : “… yg Menghancurkan segala sesuatu” (QS Al Ahqaf 25) dan kenyataannya tidak segalanya hancur, (*atau pula ayat : “Sungguh telah kupastikan ketentuanku untuk memenuhi jahannam dengan jin dan insan keseluruhannya” QS Assajdah-13), dan pada kenyataannya bukan semua insan masuk neraka, tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim.pen) atau hadits : “aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini” (dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun sehabis wafatnya Rasul saw) (Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189).

Maka bila muncul pemahaman di kiamat yg bertentangan dengan pemahaman para Muhaddits maka mestilah kita berhati hati darimanakah ilmu mereka?, berdasarkan apa pemahaman mereka?, atau seorang yg disebut imam padahal ia tak mencapai derajat hafidh atau muhaddits?, atau hanya ucapan orang yg tak punya sanad, hanya menukil menukil hadits dan mentakwilkan semaunya tanpa memperdulikan fatwa fatwa para Imam?

Walillahittaufiq

Telah beredar buku saya mengenai Bid’ah, tawassul, istighatsah, maulid, ziarah kubur, tabarruk dll, buku itu saya beri judul “Kenalilah Akidahmu edisi 2”. Dapat dipesan di kios nabawi, lihat di kiri web, atau mendownloadnya secara gratis di kiri web.



Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a’lam

 Sumber http://www.majelisrasulullah.org/forums


Pencarian terakhir
dalil maulid
dalil ziarah kubur
dalil bid'ah
dalil tahlil
hukum maulid
penjelasan aturan maulid
maulid ialah sunnah bagi yang memahami
hukum ziarah kubur
hukum tahlil
bid'ah hasanah
sunnah nabi
shalawat bersama