Kemajuan Pemerintahan Ali Bin Abi Thalib, Lengkap!
Kemajuan Pemerintahan Ali Bin Abi Thalib yang ini merupakan kelanjutan dari pembahasan keistimewaan ali bin abi thalib sebelum menjadi khalifah menarik untuk di bahas Setelah terbunuhnya Utsman, kaum muslimin meminta kesediaan Ali untuk dibaiat menjadi khalifah. Mereka beranggapan bahwa kecuali Ali, tidak ada lagi orang yang patut menduduki dingklik khalifah sesudah Ustman. Mendengar seruan rakyat banyak itu, Ali berkata, “Urusan ini bukan urusan kalian. Ini adalah perkara yang teramat penting, urusan tokoh-tokoh Ahl asy-Syura bersama para pejuang Perang Badr.[1]
![]() |
http://sejarahislamarab.blogspot.com |
Sebenarnya Ali bin Abi Thalib pernah masuk masuk nominasi pada dikala pemilihan khalifah Usman bin Affan, tetapi dikala itu beliau masih dianggap sangat muda.
Dengan terbaiatnya Ali bin AbiThalib sebagai khalifah menggantikan Usman bin Affan, sebagian orang yang masih terpaut keluarga Usman mulai beranggapan bahwa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib akan mengurangi kesenangan mereka apalagi untuk memperoleh kekayaan yang sanggup mereka lakukan sebelumnya.
Ali Terpilih menjadi khalifah bekerjsama menjadikan kontradiksi dari pihak yang ingin menjadi khalifah dan dituduh sebagai orang yang bertanggung jawab atas terbunuhnya khalifah Usman bin Affan.[2]
Bila pemerintahan dipegang oleh Ali, maka cara-cara pemerintahan Umar yang keras dan disiplin akan kembali dan akan mengancam kesenangan dan kenikmatan hidup dimasa pemerintahan Usman bin Affan yang gampang dan lunak menjadi keadaan yang serba teliti, dan serba diperhitungkan, hingga banyak yang tidak menyukai Ali. bagi kaum Umaiyah sebagai kaum elit dan kelas atas dan khawatir atas kekayaan dan kesenangan mereka akan lenyap sebab keadilan yang akan dijalankan Ali.[3]
Ada beberapa alasan mengapa Ali bin Abi Thalib mendapatkan pembaitan dirinya. Pertama, para pemberontak dan pengacau yang tiba dari banyak sekali kota itu menyadari bahwa mereka akan mendapatkan jawaban atas perbuatan mereka membunuh khalifah Ustman. Mereka mengakhir-akhirkan proses peralihan kekhalifahan sesudah Utsman mereka sendiri menyakini bahwa tidak ada seorangpun diantara mereka yang pantas menjadi khalifah, bukan sebab mereka mengakui kejahatan mereka, tetapi sebab takut juka salah seorang diantara mereka yang menjadi khalifah, ia akan menumpas mereka semua. Karena itu mereka mencari sosok yang sempurna untuk menjadi Khalifah. Para penduduk Basrah mencari Ali, namun Ali menghindar. Para penduduk kufah mencari Zubair ibn Awwam namun tidak menemukanya. Gagal menemukan Ali, penduduk Basrah mencari Talchah, namun Talchah menolak, kemudian mereka menemui Sa’ad ibn Waqqash, Sa’ad engan menerimanya, kemudian mereka menemui Ibnu Umar, ia pun enggan menerimanya. Akhirnya mereka berunding dengan sesama mereka dan berkata, “Sebaiknya kita pulang ke negeri kita masing-masing dan membiarkan mereka tidak mengetahui siapa pembunuh Ustman. Biarkan mereka berselisih pendapat siapa yang membunuh dan kita tidak akan menyerahkan diri. Namun sebelum mereka pulang ke negeri mereka masing-masing, mereka berkumpul dan menemui Ali ibn Abi Thalib dan menekanya semoga siap dibaiat sebagai Khalifah umat Islam. Al-Asyatar al-Nakha’I mengambil tangan Ali dan membaitnya. Orang-orang yang hadir disana ikut membaitnya.
Kedua, Ali mau mendapatkan kekhalifahan dan mau dibaiat demi mempertahankan kesatuan umat dan memutus fitnah sesuai dengan prinsip meninggalkan kerusakan dan mengambil kemaslahatan. Ketiga, kalangan Muhajirin dan Anshar menyetujui pembaitan Ali bin Abi Thalib. Keempat, kaum muslimin setuju bahwa Ali yakni sobat yang paling utama dan paling berhak atas kekhalifahan pada dikala itu. Kelima, jika Ali tidak mendapatkan pembaitan tersebut maka tidak ada pesan yang tersirat didalamnya. Ia sendiri mustahil menolak sebab ia menyadari sebab ia berhak mengemban amanat itu. Jika ia meninggalkan maka umat akan memandang buruk kepadanya sebab ia menyia-nyiakan hak umat dan hak agamanya. Jika Ali tidak mendapatkan pembaitan tersebut, orang-orang tidak akan menyebutnya sebagai orang yang pemeberani dan bertanggung jawab mengingat situasi sosial pada waktu itu sangat rawan dan penuh makar.[4]
Kemajuan Pemerintahan Ali Bin Abi Thalib, dalam hal kebijakan politiknya yakni sebagai berikut:
1. Menegakkan aturan finansial yang dinilai nepotisme yang hampir menguasai seluruh sektor bisnis.
2. Memecat Gubernur yang diangkat Usman bin Affan dan menggantinya dengan gubernur yang baru.
3. Mengambil kembali tanah-tanah negara yang dibagi-bagikan Usman bin Affan kepada keluarganya, ibarat hibah dan derma yang tidak diketahui alasannya secara terang dan memfungsikan kembali baitul maal.[5]
Meskipun dalam pemerintahan Ali perluasan Islam yang dilakukan sedikit mengalami hambatan yaitu hanya memperkuat wilayah Islam di kawasan pesisir Arab dan masih tetap peranan penting negara Islam di kawasan yang telah ditaklukkan Abu Bakar di kawasan Yaman, Oman, Bahrain, Iran Bagian Selatan. Umar bin Khattab di Persia, Syiria, Pantai Timur Laut Tengah dan Mesir. Serta pada masa Ustman di Sijistan, Khurasa, Azarbaijan, Armenia hingga Georgia.[6]
Masa pemerintahan Ali yang kurang lebih selama lima tahun (35-40 H/656-661 M) tidak pernah sunyi dari pergolakan politik, tidak ada waktu sedikitpun dalam pemerintahannya yang sanggup dikatakan stabil. Akhirnya simpel selama memerintah, Ali lebih banyak mengurus problem pemberontakan di banyak sekali wilayah kekuasaannya. Ia lebih banyak duduk di atas kuda perang dan di depan pasukan yang masih setia dan mempercayainya dari pada memikirkan manajemen negara yang teratur dan mengadakan perluasan perluasan wilayah (futuhat). Namun demikian, Ali berusaha membuat pemerintahan yang bersih, berwibawa dan egaliter. Ia ingin mengembalikan gambaran pemerintahan Islam sebagaimana pada masa Abu Bakar dan Umar sebelumnya.
Sebenarnya pembaiatan Ali sebagai khalifah yakni hal yang sangat masuk akal dan kontradiksi itu yakni hal yang masuk akal pula sebagai jawaban kontradiksi dan peristiwa-peristiwa sebelumnya sebab untuk memperebutkan kekuasaan yang diselingi masalah penuntutan atas terbunuhnya Usman dan juga pemecatan-pemecatan pejabat serta pengembalian harta milik yang tidak jelas.
itulah sedikit isu tentang Kemajuan Pemerintahan Ali Bin Abi Thalib yang sanggup saya sampaikan semoga bermanfaat. untuk mendapatkan isu yang lain, klik di sini
[1] A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, 284.
[2] Hadariansyah AB, Pemikiran-Pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam, (Banjarmasin: Antasari Press, 2008) 13
[3] A. Syalabi, 283
[4] Musthafa Murad, Kisah Hidup Ali ibn Abi Thalib,70-74.
[5] Ibid, 284-285 juga di sanggup klarifikasi lebih lanjut oleh Marshall GS Hudgson, The Venture of Islam, Iman dan Sejarah dalam Peradaban Islam, Terj. Mulyadi Kartanegara, (Jakarta:Paramadina, 1999) 312.
[6] Hasan As’ari, Menguak Syarah Mencari Ibrah, (Bandung:Citapustaka Media, 2006, ), 253.